28.5 C
Singkawang
More
    BerandaFeaturesHati untuk Tanah Kelahiran

    Hati untuk Tanah Kelahiran

    | Penulis: Lala Lisa, M.Pd.

    Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata.

    Saya tumbuh dan besar di hutan “pengorak” dalam bahasa Indonesia bisa diartikan hutan belantara. Hutan yang jauh dari pemukiman, memerlukan waktu sekitar 6 jam untuk sampai ke pemukiman warga. Keadaan itu telah memberi pengalaman tersendiri. Selain duka (kesulitan) tentu saja banyak pengalaman yang sangat menyenangkan saya rasakan. Bahkan masih jelas dalam ingatan sampai hari ini.

    Walaupun begitu saya dan adik saya sangat menikmati masa kecil kami. Kami pergi ke “uma” atau keladang, ikut “banyi” atau panen padi, ngaret dan melalukan aktivitas lainnya. Biasanya kami baru ke kampung seminggu sekali bahkan bisa sebulan sekali untuk menjual karet dan menjenguk abang dan nenek kami.

    Dan karena jarak yang sangat jauh tersebut membuat saya dan adik saya tidak bisa mengecap pendidikan lebih dini tapi kami bersyukur bahwa abang kami sudah sekolah karena ia tinggal bersama nenek di kampung dan di sana ada sekolah. Saya baru bisa masuk SD pada umur 9 tahun dan adik saya pada umur 7 tahun.

    Karena kami harus bersekolah orangtua kami memutuskan untuk pindah ke hutan yang lebih dekat dengan sekolah dan di sana mereka bisa berladang dan ngaret juga karena ada kebun nenek. Dan akhirnya saya dan adik saya bisa bersekolah walaupun masih harus berjalan kaki setiap hari sekitar 30-40 menit agar bisa mengecap pendidikan.

    Sebelum lanjut, mungkin ada yang bertanya, ini orang dari daerah mana? Ya, dari salam di atas saya yakin beberapa diantara pembaca pasti sudah bisa menebak. Apa suku dan dari mana saya berasal?

    Ya, tak salah lagi saya suku dayak berasal dari Kalimantan Barat dan sekarang tinggal di Kota Tangerang sudah sekitar 10 tahun berjalan. Dan Puji Tuhan pada November 2020 saya telah menyelesaikan pendidikan S2 saya, sungguh ini adalah pemberian yang berharga dari sang pencipta.

    Sebenarnya kami bisa tinggal dengan nenek dan abang, tapi kami lebih memilih tinggal bersama papa dan mama, dan abang kami juga sering menjenguk kami di pondok (istilah rumah yang di dalam hutan). Setahun, dua tahun, bahkan beberapa tahun berlalu akhirnya saya menyelesaikan sekolah dasar saya di SDN No. 14 Dusun Sei Ronggas, menyelesaikan SMP di SMPN O6 Tayan Hilir dan SMK saya di SMK Bina Bangsa Meliau.

    Setelah menyelesaikan Pendidikan Menengah Kejuruan (SMK) saya memutuskan dan memberanikan diri untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi serta dengan berat hati meninggalkan daerah untuk mengapai cita-cita, agar memiliki masa depan yang lebih baik dan membanggakan orangtua.

    Selama di perantauan saya terus berpikir apa yang saya bisa lakukan untuk daerah khususnya daerah kelahiran saya Dusun Sei Ronggas dan daerah sekitarnya. Bahkan sampai hari ini hati saya masih untuk daerah, saya berharap bisa berkontribusi dalam banyak hal untuk kemajuan daerah khususnya dalam bidang pendidikan.

    Pendidikan sangat penting, melalui pendidikan anak-anak kita, generasi kita yang di daerah bisa berkarya. Mereka bisa membangun daerah dengan segala pontesi yang di berikan Tuhan. Mereka hanya tidak memiliki “motor atau pengerak” yang membimbing dan mengarahkan mereka.

    Sebagai salah satu putri daerah yang berada di perantauan, saya juga berusaha dapat berkontribusi untuk daerah. Saya mengingatkan pentingnya pendidikan kepada saudara, om, tante, adik, ponakan dan masyarakat yang di daerah. Selian itu, terus mengedukasi setidaknya melalui tulisan-tulisan terkait pentingnya pendidikan. Anak-anak dan generasi kita di daerah mereka bisa berkarya seperti generasi di kota. Mereka layak dan pantas mendapatkan masa depan yang lebih baik bahkan lebih baik daripada yang kita miliki hari ini.

    Salam kasih untuk putra-putri daerah di mana pun berada.

    ***

    Artikulli paraprak
    Artikulli tjetër

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita