26 C
Singkawang
More
    BerandaSpiritualHanduk Pelayan

    Handuk Pelayan

    | Penulis: Hery Susanto

    Sahabatku, mari kita tengok sejenak secuil kisah cantik yang begitu jarang, bahkan sangat sedikit diketahui orang. Tenzing Norgay adalah nama orang. Saya yakin sahabatku tidak begitu mengenalnya. Namun bagai-mana kalau Sir Edmund Hillary?

    Ya, banyak orang mengenal nama besar itu. Sir Edmund Hillary adalah seorang pendaki gunung tertinggi pertama di dunia yang selamat mencapai puncak Gunung Everest. Tenzing Norgay adalah penduduk asli Nepal yang bertugas menjadi pemandu jalan bagi orang-orang yang memiliki niat mendaki puncak Gunung Everest… Salah satunya ialah Sir Edmund Hillary.

    Pada tanggal 29 Mei 1952, Sir Edmund Hillary berhasil mencapai puncak Gunung Everest. Karena keberhasilannya itu, Sir Edmund Hillary mendapat gelar dari Ratu Inggris Ratu Elizabeth II. Namun, dibalik keberhasilan Sir Edmund Hillary, Tenzing Norgay memiliki peranan yang sangat besar.

    Mengapa Tenzing Norgay tidak terkenal dan mendapatkan semua hal yang didapatkan Sir Edmund Hilllary? Padahal dia adalah pemandu yang seharusnya bisa saja menjadi orang yang pertama kali menginjakkan kaki di puncak Everest?

    Saat itu banyak reporter yang mewawancarai Sir Edmund Hillary. Dan rupanya hanya satu saja reporter yang tertarik mewawancarai Tenzing Norgay. Berikut petikan wawancaranya:

    Reporter: “Bagaimana perasaan Anda berhasil menaklukkan puncak?”

    Tenzing : ”Senang sekali”

    Reporter : ”Anda pemandu, bukankah Anda berada di posisi di depan Sir Edmund Hillary? Bukankah seharusnya andalah yang menjadi orang pertama yang menginjakkan kaki di puncak Gunung Everest?

    Tenzing : ”Ya benar sekali. Pada saat tinggal selangkah lagi, saya mempersilahkan dia untuk menjejakkan kakinya dan menjadi orang pertama yang sampai di puncak Gunung Everest…”

    Reporter : ”Mengapa Anda melakukannya?”

    Tenzing : ”Karena itu adalah impiannya, bukan impian saya. Impian saya hanyalah mengantar dan membantu- nya menggapai impiannya.”

    Kemungkinan Anda sudah pernah mendengar kisah mengharukan di atas, namun sebuah hal yang menarik bahwa popularitas Sir Edmund Hillary tidak berpengaruh kepada Tenzing karena dia sudah menemukan kebahagiaannya sendiri. Pencapaian misinya telah terjadi sehingga baginya tidak masalah siapapun yang dapat meraih mimpi itu. Kebahagiaan Sir Edmund Hillary juga adalah kebahagiaannya sendiri.

    Namun dalam realita kehidupan manusia, seringkali manusia bukannya mendorong orang lain apalagi mengupayakan dan menghantarkannya sampai maksimal hal yang ingin diraih oleh orang lain. Justru lebih banyak orang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. ‘Mumpung ada uang, mumpung ada jabatan, mumpung kenal dengan orang berkuasa dan lain sebagainya.

    Jika kita peka terhadap kepribadian manusia yang dapat dibedakan antara motif ego dan motif kebaikan. Ada yang memanfaatkan kebaikan sebagai kendaraan untuk memuaskan egonya, atau sebaliknya egonya adalah melakukan kebaikan. Yang terpenting di sini adalah kebaikan tertinggi tercapai dengan semakin menghablurnya keegoisan kita.

    Alkitab mengatakan bahwa tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabatnya (Yohanes 15:13). Hal ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Tenzing Norgay terhadap Sir Edmund Hillary. Tapi lebih lagi yang ditunjukkan oleh Yesus yang rela mengorbankan diri-Nya bagi kita orang yang berdosa dan tidak dapat melepas- kan diri dari hukuman maut.

    Dia tidak mengedepankan ‘ego’nya tetapi kepada pen- capaian kehendak Bapa dan keselamatan manusia yang dikasihi- Nya.

    Lalu bagaimana dengan sikap kita? Apa yang sudah kita lakukan buat Tuhan dan sesama? Apa yang sudah kita korbankan sebagai tanda kecintaan kita kepada Tuhan dan sesama?

    Segala yang kita miliki menjadi tidak ada artinya jika hanya berguna bagi kita saja. Pengorbanan terjadi ketika kita rela memberikan apa yang kita miliki untuk kebahagiaan orang lain. Pengorbanan melibatkan kasih yang compassionate, sungguh-sungguh.

    Semakin banyak kasih kita bagikan maka kasih itu akan mengalir semakin banyak seperti sungai yang mengaliri hidup orang lain. Menjadi seorang pelayan yang selalu siap dengan lap atau handuk yang digunakan untuk melayani orang lain. Handuk itu menjadi berguna ketika dia rela menjadi kotor dan digunakan untuk membersihkan kotoran yang ada dalam hidup orang lain.

    Gunakanlah semua piranti yang Tuhan berikan di tangan Anda sehingga Anda memiliki hidup yang lebih berguna bagi orang lain dan menyenangkan hati Bapa.

    ***

    Sumber ilustrasi: https://us.123rf.com/450wm/auremar/auremar1206/auremar120617534/14106245-waiter-showing-his-tray.jpg?ver=6

    ***

    Bionarasi

    Hery Susanto

    Dr. Hery Susanto, M.Th. dilahirkan di Salatiga, Jawa Tengah pada 21 Januari 1973.

    Dosen di STT JKI. Aktif menulis dan berkiprah di bidang teologi dan filsafat.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita