| Penulis: R. Masri Sareb Putra
Mengapa saya lebih fokus, dan banyak, meneliti Dayak Iban?
Terdiri atas 23 subsuku, rumpun Iban populasi TERBANYAK Dayak di dunia.
1) Di Malaysia, mayoritas di Sarawak, tidak kurang dari 800.000. Ketika riset di Sarawak, saya mendapat data mengenai etnik Dayak di Malaysia dari Jabatan Ketua Menteri, mengenai 27 etnis besar di Sarawak. (Akan saya tulis terpisah di Neoblog nanti).
2) Di Indonesia, terbanyak di Kab. Sekadau, Sintang, dan Kapuas Hulu. Tidak kurang dari 300.000.
Jadi, Iban saja menyumbang sekitar 16% dari total populasi Dayak sedunia.
Suku bangsa Iban, sebagaimana Dayak lainnya, sangat peka dengan tanda-tanda alam. Pertanda dari bunyi vibrasi burung tertentu, mereka mafhum maknanya.
Kalau waktu menebas ladang untuk huma, terdengar bunyi/suara burung ketupung, berarti tebas itu perlu diberi sesaji (diumpan). Bunyi burung ketupung pertanda bahwa Dewa Tanah minta diberi makan.
Karena itu, sebelum menebas, maka tanah itu harus diumpan. Upacara ini juga disebut Nyapat Isau Beliung. Perlu dinarasikan visualnya, bahwa ketupung adalah sejenis burung kecil, namun sangat nyaring bunyi suaranya.
Burung ketupung ini, vibrasi suaranya melengking tinggi. Jarang berbunyi. Tapi sekali mengeluarkan suara, burung yang lain bungkam.
Dalam alam kepercayaan orang Iban. Burung ketupung adalah jelmaan dari Sepunti. Sepunti adalah ajudan dan juga jurubicara kerajaan.
***
Bionarasi
R. Masri Sareb Putra, M.A., dilahirkan di Sanggau, Kalimantan Barat pada 23 Januari 1962. Penulis Senior. Direktur penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD). Pernah bekerja sebagai managing editor dan produksi PT Indeks, Kelompok Gramedia.
Dikenal sebagai etnolog, akademisi, dan penulis yang menerbitkan 109 buku ber-ISBN dan mempublikasikan lebih 4.000 artikel dimuat media nasional dan internasional.
Sejak April 2021, Masri mendarmabaktikan diri menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), Institut Teknologi Keling Kumang.