26.3 C
Singkawang
More
    BerandaSastraKunci Kreatif Menulis Novel

    Kunci Kreatif Menulis Novel

    | Penulis: Matius Mardani

    Apa yang akan saya tulis? Bingung mau nulis apa? Secara tidak eksplisit rasanya ini yang hendak dijawab Kang Pepih.

    Menarik menyimak pemaparan Pepih Nugraha (baca: Kang Pepih) saat launching novel Alena beberapa waktu lalu. Bagaimana proses kreatif Kang Pepih menulis Alena. Beliau tidak memberikan tips bagaimana menulis.

    Tetapi merangsang menggali ide untuk bahan tulisan. Khususnya novel. Sebab ini sangat penting! Sering kita dengar ketika mendorong orang untuk menulis. Pernyataan yang keluar bukan soal menulisnya. Orang yang pernah mengenyam bangku sekolah pasti bisa menulis. Nah, masalahnya, Apa yang akan saya tulis? Bingung mau nulis apa? Secara tidak eksplisit rasanya ini yang hendak dijawab Kang Pepih.

    Bagi Kang Pepih menulis fiksi bukan muncul secara tiba-tiba. Secara sadar ia membunuh kemampuannya sebagai penulis fiksi ketika menjadi wartawan di tahun 80-an atau 90-an. Padahal sebelumnya menulis fiksi sudah dilakoni. Menulis cerpen dan cerbung (cerita bersambung) diberbagai media cetak saat itu.

    Dan sebenarnya novel Alena bukan novel pertamanya. Dulu kalau nulis cerita bersambung 5-6 tulisan itu kalau disatukan jadi satu buku (novel). Namun, pada saat itu tidak terpikirkan untuk dibukukan atau dijadikan novel. Ketika menulis dikirimkan ke penerbit dapat honor selebihnya urusan penerbit. Dan penulis terkukung oleh copyright (hak cipta) yang ada pada penerbit.

    Kreatifitas Kang Pepih dibunuh sendiri karena tahun 1994 memasuki dunia baru dalam pendidikan dan latihan di Kompas. Sebagai bagian dari cita-cita dan dedikasi menjadi seorang wartawan. Cita-cita yang sejak awal dan tengah terpendam.

    Kesempatan itu akhirnya datang, ada di depan mata. Maka ikut testing dan masuk. Harus diakui bahwa pendidikan di harian Kompas itu sangat berat. Salah satunya adalah ultimatum bahwa seorang wartawan tidak boleh menulis berita-berita dengan gaya bahasa lebay atau mendayu-dayu. Menulis berita harus straight (lurus). Straightest (paling lurus). Berita harus langsung tak boleh muter-muter. Tak ada kata-kata mendayu-dayu.

    Kang Pepih harus memilih. Mau menulis berita atau menulis fiksi. Itu jadi pergulatan dan kegalauan luar biasa. Tapi karena tekad ingin menjadi seorang wartawan dunia fiksi harus ditinggalkan. Masuk dunia baru yang disebut dunia jurnalistik. Maka dari tahun 1994 sampai resign (mengundurkan diri) dari harian Kompas awal Januari tahun 2017, Kang Pepih tidak menghasilkan satu cerpen pun apalagi novel. Kemampuan dibunuh oleh keinginan.

    Tetapi ternyata kemampuan itu tidak benar-benar dibunuh atu dimatikan. Kang Pepih menyebut, cuman pingsan. Maka ia berusaha menghidupkan kembali kemampuan dalam menulis fiksi. Ia mencoba menulis cerpen dan cerita bersambung dengan memanfaatkan media sosial. Dan ternyata itu sangat memudahkannya sembari terus-menerus berimajinasi. Akhirnya menghasilkan tiga novel. Dua diantaranya tengah terbit, yakni Alena dan Perempuan Penyapu Halaman.

    Menurut Kang pepih, Alena muncul karena pergulatan dalam dirinya. Ketika keliling ke berbagai daerah, negara, dan benua saat menjadi seorang wartawan. Kang Pepih menangkap suasana di semua negara dan tempat-tempat yang dikunjungi.

