| Penulis: Balqis Yessa Nurlanda
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau yang biasa disebut dengan UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian di Indonesia. Namun, dengan kondisi pandemi Covid- 19 saat ini, hambatan sangat tergambar nyata bagi mereka dalam melaksanakan kegiatannya. Untuk itu perlu adanya dukungan kepada para pelaku UMKM sehingga mereka mampu untuk terus bertahan dalam melewati keadaan ekonomi Indonesia yang terus memburuk di tengah pandemi Covid-19.
Sejak tahun 2018 lalu, pelaku UMKM telah dikenakan pemungutan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% (nol koma lima persen). Maksud dari PPh final disini adalah pajak yang dibayarkan atau yang dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final. Dengan demikian, pelaku UMKM memiliki kewajiban untuk membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) final yang diperoleh berdasarkan pada jumlah peredaran bruto yang tidak lebih dari Rp4,8 miliar pertahun. Hal ini, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Mengingat kondisi pandemi saat ini, pemerintah memberikan suatu bentuk dukungan kepada pelaku UMKM, yaitu dengan pemberian insentif Pajak Penghasilan (PPh) Final yang Ditanggung Pemerintah (DTP). Sebagai wajib pajak yang menjalankan skema PPh final, tentunya UMKM juga bisa ikut memanfaatkan insentif tersebut. PPh final ditanggung pemerintah merupakan bentuk pemberian keringanan kepada pelaku wajib pajak yang menggunakan skema PPh final (UMKM) yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara menanggung pajak penghasilan mereka yang seharusnya dibayarkan sebesar 0,5% dari jumlah bruto yang beredar. Dengan demikian, pelaku UMKM tidak perlu lagi setiap bulannya untuk melakukan penyetoran pajak.
Saat ini, pemerintah telah melakukan perpanjangan terhadap insentif PPh final ditanggung pemerintah sampai dengan 31 Desember 2021. Perpanjangan tersebut telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2021 yang telah diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 2021. Peraturan baru ini merupakan perubahan dari peraturan yang telah ada sebelumnya, yaitu PMKRI Nomor 9 Tahun 2021. Pada perubahan ini, mengatur tentang pemberian perpanjang jangka waktu insentif pajak yang dirasa masih perlu untuk dilakukan. Selain itu, perubahan ini juga berisikan tentang kriteria wajib pajak yang masih dapat memanfaatkan perpanjangan insentif tersebut.
Sebelum mengetahui lebih lanjut terkait cara memanfaatkan insentif PPh final UMKM ditanggung pemerintah yang terus diperpanjang ini. Perlu adanya pemahaman terlebih dahulu tentang wajib pajak apa saja yang masih dapat menikmati PPh final sampai dengan tahun 2021. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 5 dalam PPRI No 23 Tahun 2018. Dijelaskan tentang jangka waktu tertentu pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final.
Terdapat penggolongan tiga jenis jangka waktu tahun pajak bagi wajib pajak. Pada peraturan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk tahun 2021 wajib pajak badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) sudah tidak lagi dapat memakai skema PPh final meskipun jumlah peredaran brutonya belum melebihi Rp4,8 miliar. Oleh karena itu, UMKM berbadan PT tidak lagi dapat memanfaatkan perpanjangan insentif tersebut. Hal ini disebabkan skema PPh final bagi wajib pajak berbentuk PT hanya dapat digunakan dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak 2018. Namun, untuk wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer, atau Firma masih dapat menggunakan perhitungan tarif PPh final tersebut pada tahun 2021.
Lalu, apa yang harus UMKM lakukan agar dapat memanfaatkan perpanjangan insentif ini?
Pelaku UMKM tidak perlu lagi untuk mengajukan surat keterangan PP 23 jika ingin memanfaatkan insentif PPh final ditanggung pemerintah yang terus diperpanjangan ini. Pelaku UMKM hanya perlu untuk menyampaikan laporan realisasi setiap bulannya. Berikut ini adalah cara melakukan penyampaian laporan realisasi.
- Langkah pertama yang harus dilakukan untuk melakukan pelaporan realisais ialah dengan mengunjungi laman www.pajak.go.id. Pastikan memiliki akun djponline terlebih dahulu. Kemudia lakukan login dengan memasukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kata sandi, dan kode keamanan.
