| Penulis: Hertanto
Perjalanan SCBD Fashion Week yang viralnya masih bergaung hingga saat ini tetap menjadi konsumsi media yang seolah tidak kehabisan bahan untuk diberitakan. Fenomena yang bermula dari viralnya video-video di media sosial Instagram maupun Tik Tok ini menampilkan remaja-remaja yang mengenakan berbagai mode pakaian dengan gaya fashion yang unik, menarik dan kekinian. Remaja yang diketahui berasal dari Sudirman, Citayam, Bojong Gede dan Depok ini membawa suasana baru dalam dunia fashion yang akhirnya membawa artis, pejabat, dan tokoh lainnya berdatangan untuk menjajal ”panggung” SCBD tersebut. Ada yang pro, tidak sedikit yang kontra.
SCBD (Sudirman Central Business District) yang dulunya terkenal sebagai lokasi pusat bisnis di kawasan Jakarta dengan gaya fashion trendi dan modis yang dikenakan karyawan perkantoran di sekitar lokasi, kini berubah menjadi SCBD (Sudirman, Citayam, Bojong Gede dan Depok). Adakah yang salah dengan hal ini?
Melansir dari kompas.com, Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartiko melihat bahwa fenomena remaja SCBD tersebut sebagai fenomena sosial di mana para generasi muda ingin menunjukkan eksistensinya.
Nama SCBD yang dulunya terkesan bonafit, modern dan eksklusif kini menjadi SCBD yang bisa dimasuki oleh berbagai kalangan tanpa kecuali. Mereka menikmati semuanya itu. Nama dan kesan akhirnya mengalami perubahan tanpa ada yang dapat membendungnya. Mungkin dulu nama SCBD hanya diketahui oleh kalangan tertentu, namun kini SCBD menjadi central fashion remaja yang mencoba mengekspresikan dirinya dengan bebas. Bahkan daerah lain pun berusaha mengadopsi kegiatan tersebut.
Terkait dengan nama, pernahkah nama Anda digunakan oleh orang lain untuk kepentingan diri mereka? Apakah reaksi anda bila hal itu terjadi? Saya yakin dan percaya bahwa Anda akan setuju dengan pendapat saya bahwa bila nama kita digunakan oleh orang lain untuk kepentingan diri mereka, kita merasa dikhianati. Namun bagaimana dengan ayat dalam Filipi 1:15, ”Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik.” Rasul Paulus menegaskan kepada jemaat di Filipi bahwa ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan. Sungguh sebuah statement yang menakutkan, dan hal itu benar-benar terjadi.
Dari hal tersebut di atas, ternyata dengki dan perselisihan dapat dibungkus dengan rapi oleh pemberitaan Firman Tuhan. Kabar baik (”EUAGGELION” = bahasa Yunani yang berarti Injil), yang seharusnya menjadi kabar baik bagi semua orang, dapat disusupkan alasan-alasan yang tidak baik. Tanpa diketahui oleh orang lain, pemakaian ”Nama Kristus” dapat dijadikan sebagai sebuah alasan untuk menebar kebencian. Sungguh ironis!!
Seberapa banyak dari kita yang seringkali menggunakan ”Nama Kristus” untuk mencari alasan sebagai pembenaran diri dalam setiap kesalahan yang telah kita buat? Atau untuk mempertahankan pendapat kita? Tidak dapat dipungkiri, masih adanya perdebatan dalam rapat di gereja atau ruang-ruang akademis yang mungkin saja mengakibatkan sikap saling bermusuhan yang berkepanjangan, dengan menggunakan ”Nama ”Kristus” sebagai alasannya.
Lalu bagaimana dengan artikel yang kita baca saat ini? Saya kembali berkaca bahwa disaat saya mengajak Sahabat Detik Borneo untuk merenungkan Firman Tuhan, apakah motivasi yang saya miliki benar-benar tulus? Atau memang ada kepentingan lain yang sedang saya jalani?
Apakah setiap hamba Tuhan yang menyampaikan firman Tuhan dalam gereja atau ibadah juga sama? Memiliki motivasi yang benar atau memang ada kepentingan lain? Disatu sisi kita diajak untuk berpikir kritis oleh Rasul Paulus, yang akhirnya tanpa sadar kita seringkali menjustifikasi hamba Tuhan saat mereka menyampaikan Firman Tuhan. Kita mengkritisi hamba Tuhan baik secara “isi” Firman maupun secara penampilan dan bahasa yang disampaikan, dan seolah-olah kita lebih hebat dari mereka. Pada akhirnya kita hanya mencari kelemahan hamba Tuhan tersebut dan mencari hamba Tuhan lain untuk memuaskan mata dan telinga jasmani kita yang pada akhirnya kita ”tidak menyukai” beberapa hamba Tuhan karena hal-hal tersebut. Tidak ada lagi kata ”mengasihi” dan akhirnya ”kasih itu” pergi dari kita.
Sahabat Detik Borneo, tidak ada manusia yang sempurna. Apapun motivasi yang dimiliki oleh hamba Tuhan saat mereka menyampaikan Firman bukanlah urusan kita, dan biarlah itu menjadi urusan hamba Tuhan tersebut dengan Tuhan kita, Yesus Kristus, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud baik maupun dengan maksud tidak baik. Yang menjadi tugas kita adalah berdoa dan memohon Roh Kudus menyempurnakan kita disaat mendengarkan firman Tuhan, dan memohon memampukan kita untuk menjadi pelaku Firman serta berdoa juga bagi mereka yang mengabarkan firman Tuhan.
Bila SCBD hanya sebuah nama, tidak dengan Yesus Kristus!
***
Bionarasi
Hertanto, S.Th., MACM, M.I.Kom., M.Pd.
Penulis merupakan Pendiri Ruhiman Ministry, sebuah lembaga yang bergerak di bidang Pewartaan dan Kegiatan Sosial.