
Balikpapan, detikborneo.com – Suasana tenang di kawasan wisata Danau Cermin Lamaru, Balikpapan, mendadak mencekam pada Minggu pagi (12/10/2025) sekitar pukul 09.00 WITA. Pondok wisata milik Hartoyo Sengoq, mantan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Balikpapan, diserang oleh oknum preman yang diduga kuat merupakan orang suruhan mafia tanah yang sering membuat ulah.
Penyerangan ini sontak membuat warga setempat dan keluarga resah. Sebelum para pelaku disebut merusak pondok, merusak lahan ritual Belian dan juga acap kali melakukan intimidasi terhadap pekerja dan keluarga Hartoyo yang tengah mengelola kawasan wisata tersebut.

Hartoyo Sengoq, seorang tokoh Dayak Paser yang telah lama berdomisili di Balikpapan, membeli lahan seluas sekitar 11.000 meter persegi dari ahli waris Lantani beberapa tahun lalu. Lahan itu kini dikembangkan menjadi destinasi wisata alam dengan panorama menawan, yang dikenal dengan nama Danau Cermin Lamaru.
Namun ketenangan keluarga ini terusik sejak munculnya seorang oknum berinisial HD yang arogan dengan uang banyak bawa beking yang mengklaim memiliki sertifikat tanah di area tersebut. Menurut keluarga Hartoyo, klaim itu tidak berdasar, sebab lahan mereka telah sah dibeli dengan surat segel asli yang ditandatangani Kepala Kampung Bidol Taru, tanpa ada transaksi lain setelahnya.
“Kami punya bukti lengkap, tidak pernah ada jual beli lagi setelah kami beli dari ahli waris yang sah. Tapi HD ini terus memprovokasi dan bahkan mengirim preman untuk merusak pondok dan mengirim preman untuk memagari lahan kami,” ujar Hartoyo dengan nada kecewa.
Pertama mengirim Preman duapuluhan orang dan Ketegangan memuncak setelah HD disebut kembali mengirim preman bersenjata tajam untuk mengusir keluarga Hartoyo dari lokasi. Beruntung, berkat ketenangan Hartoyo dan anaknya, bentrok besar dapat dihindari meski satu anggota keluarga mengalami luka di telapak kaki akibat kericuhan dan harus mendapat perawatan di rumah sakit.
Sebelumnya, pada jumat (3/10/2025), keluarga besar Hartoyo dan warga sekitar sempat menggelar ritual adat Belian di lokasi, sebagai bentuk perlindungan spiritual terhadap tanah dan usaha mereka.
Setelah insiden berdarah itu, aparat kepolisian segera turun tangan. HD akhirnya diamankan dan dibawa ke Polresta Balikpapan untuk dimintai keterangan. Hingga pukul 16.00 WITA, pihak kepolisian memfasilitasi kesepakatan antara kedua belah pihak, di mana HD dilarang melakukan intimidasi atau tindakan sepihak lainnya di lokasi tersebut.

“Apabila masih ada proses hukum, baik secara negara maupun adat, harus ditempuh dengan cara yang benar. Tidak boleh ada kekerasan,” ujar perwakilan kepolisian.
Kasus ini menambah daftar panjang sengketa tanah yang kerap melibatkan mafia tanah di wilayah Balikpapan dan sekitarnya. Masyarakat adat berharap aparat penegak hukum dan Dewan Adat Dayak (DAD) dapat bersinergi untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak masyarakat adat atas tanah mereka. (Bajare007).