Agustinus PJ (Panglima Jilah): “Demi Keutuhan Satu Darah Dayak TBBR Siap Terima Masukan dan Saran”.
Jakarta, detikborneo.com – Nama besar Agustinus yang saat ini dijuluki Panglima Jilah (PJ) sebagai Pimpinan Tertinggi Ormas Dayak TARIU BORNEO BANGKULE RAJAKNG (TBBR) mendapatkan badai pencobaan.
Bagaimana tidak pada bulan November 2021 sejumlah ormas Dayak mengalang kekuatan unjuk rasa damai di Bundaran Kota Palangkaraya. Sehingga terjadi Pro dan Kontra di Kalangan Masyarakat Adat Dayak.
Pihak yqng kontra menilai aksi tersebut sangat disayangkan kenapa sesama Dayak harus unjuk aksi kekuatan masa. Jika memang ada kebuntuan masalah harusnya diadakan musyawarah dan berdialog sesuai dengan kearifan lokal Filosofi Huma (Rumah) Betang.
Apakah dengan kejadian ini Filosofi Huma Betang dengan mengedepankan: Musyawarah, Kesetaraan, Kejujuran Dan Kesetian sudah mulai luntur di kalangan Masyarakat Adat Dayak?
Penomena ini jangan sampai dibiarkan berkembang biak jika Dayak tidak mau Punah. Perlu sekali kepada semua ormas Dayak yang besar maupun kecil untuk satu konsep pemikiran yang sama SATU DARAH DAYAK.
Sejarah mencatat bahwa sebelum Perjanjian Tumbang Anoi 1894 terjadi Banyak Pemuka dan Tokoh Adat Dayak menjadi korban NGAYAU (Tradisi Potong Kepala sebagai Mahar Dan Kesatriaan).
Sedangkan pihak yang Pro terhadap aksi tersebut menyampaikan bahwa aktivitas TBBR dianggap sudah melewati Batas Wilayah karena TBBR berasal dari Kalimantan Barat yang dianggap berbeda budayanya meskipun masih satu rumpun Dayak.
Sangat disayangkan memang jika perbedaan pandangan ini jika tidak segera diselesaikan akan berakibat patal terhadapa kesatuan Satu Darah Dayak di Bumi Boneo. Pihak yang pas dianggap bisa menyelesaikna akan kasus ini sebagai tiang tenggah adalah DAD Kalteng, tapi karena asalnya TBBR dari Kalbar maka pusat perhatian saat ini mengarah kepada Majleis Adat Dayak Nasional (MADN).
Kebuntuan masalah sudah mulai terasa ada yang melapor ke Polda Kalteng dan ada juga yang akan melaporkan kasus ini ke MADN di Jakarta sebagai induk besar ormas Dayak dan sebagai filosofi Huma Betang Dayak.
Agustinus PJ saat menghadiri kegiatan pengalangan Dana Peduli Korban Banjir Sintang di Mall Seasons City Jakarta pada pekan lalu menyampaikan kepada media ini: “Bahwa terkait penolakan oleh sejumlah ormas Kalteng terhadap TBBR yang dipimpinnya dia merasa maklum karena ada yang terganggu akan aktivitas TBBR Kalteng saat ini selalu membela masyarakat akar rumput yang teraniaya di Kalimantan Tengah.
Untuk menjaga Keutuhan Satu Darah Dayak saya sebagai Pimpinan Tertinggi TBBR harus mengambil jalan tengah dan berjiwa besar apapun itu buat saya adalah pelajaran bagi kita orang Dayak bagaimana untuk memotivasi kita untuk lebih baik lagi dan TBBR siap menerima masukan dan saran dari berbagai pihak demi terwujud Perdamaian Suku Bangsa Dayak. Ujarnya
Lebih lanjut Agustinus PJ juga menyampaikan kepada generasi muda Dayak tetap menjaga benteng pertahanan dan terus ikut membela masyarakat dan menyelesaikan masalah dengan cara yang baik sesuai dengan kearifan lokal adat budaya Dayak sehingga tidak mudah untuk terprovokasi, ujar Agustinus PJ.
Setiap saran dan masukan akan saya terima dan disampaikan kepada generasi- generasi muda dimanapun berada karena TBBR itu sudah berkembang di Masyarakat Dayak. Apapun itu masalah kita selesaikan dengan cara yang baik, TBBR harus exsis dimanapun kalian berada. Motto TBBR adalah: KAMI TIDAK KE MANA-MANA TAPI KAMI ADA DIMANA-MANA, ujarnya.
Palsafah dan Motto TBBR cocok dengan semboyan Tariu, Roh Tariu sendiri dalam budaya Dayak Kanayatn adalah Suara Penyemangat Ajakan Perang mejadi roh kekuatann religi Dayak untuk mengentarkan pihak lawan sehingga Sumangat (roh dalam diri) mejadi ketakutan dan menyerah kalah. (Rudi/ Bajare007)