| Laporan: Victor Emanuel
Sintang, detikborneo.com – Wakil Bupati Sintang Sudiyanto, S.H. pimpin pelaksanaan Coffee Morning Siaga Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Kabupaten Sintang pada (Jumat, 23/7/ 2021) di Langkau Kita Rumah Dinas Wakil Bupati Sintang.
“PERBUP Sintang tentang Tata Cara Pembukaan Lahan di Kabupaten Sintang ini memang masih jauh dari sempurna, sehingga masukan dan saran dari Forkopimda sangat penting untuk kami terima, sehingga Perbup ini lebih diharapkan bisa sesuai dengan kondisi saat ini. Saran masukan secara tertulis. Silakan diantar ke Bagian Hukum Setda Sintang,” ungkap Wakil Bupati Sintang.
“Saya ini berasal dari keluarga petani, dan orangtua saya juga petani peladang,” tegas Wakil Bupati Sintang.
“Dirinya ingat waktu kecil dulu, kalau mau bakar ladang itu, pasti ramai-ramai, Setiap pemilik ladang membuat sekat api (dibuat LADAK) yang lebar,” ungkapnya.
“Ketika membuat ladang pada lahan yang berada di antara kebun karet harus ekstra hati-hati. Saat ini pun jumlah orang yang masih berladang itu semakin sedikit. Warga berpendapat, tidak berladang pun mereka masih bisa beli beras dengan aktifitas mata pencaharian lain. Hal ini menunjukkan sudah mulai sedikit ke arah perubahan yang tanpa paksaan dari pihak siapa pun. Dan aktifitas berladang ini pun saya lihat sudah tidak semua kecamatan,” lanjut bapak Sudiyanto.
“Maka perlu ada pemetaan wilayah terkait aktifitas berladang, sehingga terdapat dan terlihat data daerah mana saja yang ada peladang yang banyak. Di contohkan Wakil Bupati Sintang, seperti Kec. Sepauk, warga yang berladang itu masih ada di Sepauk Hulu, sedangkan di Sepauk Tengah dan Hilir sudah mulai berkurang begitu juga kecamatan lain sudah berkurang,” terangnya.
Stop! dan kita tidak ingin ada proses hukum bagi peladang kita. kita tidak yang hanya menyita waktu, energi dan biaya.
“Maka melalui regulasi di Perbup ini dan sosialisasi yang masif harus kita lakukan, tegas Wakil Bupati Sintang dihadapan peserta diskusi Karhutla. Yang buka ladang sampai 2 hektar pun sudah tidak ada. Lahan semakin sempit, itu pun diantara kebun karet mereka. Pelan-pelan mereka juga pindah ke lokasi yang rawa-rawa atau sawah ala kampung. Dan supaya menjadi sawah yang benar tentu perlu proses,” terang Wakil Bupati Sintang.
Dalam paparannya di ruang diskusi Karhutla Wakil Bupati Sintang mengutarakan pengalamannya:
“Sebagai petani, kalau kayu yang ditebang sudah besar, kalau kayu dan ranting sudah mati, asapnya tidak terlalu banyak dan bakar ladangnya cepat selesai. Yang menyebabkan banyak asap ini, daunya belum terlalu kering. Ini pengalaman saya. Kemudian cara membakar juga harus kita sosialisasikan teknisnya, seperti titik awal mulai membakar, yakni dari pinggiran keliling lahan sehingga apinya mundur dan bertemu ditengah, kemudian saat membakar bawa orang yang banyak (sebagai kearifan lokal BEDURUK bukti gotong royong), dan warga yang diajak semua membawa hand sprayer yang terisi air.”
“Kita berharap untuk beberapa tahun ke depan berkurang terus meneruslah jumlah orang yang berladang dan bisa beralih ke cara bertani menetap (sawah jika memang ada tersedia lahan),” terang Wakil Bupati Sintang.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan & Kesejahteraan Rakyat Syarief Yasser Arafat,S. Sos, M.Si menyampaikan soal tata cara membuka lahan sebelumnya sudah diatur dengan Peraturan Bupati Sintang Nomor 57 Tahun 2018. Kemudian setelah mendengarkan masukan dan mempertimbangkan dinamika di lapangan, diubah lagi menjadi Peraturan Bupati Sintang Nomor 18 Tahun 2020. Dan direvisi lagi menjadi Peraturan Bupati Sintang Nomor 31 Tahun 2020.
“Memperhatikan perkembangan yang ada, kami bersama tim sudah menyusun perubahan peraturan Bupati Sintang. Oleh karena itu, kami ingin mendengarkan masukan atas substansi materi dan sanksi yang ada dalam rancangan Peraturan Bupati Sintang ini. Secara umum Perbub ini mengatur dua aspek besar, yakni pengaturan tata cara pembukaan lahan tanpa bakar dan pengaturan tata cara pembukaan lahan dengan membakar secara terbatas dan terkendali,” ungkap Yaser Arafat.
“Memperhatikan kondisi masyarakat Kabupaten Sintang dari sisi sosial budaya, norma dan kebiasaan, maka fokus kita pada pembukaan lahan dengan membakar secara terbatas dan terkendali, maka Perbup Sintang ini lebih fokus pada soal itu. Ada mekanisme dan prosedur untuk membuka lahan dengan membakar secara terbatas dan terkendali. Mulai dari proses awal membuka lahan, sampai kondisi dimana masyarakat dilarang membakar lahan karena sudah ditetapkannya kondisi tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan yang ditetapkan berdasarkan indeks standar pencemaran udara yang dirilis Dinas Lingkungan Hidup, jarak pandang yang dirilis Bandara Sungai Tebelian, dan perkiraan cuaca yang dirilis oleh BMKG Sintang” terang Syarief Yasser Arafat.
“Selain itu, dalam Perbup sintang ini juga diatur hak dan kewajiban, tanggungjawab, koordinasi, pembinaan dan pelaporan, pembiayaan, dan sanksi, yang di perbup sebelumya sanksi tidak diatur. Maka di Perbup yang kita akan revisi ini, pada pasal barunya kita masukan pasal tentang sanksi. Sanksi ini karena sasaran kita adalah masyarakat tradisional, maka sanksi masih berupa sanksi adat. Kita ingin mengedepankan nilai adat tradisional sebagai wujud Kearifan Lokal, maka kami siap mendengarkan masukan pasal demi pasal,” lanjut Syarief Yasser Arafat.
***