Cornelis adalah representasi sekaligus prototipe Dayak. Bagi suku bangsa Dayak kemunculannya dalam dunia politik seperti oase di padang gurun. Sudah lebih setengah abad orang Dayak menanti seorang pemimpin sekaliber Oevang Oeray dan Tjilik Riwut. Dua pemimpin yang kuat, berkarakter, pemberani dan memiliki pengaruh yang melampaui batas dan memintas sekat-sekat. Sifat-sifat tersebut kini ada dalam diri Cornelis.
Karier Cornelis mulai dari bawah. Setelah lulus APDN tahun 1978, ia meniti karir sebagai PNS yang dimulai dari staf di pemerintahan tingkat desa. Karirnya semakin menanjak ketika menduduki Camat Menjalin (1989 – 1990) dan Camat Menyuke (1995 – 1999).
Karirnya semakin melejit saat ia menjadi Bupati Landak periode 2001-2006 dan terpilih kembali untuk periode 2006 – 2011. Belum habis masa jabatan kedua ini, November 2007 dengan diusung PDI Perjuangan Cornelis yang berpasangan dengan Christiandy Sanjaya memenangkan pemilihan gubernur dengan perolehan 43,7% suara, mengungguli tiga pasang kandidat lainnya. Keduanya kemudian dilantik pada 14 Januari 2008 oleh Menteri Dalam Negeri Mardiyanto.
Menuju periode kedua, Cornelis dan Christiandy Sanjaya tetap berpasangan dan terpilih kembali melalui Pemilukada 2012. Mereka menang dengan perolehan 52,1% suara, mengalahkan tiga pasang kandidat lainnya. Keduanya dilantik untuk masa jabatannya yang kedua pada 14 Januari 2013 oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Ketika menjabat gubernur Kalbar Cornelis membangun Jalan Trans Kalimantan yang memungkinkan akses ke pedalaman terbuka. Masyarakat boleh menikmati sedikit dari kue pembangunan. Transportasi lancar dan tempat-tempat di pedalaman Kalbar terjangkau jaringan listrik dan sinyal telepon.
Semasa Kepemimpinannya, Cornelis meninggalkan beberapa legasi seperti: Katedral Pontianak, Mesjid Mujahidin Pontianak, Jembatan Tayan dan kantor Bupati Landak. Selain itu ada beberapa karya budaya Kalbar masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda Indonesia 2017. Karya budaya tersebut antara lain: Gawai Dayak Kalbar, Jonggan, Tari Pinggan Sekadau, Saprahan Melayu Pontianak, dan Sape’ Kalbar. (hlm. 94 -95).
Setelah tidak lagi menjabat gubernur, Cornelis terpilih sebagai anggota DPR RI. Ia berkantor di Senayan, sembari tidak lupa akan akar rumput manusia Dayak: ia bertani dan berkebun. Akhir pekan, atau di sela-sela kesibukannya sebagai wakil rakyat, ia terjun langsung bertani dan bercocok tanam (hal. 191 -213).
***
Buku ini adalah biografi yang mencatat pemikiran, ucapan dan tindakan sang pemimpin yang bernama Cornelis. Membaca buku ini dapat memotong kurva belajar karena tidak perlu belajar bertahun-tahun dan membaca puluhan referensi tentang seluk-beluk kepemimpinan. Dalam berapa jam kita sudah dapat memahami dan mengerti tentang kepemimpinan efektif.
Penulis menggolongkan Cornelis sebagai pemimpin inspiratif, melayani, berkarakter dan merakyat. Cornelis juga seorang pemimpin pemberani, tercermin dari semboyan yang dimilikinya: Kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan berani (hal. 140).
Kelebihan buku ini karena dicetak dengan kertas putih dan dipenuhi dengan gambar berwarna. Buku ini perlu dibaca para pemimpin, politisi dan para birokrat. Buku ini juga dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda yang ingin mengabdi kepada kepentingan rakyat (Amon Stefanus).