- Setelah login berhasil dilakukan, pilih menu “Layanan”, kemudian tekan angka “2” yang terletak pada bagian kanan bawah untuk menuju ke slide berikutnya.
- Pilih layanan “eReporting Insentif COVID- 19”. Setelah itu, akan diarahkan pada tampilan dashboard yang berisikan daftar pelaporan realisasi. Untuk melakukan pelaporan baru, tekan “Tambah” yang terletak pada bagian kanan atas.
- Wajib Pajak akan diminta untuk mengisi Tahun Pelaporan dan Jenis Pelaporan yang akan dilakukan. Untuk kolom Tahun pelaporan pilih “2021 – Semester II” dan pada Jenis Pelaporan pilih “PPh Final DTP (PMK-82 2021)” kemudian tekan “Lanjutkan”.
- Selanjutnya, unduh format file excel laporan realisasi PPh final DTP pada bagian kiri halaman. Isi dengan lengkap dan benar sesuai dengan keadaan bulan tersebut. Laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah meliputi seluruh penghasilan bruto dan PPh final yang ditanggung pemerintah sebesar 0,5%. Jangan lupa untuk melakukan validasi dengan menekan “Validasi” yang terletak pada kolom paling kanan excel.
- Selanjutnya, diminta untuk mengisi Masa Pajak dan mengunggah File Laporan Realisasi. Sebelum melakukan pengunggahan laporan, lakukan penamaan pada file laporan realisasi dengan format yang telah ditentukan oleh sistem.
- Setelah melakukan penamaan, unggah file excel laporan realisasi pada kolom laman tersebut, kemudian tekan “Upload” pada bagian kanan bawah.
- Setelah itu, akan muncul tulisan “Pelaporan berhasil diupload” dan dapat melakukan pengecekan hasil validasi laporan yang telah diupload melalui menu “Monitoring”. Terdapat tiga kemungkinan yang dapat terjadi atas proses validasi yang telah dilakukan tersebut, yaitu diproses, berhasil, dan gagal.
- Kemudian, untuk mengunduh Bukti Penerimaan Surat (BPS) dapat kembali ke menu “Dashboard” dan tekan lambang unduh pada bulan pelaporan yang telah dilakukan.
Melalui cara yang telah dipaparkan di atas, UMKM sudah dapat memanfaatkan insentif PPh final ditanggung pemerintah. Namun ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam hal ini. Pelaku UMKM memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan realisasi tersebut paling lambat, yaitu pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Apabila pelaku usaha tidak melakukan pelaporan tersebut sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, walaupun peredaran bruto yang diperoleh tidak melebihi Rp4,8 miliar maka pelaku usaha tidak dapat memanfaatkan insentif PPh final ditanggung pemerintah dan wajib untuk menyetorkan PPh final terhutang untuk masa pajak yang bersangkutan sehingga tetap memiliki kewajiban untuk menyetorkan pajak sebesar 0,5% dari omzet yang telah diperoleh dari usaha.
Hal lain yang perlu diperhatikan yakni ketika terjadi kesalahan terhadap pelaporan yang telah diberikan. Pelaku UMKM dapat melakukan pembetulan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan penyampaian pembetulan atas laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, yaitu paling lambat akhir bulan pada bulan berikutnya setelah batas pelaporan.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa, pelaku UMKM sudah tidak perlu lagi untuk melakukan pembuatan surat keterangan. Hal ini disebabkan penyampaian laporan realisasi bagi wajib pajak yang belum memiliki surat keterangan, dapat diperlakukan sebagai surat keterangan. Bahkan sepanjang wajib pajak memenuhi persyaratan seperti yang telah tertuang dalam PPRI No. 23 Tahun 2018 maka nantinya dapat diterbitkan pula surat keterangan.
Melalui adanya insentif PPh final UMKM ditanggung pemerintah yang dilakukan perpanjangan sampai dengan Desember 2021 ini, diharapkan para pelaku UMKM dapat memiliki ruang lebih untuk terus bergerak sehingga mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, juga dapat bangkit kembali dalam menjalankan kegiatan usahanya. Dengan demikian, roda perekonomian Indonesia dapat terus terjaga sekaligus bergerak menuju ke arah positif.
Sumber gambar: https://www.pexels.com/photo/tax-documents-on-black-table-6863259/
***
Bionarasi
Balqis Yessa Nurlanda, Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta