| Penulis: Jery Christianto, S.Tr.Par.
Menurut Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009, “Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Dilansir dari Indonesia-Investment.com dikatakan bahwa sektor pariwisata Indonesia berkontribusi untuk kira-kira 4% dari total perekonomian, serta pada tahun 2019 yang lalu, Pemerintah Indonesia meningkatkan angka ini dua kali lipat menjadi 8% dari produk domestik bruto (PDB).
Pemerintah Indonesia saat ini di bawah komando Presiden Joko Widodo menetapkan pariwisata sebagai salah satu leading sektor perekonomian Indonesia, yang artinya sektor pariwisata memegang peranan yang sangat penting dalam upaya mendukung pembangunan ekonomi yang berdaya saing di Indonesia.
Baca juga: Pantai Samudera Indah
Sektor pariwisata diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan dimana aktivitas pariwisata tersebut dilakukan.
Keberhasilan pembangunan kepariwisataan di suatu daerah sangatlah ditentukan dari arah kebijakan yang diambil oleh pemimpin di daerah tersebut. Selain kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah, para stakeholder terkait juga memainkan peranan yang sangat krusial dalam membangun dan mengembangkan kepariwisataan di suatu daerah.
Menurut Hetifah (2003:3) dalam (Amalyah Reski, dkk:2016) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan stakeholder adalah individu, kelompok, atau organisasi yang memiliki kepentingan, terlibat, atau dipengaruhi secara positif maupun negatif oleh kegiatan atau pembangunan.
Menurut Arief Yahya dalam (Yuniningsih Tri, dkk: 2019) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan Pentahelix adalah kolaborasi 5 unsur subjek atau stakeholder pariwisata yaitu Academician (Akademisi), Business (Industri), Community (Masyarakat), Government (Pemerintah) dan Media (Pers).
Pemerintah memiliki otoritas untuk menetapkan semua keputusan strategis dalam hal pembangunan pariwisata, bahkan menurut Damanik dan Weber (2006) dalam Hilma Rila (2013) mengatakan bahwa dalam hal pengembangan pariwisata, pemerintah dapat memainkan peran/bahkan memiliki tanggung jawab dalam hal peraturan tata guna lahan pengembangan kawasan pariwisata, perlindungan terhadap lingkungan alam dan budaya, menyediakan infrastruktur pariwisata, dan lainnya.
Selain Pemerintah, Akademisi juga berperan penting dalam pembangunan pariwisata, peran yang dapat dilakukan akademisi adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dalam sektor pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan industri, sehingga kegiatan pariwisata tersebut dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan.
Adapun peran industri dalam upaya pengembangan pariwisata adalah lebih condong ke sisi operasionalisasi atau implementasi kebijakan, kontribusi tenaga ahli, tenaga terampil, maupun sumbangan dana, alat, ataupun teknologi.
Masyarakat juga berperan penting dalam pembangunan pariwisata seperti masyarakat dilibatkan secara aktif dalam kegiatan perencanaan pembangunan pariwisata yang berada di wilayah mereka, dimana diharapkan masyarakat mampu untuk memberikan pendapat maupun saran-saran yang akan digunakan sebagai konsiderasi dalam membuat kebijakan.
Peran stakeholder yang terakhir yaitu media. Dengan adanya perkembangan teknologi digital yang begitu masif dewasa ini. Media memainkan peranan yang krusial dalam upaya untuk menumbuhkan dan memajukan sektor pariwisata seperti membantu dalam mendistribusikan informasi terkait dengan daya tarik wisata yang ada di suatu destinasi.
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya di era kemajuan teknologi, ada perubahan perilaku wisatawan dimana mereka menginginkan lebih banyak informasi mengenai suatu daya tarik wisata sebelum mereka mengunjunginya. Oleh sebab itu, informasi yang disampaikan media haruslah informasi yang dapat dipertanggungjawabkan materinya/kredible.
Keindahan Indonesia bukanlah merupakan suatu kerahasiaan, di luar dari top 10 destinasi pariwisata prioritas Indonesia yang ditetapkan melalui surat Sekretariat Kabinet Nomor B 652/Seskab/Maritim/2015 perihal Arahan Presiden Republik Indonesia Mengenai Pariwisata maka yang dimaksud dengan 10 Bali baru merupakan program pemerintah untuk mengembangkan 10 destinasi pariwisata prioritas untuk mendongkrak pemerataan Pariwisata Indonesia.
Adapun 10 Bali baru tersebut adalah meliputi Mandalika di Nusa Tenggara Timur, Pulau Morotai di Maluku Utara, Tanjung kelayang di Kepulauan Bangka Belitung, Danau Toba di Sumatera Utara, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, Borobudur di Jawa Tengah, Kepulauan Seribu di DKI Jakarta, Tanjung Lesung di Banten, Bromo di Jawa Timur serta Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur.
Selain pesona 10 Destinasi Pariwisata Prioritas tersebut, salah satu wilayah di Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki pesona keindahan Pariwisata yang menakjubkan adalah Kabupaten Bengkayang.
Kabupaten Bengkayang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang pembentukan Daerah Tingkat II Bengkayang yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Sambas. Kabupaten Bengkayang terdiri dari 17 Kecamatan, 122 Desa dan 2 kelurahan definitif.
Secara administratif batas-batas Kabupaten Bengkayang adalah antara lain disebelah utara berbatasan dengan Serawak Malaysia Timur dan Kabupaten Sambas, disebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Mempawah, disebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Kota Singkawang serta disebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Landak, adapun luas Kabupaten Bengkayang adalah 5.396,30 km2 atau sekitar 3,68 persen dari total luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat.
Secara topografi, ada dua kondisi alam yang membedakan wilayah Kabupaten Bengkayang. Kondisi alam yang pertama adalah pesisir pantai dan yang kedua adalah daratan atau perbukitan. Dengan adanya keberagaman bentang alam ini, menjadikan Kabupaten Bengkayang sebagai salah satu kabupaten dengan pesona pariwisata yang menakjubkan.
Pemerintah Kabupaten Bengkayang memiliki keseriusan dalam upaya pengembangan kepariwisataan, hal ini dapat terlihat dari keberhasilan Kabupaten Bengkayang dalam menyusun Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Bengkayang pada tahun 2015.
Selain itu, di tahun yang sama pada tahun 2015 dan pada tahun 2016, Pemerintah Kabupaten Bengkayang secara aktif mengirimkan anak muda Kabupaten Bengkayang untuk menempuh studi kepariwisataan, hospitality, serta industri perjalanan di Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali dan Universitas Kristen Satya Wacana yang berlokasi di Kota Salatiga Jawa Tengah.
Adapun output yang diharapkan dari agenda tersebut adalah dapat mempersiapkan sumber daya manusia dalam bidang pariwisata yang turut serta dalam upaya membangun Kabupaten Bengkayang sebagai destinasi pariwisata unggulan.
Jika kita merujuk pada dokumen RIPPARDA Kabupaten Bengkayang dapat diketahui bahwa terdapat 83 daya tarik wisata yang sudah teridentifikasi pada tahun 2014.
Hal ini menunjukan bahwa potensi pengembangan Kabupaten Bengkayang sebagai destinasi pariwisata unggulan di Kalimantan Barat sangatlah mungkin untuk diwujudkan.
Pertanyaannya! Siapkah stakeholder pariwisata membangun dan mengembangkan Kabupaten Bengkayang sebagai destinasi pariwisata unggulan?
***
Referensi Penulisan:
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Bengkayang
https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/industrisektor/pariwisata/item6051
Sejarah
https://travel.kompas.com/read/2019/10/23/104726127/apa-itu-10-destinasi-wisata-prioritas-tugas-lama-untuk-wishnutama?page=all
Reski Amalya,dkk. 2016. Peran Stakeholder Pariwisata Dalam Pengembangan Pulau Samalona Sebagai Destinasi Wisata Bahari. Jurnal Administrasi Bisnis.
Rila Hilma. 2013. Peran Pemerintah Dalam Perencanaan Pembangunan Lapangan Golf Kintamani Dengan Prinsip Pariwisata Berkelanjutan. Binus Business Review Vol 4
Tri Yuniningsih,dkk. 2019. Model Pentahelix Dalam Pengembangan Pariwisata di Kota Semarang. Journal of Public Sector Innovation Vol 3
Sumber gambar: https://kalbar.antaranews.com/
***
Bionarasi
Jery Christianto, S.Tr.Par dilahirkan di Serukam pada 18 Januari 1998.
Lulusan terbaik kedua Program Studi Manajemen Kepariwisataan di Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali angkatan 2015.
Saat ini sedang melanjutkan pendidikan di Program Magister Perencanaan Kepariwisataan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.
Cita-cita ke depan adalah ingin berkarir sebagai seorang akademisi/dosen serta praktisi di bidang perencanaan pembangunan dan pengembangan kepariwisataan.