
Landak, Kalbar | detikborneo.com – Di tengah belantara Kalimantan Barat yang dahulu masih minim akses pendidikan dan pelayanan rohani, muncul salah satu nama tokoh gereja ditanah Dayak (Landak) yang menorehkan jejak sejarah: Pdt. Napi Gading, Dipl.Th. Lahir pada 24 Juli 1931 di Kampung Palo Bemaya, Ngabang, beliau dikenal sebagai pendeta pertama dari kalangan Dayak Landak, sekaligus seorang Timanggong/ Temenggung Adat Dayak Kanayatn dan Ketua Umum Sinode PPIK Pertama, bersama teman seangkatan masa itu:
- Pdt. Otto Kanoh (alm).
- Pdt. Drs. Paul Nyerom Kanoh
- Pdt. Ropino Saheran (alm)
- Pdt. Kornelius Atok (alm)
- Pdt. Sugit Zibeon, S.Th (alm)
- Pdt. Stefanus Kasman, S.Th
Perjalanan hidupnya Pdt. Napi Gading menyatu dengan sejarah bangsa. Ketika masa penjajahan Jepang mengganggu kelangsungan sekolah, anak muda Napi kecil tetap belajar—dengan bimbingan paman dan para misionaris. Tahun 1952, ia memulai pendidikan di Sekolah Alkitab Balai Sepuak, lalu melanjutkan ke Sekolah Alkitab Berea Ansang, hingga meraih Diploma Theologia.

Namun pendidikan hanya awal. Pdt. Napi Gading kemudian menjelajah berbagai wilayah pedalaman—Bengkayang, Sepauk, Tayan Hulu, hingga Air Besar—untuk membawa Injil kepada suku-suku Dayak yang belum terjangkau. Ia bukan hanya pendeta, melainkan penggerak sosial. Ia mendirikan jemaat, membimbing warga, membangun jalan, jembatan, asrama, bahkan memimpin proyek pemukiman dan pertanian.
Tahun 1970, ia diangkat menjadi Timanggong Binua Sekandis, sebuah jabatan adat Dayak yang memberinya peran ganda: rohaniwan dan pemimpin masyarakat adat. Kepemimpinannya disegani karena menggabungkan iman, kearifan lokal, dan keteladanan hidup.
Dalam struktur Gereja PPIK (Persekutuan Pelayanan Injil Kalimantan), Pdt. Napi dipercaya menduduki berbagai posisi strategis:
- Ketua Umum BPP PPIK (3 periode),
- Wakil Ketua (2 periode),
- Bendahara (3 periode),
- Gembala Jemaat, Penginjil Keliling, hingga Dewan Penyantun Sekolah Alkitab Berea.
Ia adalah saksi sejarah transisi kepemimpinan gereja dari tangan para misionaris asing ke tokoh-tokoh pribumi. Dalam banyak momen penting nasional, seperti perwakilan gereja dalam program nasionalisasi pimpinan, namanya mewakili Kalimantan Barat.

Bersama istrinya, Nyoba binti Ambel, ia membesarkan 7 anak—sebuah keluarga yang terus melanjutkan warisan iman dan pengabdian. Ia pernah berkata, “Pelayanan bukan soal besar nama, tapi setia di tempat Tuhan tempatkan.” Sampai saat ini putra dan putri yang ikut setia melayani sebagai pendeta:
- Pdt. Dr. Nico Pabayo Gading pelayanan di YPPII Batu, Ketua Umum GMII dan Ketua STT ATI Anjungan Pontianak Kalimantan Barat.
- Pdt. Nurani Gading, S.Th pelayanan di GPPIK Anik dan Daerah II GPPIK.
Kini, nama Pdt. Napi Gading bukan sekadar sejarah lokal, melainkan pilar dalam sejarah Kekristenan Dayak dan pembangunan masyarakat Kalimantan Barat, beliau sudah bersama Bapa disorga pada tahun 2004 dimakamkan di Desa Anik Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak Kalimantan Barat.
“Soli Deo Gloria – Segala Kemuliaan Hanya Bagi Allah.” prinsip hidupnya yang masih terngiang di dibenak anak, cucu dan Jemaat. (Lawadi).








