| Penulis: R. Masri Sareb Putra
Saya jadi berpikir. Jika semua orang punya. Apa pun itu. Barang berharga sekalipun. Tak bakal ada orang yang mencuri. Seperti duren di kampung kami! Bukan karena warga manusianya setengah dewa. Melainkan karena tidak ada niat, meski kesempatan ada.
Diant omang. Atau: duren kakek. Sebagai buah kelas wahid, orang Dayak menganggap duren warisan bagi anak cucu. Di tembawang, buah yang kulitnya berduri itu ditanami. Bukan saja sebagai simbol keluarga berpunya, melainkan juga warisan.
Buah bungaran duren di Borneo mulai matang. Satu dua telah pun jatuh. Tahun ini, musim buah raya. Begitu biasanya. Buah raya tiap dua tahun sekali.
Di kampungku, Jangkang. Dua kecamatan berbatasan dengan Sarawak, Malaysia. Jika musim buah raya, seperti 2019, duren melimpah ruah. Tak ada harga. Di kebun kami, ditimbun saja di sekitar pohon. Silakan yang memerlukan mengambilnya. Namun, karena semua orang punya, sampai busuk. Tak ada yang melirik.
Orang Dayak punya tembawang. Sebidang, atau sehamparan hutan buah. Biasanya, bekas perkampungan, yang dahulu dihidupi, bukan hanya ditinggali.
Yang uniknya. Warga kampung boleh mananam apa saja di tanah orang. Tanah itu tanah orang, tapi tanaman buah itu milik si penanam. Nanti, jika berbuah, harus dibagi. Itu jika buahnya hanya sedikit. Jika buah raya, biarkan saja. Siapa yang lewat, dia yang menikmati. Makan di tempat, sampai puas. Asal jangan dibawa pulang. Itu ada adatnya. Istilahnya “makan di pokok”.
Pas musim buah raya. Yang siklusnya tiap dua tahun sekali.Buah duren di kampungku tak laku. Ditumpuk di sekitar pohon. Disepak-sepak saja bagai bola.
Bahkan, terjadi pada musim buah raya 2019. Buah-buah durian, di kampungku, ditumpuk saja di sekitar pohonnya. Sampai busuk. Hal itu karena semua orang punya.
Saya mengalami. Manjat duren kakek, atau menunggu jatuh duren kakek, yang sukacita adalah kumpul-kumpul keluarga itu. Durennya tidak seberapa. Tapi jika jatuh, terdengar, kita ramai-ramai mencarinya. Sensasinya itu!
Saya lalu berpikir: Jika di dunia ini, semua orang punya, maka tidak ada niatan atau kehendak menginini atau mencuri milik orang. Atau mengambil sesuatu. Andaikata semua warga makmur, kejahatan itu semakin minim.
Benarkah?
Saya tak hendak menjawabnya. Kembali ke laptop saja. Ke judul tulisan ini.
Orang Dayak punya tembawang bersama. Dalam istilah orang Jangkang “buah sama”. Namun, dibiasakan sejak muda, agar setiap orang harus menanam tanaman buah. Sedemikian rupa, sehingga tanaman itu menjadi semacam legacy. Karena itu, kami mengenal istilah: Durian kakek.
Durian kakek harus dibagi-bagi, tidak boleh dinikmati sendiri. Berapa anaknya? Berapa cucunya? Harus sama menikmati. Kalau misalnya ada anggota keluarga yang tinggal di tempat jauh, jika mungkin, dikirim. Jika tidak, mereka wajib diberitahu. Itulah “adat basa”.
Jika misalnya dipanjat –biasanya orang Dayak makan buah durian mentah, untuk sayur, atau untuk diperam– maka semua anak dan cucu cicit kakek harus ada bagiannya.
Misalnya, sebatang durian buahnya 1.000. Anak cucu kakek ada 100. Maka semua mendapat 10 buah durian. Yang besar kecilnya kurang lebih sama. Kita akan menyaksikan, di bawah naungan pohon durian itu, ada 100 tumpukan yang –wajib dikagumi– kurang lebih sama. Itulah pembagian. Itulah keadilan. Juga budaya berbelarasa.
***
SEJAUH yang saya mengalami, selama ini. Manjat duren kakek, atau menunggu jatuh duren kakek, yang sukacita adalah kumpul-kumpul keluarga itu. Durennya tidak seberapa. Tapi jika jatuh, terdengar, kita ramai-ramai mencarinya. Sensasinya itu!
Durian kakek bukan sekadar tanaman. Ia juga budaya.
Kami menikmati durian ayah kami, Sareb. Dan Sukacita itu terasa.
Nah, mengikuti tradisi itu, saya pun menanam durian untuk anak cucu. Jumlahnya baru: 200 batang. Aneka jenis. Dari lokal hingga dari Malaysia. Juga ada dari Salatiga. Dari diatn tomaga (durian tembaga, kuning warna dagingnya) diatn toranyakng (durian keranjang, panjang besar), dan diatn botuh (durian batu), bulat besar sebesar periuk nasi. Ada duren unggul, musang king dan monthong juga.
Cucu dan cicit saya nanti pasti akan bilang: Itu durian kakek!