Paser Penajam Utara, detikborneo.com – Delapan hari sudah Banjang penolak bala keraifan lokal Dayak Paser di Pasang oleh Masyarakat Adat setempat pada akses masuk Perusahaan PT. APMR. Jika sampai dibuka tidak sesuai dengan kearifan lokal maka jangan kaget jika sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Akses jalan sejauh 7 km dan lebar 12 di Kelurahan Riko Kecamatan Penajam menuju Perusahaan Sawit PT. APMR nyaris terhenti.
Belum ada titik terang, perwakilan yang diutus oleh pihak perusahaan untuk bernegosiasi menemui Masyarakat Adat Dayak Paser yang menjaga Banjang Tolak Bala tidak membuahkan hasil karena utusan tersebut bukan penentu kebijakan.
Semua berawal dari tuntutan warga pemilik lokasi jalan yang sudah dibangun sejak Tahun 2001 sebagai akses menuju lokasi operasional usahanya. Saat ini usahanya sudah tutup, namun akses jalan digunakan oleh pihak perusahaan PT. APMR yang masuk ke kelurahan Riko sejak Tahun 2005, kemudian dilayangkanlah Surat kepada Perusahaan untuk menganti semua biaya yang sudah dikeluarkan untuk pembuatan jalan tersebut. Tapi hari berganti bulan dan bulan berganti tahun hingga saat ini tidak ada niat baik dari pihak perusahaan untuk penggantian biaya pembuatan jalan tersebut.
Akhirnya warga pemilik lahan kecewa dan menguasakan kepada Kepala Adat Besar Dayak Paser Kalimantan untuk pengurusan lahan mereka.
Pihak perusahaan sampai berita ini diturunkan belum ada informasi apakah mau menganti biaya pembuatan jalan masyarakat tersebut atau tidak.
Malah Tim yang dipimpin oleh Kepala Dinas DPMPTSP dan Satpol PP Kabupaten PPU untuk melakukan penyegelan perusahaan, padahal laporan masyarakat sudah beberapa bulan lalu untuk minta difasilitasi kepada Pemerintah melalui Plt Sekda Penajam Paser Utara tidak direspon positif.
Kini setelah masyarakat Adat Dayak Paser bertindak, baru Pemda Penajam Paser Utara seoalah-olah peduli. Apa yang menjadi alasan Kepala Dinas DPMPTSP dan Satpol-PP mau menyegel perusahaan belum jelas, memang ada kabar yang perlu diselidiki lagi kebenaran bahwa perusahaan ini diduga tidak memiliki izin resmi.
Karena lahan yang digunakan seluas kurang lebih 5.300 Ha adalah lahan milik warga yang dirampas tanpa ada pengantian lahan atau proses jual beli lahan.
Ahmad Ariadi sebagai Kepala Adat Besar Dayak Paser Kalimantan yang ikut hadir ditempat pemasang Ritual Adat Banjang membenarkan bahwa pihak perusahaan tidak mau membayar akses jalan yang dilalui perusahaan setiap hari.
Jika memang warga sekitar dan Masyarakat Adat ada lahannya yang belum dibayar pihak perusahaan maka Kepala Adat Besar Dayak Paser Kalimantan siap membantu masyarakat supaya pihak perusahaan mengembalikan hak atas tanah yang sudah dirampas.
Ariadi juga menyampaikan sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo, Kepala Staf Kepresidenan RI, KAPOLRI, Panglima TNI, Kaploda Kaltim serta Menterian Kehutanan dan Lingkungan Hidup juga pemberitahuan kepada Kapolres PPU, agar mendapat perlindungan dari oknum pejabat sipil, militer maupun kepolisian yang menjadi back up perusahaan serta agar siapa Bos besar yang menjadi dalang semuanya ini terungkap.
Ditempat kejadian ada juga dari Babinsa serta pihak kepolisian yang memantau supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. (Bajare007)