Penajam, detikborneo.com – Kepala Adat Besar Dayak Paser Kalimantan, Ahmad Ariadi D, secara resmi menyampaikan permohonan kepada Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara (PPU) untuk menangguhkan penahanan terhadap empat warga Desa Telemow yang saat ini ditahan atas dugaan penyerobotan lahan milik PT International Timber Corporation Indonesia Kartika Utama (ITCHI-KU).

Permohonan tersebut disampaikan menyusul penahanan keempat warga, masing-masing berinisial Sf, Sh, Hs, dan Rd, pada Kamis (12/3/2025) setelah Kejaksaan menerima pelimpahan tahap dua dari Polda Kaltim. Penahanan ini memicu gelombang protes dan dukungan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk Koalisi Tanah untuk Rakyat yang menilai kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap warga adat.
Ariadi menyatakan bahwa penahanan ini sangat merugikan masyarakat adat dan berpotensi memicu ketegangan di tengah masyarakat. “Kami memohon kepada pihak Kejaksaan Negeri PPU untuk mempertimbangkan kembali penahanan ini. Warga yang ditahan adalah bagian dari komunitas adat yang selama ini hidup dan menggantungkan kehidupan di atas tanah yang diklaim secara sepihak oleh PT ITCI-KU,” ujar Ahmad Ariadi D dalam pernyataan tertulis, Jumat (14/3/2025).

Menurut Ariadi, permasalahan ini berakar pada ketidakjelasan dalam penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) oleh PT ITCI-KU, yang diduga dilakukan tanpa melalui proses sosialisasi dan pelibatan masyarakat setempat. “Kami berharap ada penyelesaian yang adil dan berkeadilan, bukan kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan hak atas tanah mereka,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ariadi menekankan pentingnya pendekatan dialog dan mediasi dalam menyelesaikan sengketa lahan ini. “Kami meminta agar proses hukum dihentikan dan warga yang ditahan segera dibebaskan demi menjaga ketertiban dan kedamaian di wilayah adat kami,” tambahnya.
Sementara itu, Koalisi Tanah untuk Rakyat dalam pernyataannya menyebut bahwa klaim sepihak PT ITCI-KU terhadap lahan seluas 83,55 hektare di Desa Telemow telah berlangsung sejak 2017, tanpa dasar hukum yang jelas. “Penerbitan HGB yang dilakukan tanpa melibatkan masyarakat adalah bentuk ketidakadilan yang nyata. Pemerintah harus turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini dengan adil,” kata perwakilan Koalisi Tanah untuk Rakyat.
Permohonan penangguhan penahanan ini diharapkan dapat membuka ruang dialog yang konstruktif antara masyarakat adat dan pihak perusahaan, serta menghentikan kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak atas tanah adat mereka. (Bajare007)