
Jakarta, detikborneo.com – Indonesia mencuri perhatian dunia pendidikan ASEAN lewat keberhasilan melatih lebih dari 10.000 guru lintas agama dalam program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB). Inisiatif ini menjadi salah satu sorotan utama pada Pertemuan ke-20 ASEAN Senior Officials Meeting on Education (SOM-ED) yang digelar di Bangkok, Thailand, Jumat (22/8/2025).
Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, yang hadir sebagai narasumber pada sesi terbuka SOM-ED, menegaskan bahwa program LKLB bukan sekadar pelatihan akademik, melainkan fondasi untuk membangun masyarakat ASEAN yang inklusif, kohesif, dan tahan terhadap konflik berbasis identitas.
“Program ini tidak menjadikan guru sebagai pakar agama, tetapi membekali mereka dengan pemahaman lintas budaya dan agama, sehingga mampu menumbuhkan rasa saling menghormati di tengah perbedaan,” ujar Matius.
Sejak diluncurkan pada 2021, LKLB—hasil kolaborasi dengan 40 organisasi pendidikan dan keagamaan serta sejumlah kementerian RI—telah melatih 10.253 pendidik dari 38 provinsi. Para peserta mayoritas berasal dari madrasah maupun sekolah berbasis agama: Islam, Kristen, Hindu, Buddha, hingga Konghucu.
Program ini juga sejalan dengan ASEAN 2045: Our Shared Future, yang menekankan pentingnya pluralisme, moderasi, dan kewarganegaraan bertanggung jawab. Bahkan, Presiden Singapura Tharman Shanmugaratnam dalam International Conference on Cohesive Societies (ICCS) 26 Juni lalu menyebut LKLB sebagai “model dunia”. Sementara Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, menegaskan pada G20 Interfaith Forum di Afrika Selatan (12/8/2025) bahwa LKLB adalah pilar vital pendidikan karakter global.
Tak hanya diapresiasi, program LKLB juga menarik studi banding akademisi Vietnam, serta melahirkan forum internasional tahunan: International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy. Tahun ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI bersama Institut Leimena kembali akan menyelenggarakan konferensi tersebut pada 11–12 November 2025.
Indonesia menegaskan diri sebagai garda depan pendidikan toleransi di Asia Tenggara, dengan diplomasi pendidikan yang kini menjadi bagian integral dari agenda ASEAN menuju 2045. (YM/Bajare007)





