| Penulis: R. Masri Sareb Putra
Tahun 2010. Dalam rangka meneliti, kemudian menerbitkan buku Dayak Djongkang, saya melakukan riset mandiri. Yakni meneliti populasi Dayak sedunia.
Metodologi yang saya gunakan cukup unik, namun cukup akurat. Sebelum itu, belum ada yang meneliti: berapa populasi, sekaligus bagaimana persebaran Dayak di dunia?
Metodologi yangdigunakan, pernah saya paparkan dan sampaikan pada Rakernas Ikatan Cendikiawan Dayak Nasional (ICDN) di Samarinda, Oktober 2019.
1. Saya mengumpulkan Data Statistik tiap kabupaten yang ada di Kalimantan. Dari sana, saya jumlahkan populasi Dayak.
2. Saya bandingkan dengan Status Animarum (pencatatan jiwa) orang Katolik di tiap-tiap keuskupan, sebagai sampel. Terdapat selisih cukup mencolok antara data PBS dan status animarum Gereja Katolik.
3. Setelah melakukan studi lapangan beberapa paroki dan keuskupan di Kalimantan Barat, saya mengambil angka median, yang dapat dipertanggungjawabkan. Status Animarum jauh lebih akurat. Pencatatannya berdasarkan fakta.
4. Saya juga mendapat data dari kepala desa-kepala desa di Sanggau. Yang membukukan data keluarga Dayak jauh lebih banyak dibandingkan dengan BPS.
5. Lalu, bagaimana saya mendapat data mengenai etnis Dayak di Malaysia, terutama dari Sarawak tempat Dayak terkonsentrasi? Saya medapat data dari Jabatan Ketua Menteri Sarawak. Dari situ, saya mengetahui bahwa Iban adalah etnis terbanyak di Sarawak, dengan populasi 723.000. Diikuti Bidayuh (201.000), Kayan (33.000), Kenyah (32.000), Lun Bawang/ Lun Dayeh (20.000), dan Punan (17.000).
Populasi Dayak di Brunei, di Malaysia, dan Indonesia kemudian dijumlahlan. Akhirnya, pada tahun 2010, saya merilis. Bahwa total populasi Dayak sedunia, saat itu –dengan asumsi pertumbuhan penduduk 3% dari kelahiran dan perkawinan– berjumlah 6,7 juta jiwa.
Ketika di Rakernas Ikatan Cendikiawan Dayak Nasional (ICDN) di Samarinda, saya memaparkan angka populasi Dayak sedunia. Floor meminta agar ditambahkan jumlah popullasi Dayak yang dibulatkan menjadi 7 juta jiwa. Angka 7 juta jiwa ini masih bertahan hingga hari ini, tiap kali menyebut populasi Dayak sedunia.
Kini, setelah 10 tahun.
Seharusnya, telah ada penelitian terbaru terkait jumlah populasi Dayak. Tentu memakan waktu, kesabaran karena pekerjaan halus, dan juga biaya yang tidak sedikut.
Hingga kini, orang-orang masih menggunakan angka yang pernah saya rilis, tahun 2010. Dengan menambahkan angka pertumbuhan penduduk Dayak sebanyak 3%/ tahun.
****
UPAYA semacam itu memang wajib.
Botanolog, Dr. Anton Nieuwenhuis pada 1894 pernah berkeliling Borneo. Ia menjelajah Kapuas-Mahakam, dalam rangka riset.
Nieuwenhuis membuat peta demografi dan persebaran Dayak sebagai berikut.
Kini, seiring keterbukaan dan dinamika, pasti semua telah berubah. Peta konsentrasi Dayak di Borneo masih bisa kita buat.
Namun, lihatlah! Di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, etnis mayoritas bukan lagi Dayak!
Saya mengantongi peta persebaran Dayak terkini. Hanya di beberapa kabupaten di Kalimantan Barat, Utara, Timur, dan Tengah konsentrasi Dayak masih bisa terdeteksi. Tempat etnis itu bermukim, menguasai tanah ulayat, yang masih meneruskan adat dan tradisi leluhur. Di mana bahasa ibu/ daerah masih dipertuturkan dalam kehidupan sehari-hari.
***
Bionarasi
R. Masri Sareb Putra, M.A., dilahirkan di Sanggau, Kalimantan Barat pada 23 Januari 1962. Penulis Senior. Direktur penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD). Pernah bekerja sebagai managing editor dan produksi PT Indeks, Kelompok Gramedia.
Dikenal sebagai etnolog, akademisi, dan penulis yang menerbitkan 109 buku ber-ISBN dan mempublikasikan lebih 4.000 artikel dimuat media nasional dan internasional.
Sejak April 2021, Masri mendarmabaktikan diri menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), Institut Teknologi Keling Kumang.