| Penulis : Hertanto, S.Th., MACM, M.I.Kom., M.Pd.
Pernikahan adalah perpaduan dua pribadi yang berbeda; laki-laki dan perempuan. Prinsip ini tidak dapat diganggu gugat oleh apapun. Pernikahan seharusnya terjadi karena hubungan yang diawali oleh ketertarikan kedua belah pihak yang kemudian berkembang menjadi saling sayang, saling cinta, saling mengasihi, saling membutuhkan dan saling-saling lainnya.
Kata “saling” disini memberi makna bahwa adanya “hukum” timbal balik antara laki-laki dan perempuan yang mengikatkan dirinya. Kata “saling” juga menunjukkan derajat yang sama, hak dan kewajiban yang sama, serta kesamaan-kesamaan lainnya meskipun nantinya peran yang dimainkan berbeda.
Ini bila berbicara tentang pernikahan atau rumah tangga yang normal. Mengapa disebut normal? Karena idealnya seperti itu. Lalu berarti ada yang tidak ideal? Terkesan bahwa ideal itu relatif yah, namun bukankah sebagian besar rumah tangga umumnya seperti itu?
Kata “saling” menjadi kunci utama keharmonisan rumah tangga. Termasuk di dalamnya saling jujur, saling percaya, dan sebagainya. Kembali ke pertanyaan sebelumnya, bagaimana dengan yang tidak ideal?
Mungkin saja pernikahan yang dilandasi karena dijodohkan, karena “kecelakaan” (married by accident), karena aturan adat, karena adanya hutang-piutang dan sebagainya. Bukankah akhirnya kata “saling” itu menjadi timpang? Bukankah disaat kata “saling” tidak menjadi dasar rumah tangga berpotensi rumah tangga tersebut akan tidak baik-baik saja?
Tentu saja opini di atas tidak disetujui semua orang. Yah jelas, namanya juga opini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, opini adalah pendapat, pikiran, pendirian. Artinya bersifat personal. Kecuali sudah masuk ke ranah publik. Menjadi opini sebagian besar masyarakat atau opini umum.
Terkait dengan pernikahan, bukankah tujuan dari pernikahan adalah kebahagiaan? Tentu tidak ada seorang pun yang menginginkan rumah tangganya tidak bahagia. Lalu bagaimana cara mengatasi ketidakbahagiaan dalam rumah tangga?
Kembalikan kata “saling” itu ke dalam rumah, agar tangganya tetap kokoh dan dapat kembali disebut rumah tangga. Rumah yang memiliki tujuan bersama dengan cara membangun setiap “anak tangga” dan itu tidak bisa dikerjakan sendiri karena pernikahan sejatinya terjadi oleh karena ada dua orang yang bersepakat untuk membangun rumah tangga.
Namun berita beberapa waktu lalu dan hangatnya masih terasa adalah kisah pengantin laki-laki yang ditinggal kabur istrinya setelah sehari menikah. Pengantin baru tersebut bernama Fahmi Husaeni (berusia 26 tahun) yang ditinggal istrinya, Anggi Anggraeni (berusia 21 tahun). Mungkin perlu diselidiki lebih lanjut mengenai hubungan kedua orang tersebut. Bagaimana konsep berpacaran mereka? Apakah disaat mereka pacaran tidak dikuatkan kata “saling” atau sebetulnya ada namun hanya “kamuflase saling” yang muncul?
Menurut berita yang tersebar, Anggi Anggraeni sudah menjalin hubungan asmara dengan mantan kekasihnya itu selama empat tahun. Cinta yang terlalu kuat dan belum selesai dengan masa lalunya itulah yang membawa Anggi membuat keputusan untuk meninggalkan suaminya dan lari bersama mantan pacarnya, Adriaman Lase. Rumah tangga yang diidam-idamkan suaminya kini kandas. Ia terpaksa harus menceraikan isterinya yang baru sehari dinikahinya.
Pernikahan sehari kandas! Membayangkannya pun setiap orang tidak mau, apalagi mengalaminya bukan? Belum selesai berita itu, muncul lagi berita goyangnya rumah tangga artis akibat perselingkuhan. Ternyata berumah tangga itu tidak mudah. Saya pun mengalaminya. Betapa beratnya mempertahankan rumah tangga dan butuh DASAR yang lebih dari sekedar kata “saling”.
Alkitab sangat jelas mengatakan tentang hal ini. Dalam Efesus 5:22-33, kasih KRISTUS adalah dasar hidup suami istri. Jadi DASAR yang dimaksud adalah Kasih Kristus.
Percayalah bahwa masalah datang silih berganti. Perselisihan tidak dapat dielakkan, namun bila kita memiliki kasih Kristus yang menjadi dasar hidup berumah tangga, maka semuanya itu akan dapat teratasi oleh karena kasih-Nya.
Dengarlah pesan ini, “Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri dan istri hendaklah menghormati suaminya.” (Efesus 5:33).
“Beautiful wedding is easy, but beautiful marriage is different things.”
Mikir! Ujar Cak Lontong.