| Penulis: Antonius Kristian Manao
Detikborneo.com – Selasa, 6 September 2022 sebanyak 23 napi korupsi mendapatkan pembebasan bersyarat oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), dikutip dari Koran Tempo. Menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Omar Syarief Hiariej, pembebasan bersyarat itu sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Pembebasan bersyarat, remisi, asimilasi, dan hak-hak terpidana yang merujuk kepada UU Nomor 22/2022, itu semua sudah sesuai dengan aturan,” ucap Eddy di Komplek Istana Kepresidenan sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis, 8 September 2022.
Diambil dari lsc.bphn.go.id, UU No. 10 Tahun 2007 Pemasyarakatan, terdapat syarat substantif untuk mendapatkan pembebasan bersyarat seperti berkelakuan baik, aktif mengikuti program binaan dan telah menunjukkan penurunan tingkat resiko. Kabar tentang pembebasan ini jelas melemahkan hukum dan menunjukkan bahwa hukum di Indonesia masih bisa diintervensi oleh politik kepentingan napi tindak pidana korupsi, bagaimana tidak? Syarat – syarat yang diberikan untuk mendapatkan aturan pembebasan bersyarat masih terlalu umum dan masih sangat mudah untuk dipenuhi bagi para narapidana korupsi.
Para napi pengkhianat bangsa ini seharusnya mendapatkan hukuman yang berat, efek yang mereka timbulkan akibat ulah mereka ialah keterlambatan pembangunan di masyarakat dan menambah beban utang negara Indonesia. Vonis hakim dianggap terlalu ringan sehingga membuat asumsi publik bahwa para napi korupsi ini masih berkuasa dan mampu memberikan pengaruhnya di dalam hukum di Indonesia.
Dikutip dari Tempo.co, contohnya Eks Jaksa Pinangki yang terjerat kasus suap dan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 5,25 miliar. Oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, Pinangki divonis dengan hukuman 10 Tahun penjara dan luar biasanya di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, vonis Pinangki dipangkas menjadi 4 tahun penjara karna dianggap oleh Majelis Hakim hukuman 10 tahun terlalu memberatkan sebab Pinangki telah menyesali perbuatannya dan masih memiliki anak berumur 4 tahun.
Kalau berbicara soal menyesali perbuatan mampu menjadi pertimbangan hakim di pengadilan, saya rasa seluruh penjara di Indonesia ini harusnya sudah kosong sebab semua orang yang terjerat kasus lalu dipenjara pasti akan tumbuh rasa penyesalannya dan kalau melihat dari sisi keadilan karna pinangki memiliki anak yang masih kecil bagaimana dengan nasib ratusan juta masyarakat Indonesia yang haknya diambil?.
Undang – undang pemasyarakatan di Indonesia sebaiknya ditinjau kembali terkait aturan – aturan tentang remisi, asimilasi dan hak-hak terpidana diklasifikasikan sesuai kasus dan tindak pidana yang dilakukan. Jangan berikan pemakluman dan keringanan bagi para maling duit rakyat. Hukuman yang tegas akan memberikan efek jera bagi para pejabat elit bangsa. Jangan sampai slogan yang kita kenal, yaitu “Katakan Tidak Pada Korupsi” berubah menjadi “Katakan Ya Pada Koruptor”.
Bionarasi
Antonius Kristian Manao, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika