
Pontianak, detikborneo.com – Kota Pontianak, yang dikenal sebagai Kota Khatulistiwa, kembali mencatat sejarah penting dalam perjalanan bangsa—khususnya bagi masyarakat suku bangsa Dayak di Indonesia. Mulai hari ini, Sabtu hingga Senin, 17–19 Mei 2025, kota ini menjadi tuan rumah Musyawarah Nasional II Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN), sebuah momentum besar yang menandai tekad baru kaum intelektual Dayak untuk bersatu, berkontribusi, dan melangkah maju dalam pembangunan Indonesia.
Dengan mengusung tema:
“Mempersiapkan Generasi, Tidak Ada Dayak yang Tertinggal (Empowering the Generation, No Dayak Left Behind)”,
Munas II ICDN menjadi forum strategis untuk merumuskan arah kebijakan organisasi, memperkuat jejaring antar-cendekiawan Dayak di seluruh Nusantara, serta merespons berbagai tantangan zaman—khususnya dalam konteks pembangunan nasional dan kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) di tanah Kalimantan.

Rangkaian kegiatan dimulai hari ini dengan registrasi peserta pukul 10.00 WIB di Hotel Mercure Pontianak, yang disambut hangat oleh panitia lokal bersama jajaran tuan rumah dari Kalimantan Barat. Pembukaan resmi Munas II dijadwalkan pukul 13.00 WIB, diawali dengan makan siang bersama dan dilanjutkan dengan sidang pleno pertama.
Selama tiga hari ke depan, para peserta akan mengikuti berbagai agenda penting: sidang pleno, seminar nasional, dialog kebangsaan, hingga perumusan rekomendasi strategis yang akan memperkuat peran dan kontribusi masyarakat Dayak dalam pembangunan nasional yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional ICDN, Dr. Ir. Willy Midel Yoseph, MM, dalam sambutannya menegaskan bahwa Munas kali ini bukan sekadar agenda rutin organisasi, melainkan momentum konsolidasi semangat dan pemikiran.
“Dayak tidak boleh menjadi penonton di tanahnya sendiri. Kita harus hadir sebagai subjek aktif yang berpikir, berkarya, dan bertindak demi kemajuan bersama. Tidak ada Dayak yang boleh tertinggal,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPD ICDN Kalimantan Barat, Dr. Drs. Adrianus Asia Sidot, M.Si, yang juga anggota Komisi IV DPR RI, menyampaikan apresiasinya atas kepercayaan menjadikan Kalbar sebagai tuan rumah.
“Momentum ini harus kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk memperkuat jaringan lintas daerah, lintas profesi, dan lintas generasi. ICDN adalah rumah besar para pemikir, pendidik, profesional, dan pemimpin masa depan Dayak. Mari kita rumuskan langkah-langkah konkret dan berdampak,” ujarnya.
Para peserta Munas II datang dari berbagai DPD Kabupaten dan Provinsi di wilayah Kalimantan—termasuk Kalbar, Kalteng, Kaltim, Kalsel, dan Kaltara—serta dari Daerah Khusus Jakarta yang merepresentasikan pusat kebijakan nasional. Hadir pula tokoh-tokoh nasional, akademisi, budayawan, tokoh adat, dan generasi muda Dayak yang membawa semangat transformasi dan pembaruan.
Salah satu agenda puncak Munas ini adalah Seminar Nasional bertajuk “Tidak Ada Dayak yang Tertinggal”, yang akan digelar pada Senin, 19 Mei 2025. Seminar ini menghadirkan narasumber dari kementerian terkait, kalangan akademisi, dan kepala daerah, yang akan membahas peran strategis masyarakat adat Dayak dalam pembangunan berkelanjutan, pendidikan, ekonomi kreatif, hingga transformasi digital.
Ketua Panitia Pelaksana, Prof. Dr. Eusabinus Bunau, menyampaikan harapannya agar seluruh rangkaian kegiatan berjalan lancar dan menghasilkan keputusan-keputusan strategis yang bermanfaat nyata bagi masyarakat Dayak.
“Semoga Munas II ICDN ini menjadi tonggak sejarah kebangkitan kaum cendekiawan Dayak menuju masa depan yang lebih maju, sejahtera, dan bermartabat,” ujarnya.
Dengan semangat persaudaraan, solidaritas, dan cita-cita luhur untuk kemajuan bersama, suara Dayak menggema dari Kota Khatulistiwa:
Dayak Bangkit! Dayak Maju! Dayak Indonesia!
Slogan ini bukan sekadar seruan, tetapi harus menjadi roh perjuangan yang menggerakkan langkah kita semua—menembus batas ruang dan waktu. Biarlah seruan ini terus menggema di mana pun orang Dayak berada—meresap hingga ke dalam sanubari—sebagai panggilan mulia untuk membangun peradaban yang adil, berpengetahuan, dan bermartabat bagi suku bangsa Dayak di Indonesia. (Lawadi)