    Ini menjadi bagian pertama yang menjadi kunci menulis novel yang kreatif. Pengalaman. Setiap orang (baca: calon penulis) pasti punya pengalaman ketika berkunjung ke suatu tempat.

    Bertemu banyak orang yang membukakan pemahaman tentang dunia lain. Dunia yang berbeda. Budaya yang berbeda. Relativisme budaya. Dan belajar bagaimana cara mereka berpikir dan bertindak.

    Dalam menghasilkan sosok Alena. Kang Pepih mengaku, itu karena mengunjungi India hingga tiga kali. Maka sosok Alena digambarkan seorang perempuan berwajah campuran. Keturunan India dan Sunda.

    Saat pergi ke London, ia menyerap kehidupan di sana. Demikian juga ketika berada di New Delhi, Papua, dan Tasikmalaya kota kelahirannya. Itu semua benar-benar rill (nyata). Pengalaman itu membuatnya mampu menyuguhkan setting dengan baik.

    Ini menjadi bagian pertama yang menjadi kunci menulis novel yang kreatif. Pengalaman. Setiap orang (baca: calon penulis) pasti punya pengalaman ketika berkunjung ke suatu tempat. Kalau tak ada minimal tempat/kota/daerah tempat tinggal. Pengalaman akan tempat memberi kekayaan dalam menyajikan setting. Jadi menulis novel yang kreatif dapat dimulai dari sini.

    Berikutnya, biasanya tips yang diberikan ketika menulis novel adalah menciptakan tokoh. Tokoh dan karakternya. Kang Pepih menuturkan, setting itu riil tetapi orang dan karakternya bisa jadi tidak ada. Itu rekaan. Diciptakan sendiri. Pergulatan kehidupan para tokoh dalam novel berangkat dari peristiwa-peristiwa yang kita amati.

    Observasi (pengamatan). Bisa saja dalam menampilkan tokoh-tokoh itu memiliki kesamaan dengan orang-orang dalam dunia nyata. Kang Pepih merekam gaya hidup, ambisi seseorang, dan yang tak kalah penting adalah percintaan.

    Ini jadi bagian kedua, Observasi (pengamatan). Bisa saja dalam menampilkan tokoh-tokoh itu memiliki kesamaan dengan orang-orang dalam dunia nyata. Kang Pepih merekam gaya hidup, ambisi seseorang, dan yang tak kalah penting adalah percintaan. Kenapa Cinta? Karena cinta kita ada. Kalau ayah dan ibu tidak bercinta. Kita tidak ada.

    Cinta menjadi pembangkit gairah. Roman picisan. Cinta bukan cinta biasa. Cinta yang luar biasa. Seperti dalam novel Alena. Ada pergumulan mengenai cinta. Bagaimana Alena sebisa mungkin mencintai seseorang. Tetapi juga di saat bersamaan, Alena mencari jati dirinya. Siapa saya ini? Ini merupakan pergumulan yang sangat menarik.

    Observasi merupakan bagian dimana kita tidak hanya mengamati tetapi juga merekam peristiwa. Sesuatu yang terkadang tak nampak. Tidak tersurat. Namun mampu kita baca dan pahami. Kemudian kita maknai atau kita beri makna.

    Akhirnya, belajar dari pemaparan Kang Pepih ketika menjelaskan proses kreatif menulis novel Alena. Dua hal itu rasanya menjadi inti bagi calon penulis memperoleh ide dan mengembangkannya menjadi kisah dalam novel.

    Kiranya menginspirasi!

    ***

    Bionarasi

    WhatsApp Image 2021 08 09 at 08.02.20

    Matius Mardani, S.Pd.K. dilahirkan di Kadipiro, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada 23 Januari 1986. Guru di Sekolah Kristen Kalam Kudus Jakarta.

    Selain sebagai guru, bergiat di sebuah lembaga gerakan literasi nasional, yakni 3.1 Creative Writing bersama Paran Sakiu dan Penerbit sekaligus penulis profesional, R. Masri Sareb Putra.

    Telah Menerbitkan buku: Guru dan Perannya Menumbuhkembangkan Habitut Baca di Kalangan Siswa (2019).

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita