27 C
Singkawang
More
    BerandaUncategorizedBerguru dengan Cornelis Sang Inspirator

    Berguru dengan Cornelis Sang Inspirator

    Judul Buku                  : Drs.Cornelis, M.H. Motivator dan Pemimpin

    Penulis                         : Masri Sareb Putra, M.A.

    Penerbit                       : Lembaga Literasi Dayak (LLD)

    Tempat                        : Karawaci,  Tangerang

    Cetakan                       : ke-2

    Tahun Terbit               : Tahun 2022

    Sudah ada beberapa upaya untuk mendokumentasikan tentang sang tokoh Cornelis. Namun, kehadiran buku-buku tentang Cornelis dirasakan belum lengkap untuk memahami siapa Cornelis sesungguhnya.

    Buku yang berjudul Drs. Cornelis, M.A. Motivator dan Pemimpin ini berupaya untuk lebih memahami pikiran, ucapan, dan tindakkan yang tidak biasa tokoh Dayak yang menjadi gubernur Kalimantan Barat dua periode ( 2008-2018) ini. Buku ini ditulis oleh Masri Sareb Putra dengan editor Matius Mardani yang diterbitkan tahun 2022.

    ***

    Setelah Oevaang Oeray (1922-1986) dan Tjilik Riwut(1918-1987) cukup lama orang Dayak menantikan lahirnya pemimpin sekaliber mereka. Baru tahun 2008 muncul Cornelis sebagai gubernur Kalimantan Barat dan Teras Narang sebagai gubernur Kalimantan Tengah (2005) (halaman 11).

    Jiwa kepemimpinan Cornelis sudah tumbuh dari seorang ayahnya, Josep Rufinus Djamin, seorang polisi. Lahir dari pasangan Josep Rufinus Djamin dan ibu Maria Christina Uko pada 27 Juli 1953 itu, Cornelis merasa terinspirasi oleh sang ayah dan kerabatnya, sehingga menjadi pemimpin berkarakter seperti sekarang ini. Selain itu, kariernya di pemerintahan yang dimulai dari bawah (Kaur Bangdes kecamatan kabupaten Pontianak tahun 1979-1986) turut menempa kepribadian sang tokoh.

    Dalam lingkup yang lebih kecil, tidak berlebihan bila kita menyandingkan Cornelis dengan beberapa pemimpin dunia yang dapat memberikan tuntunan kepemimpinan kepada kita. Sebab mereka telah menunjukan bahwa untuk menjadi pemimpin yang berhasil, tidak semata-mata bergantung pada karisma, kepandaian, kekuatan fisik-mental, dan kemampuan bekerja keras saja. Namun, pemimpin yang baik harus mempunyai kebijaksanaan yang tinggi, kepedulian pada kepentingan bersama, serta didukung hati nurani yang bersih.

    Menurut buku ini, Cornelis merupakan pemimpin yang dicintai rakayat. Bahkan sampai saat ini pun, orang masih memanggilnya “Pak Gubernur” (Halaman 17). Selama menjadi gubernur, Cornelis lebih banyak waktunya di tengah-tengah masyarakat daripada di kantor.

    Cornelis merupakan salah satu contoh sosok pemimpin yang dilahirkan sekaligus dijadikan. Ia dibesarkan karena mengasah kapasitasnya secara optimal sebagai leader. Selain itu, nama besar Cornelis tidak terlepas dari situasi dan pengikutnya.

    Sebagai bentuk pengakuan, selama 10 tahun menjabat sebagai gubernur,  Cornelis menerima 108 penghargaan di berbagai bidang. Penghargaan tersebut merupakan bukti nyata prestasinya selama membangun Kalimantan Barat. Ada juga beberapa prestasi monumental selama menjabat gubernur yang telah ia bangun. Di antaranya, kantor bupati Landak sebagai kantor bupati termegah, jalan Trans-Kalimantan, jembatan Tayan, Gereja Katedral Pontianak, merenovasi bandar udara, Rumah Adat Dayak Pontianak, Masjid Raya Mujahidin, serta memberi nama jalan-jalan dengan mengambil tokoh lokal.

    Cornelis juga berusaha mewujudkan pembangunan perbatasan dengan konsep kesejahteraan, bukan dengan konsep pertahan keamanan. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi kesenjangan masyarakat di daerah perbatasan dengan wilayah negara tetangga Malaysia.

    Menurut pemikiran Cornelis, Kalimantan Barat yang luasnya sama dengan 1,35 kali luas pulau Jawa, Madura, dan Bali layak dimekarkan menjadi 3 provinsi dan 36 kabupaten/kota. Sebab pelaksanaan otonomi daerah dimaksudkan untuk memperpendek rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan pubblik (Halaman 37)

    Di bidang budaya, Cornelis telah memasukkan 9 karya budaya ke dalam Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2017. Kesembilan karya budaya tersebut adalah Nyagahant, Jonggan, Tumpang Negeri, Tari Pinggan Sekadau, Gawai Dayak Kalbar, Tenun Corak Insang, Saprahan Melayu Kota Pontianak, Arakan Pengantin Kota Pontianak, dan Sape’ Kalbar.

    Selain itu, ada prestasi yang tak kasat mata, yakni daya dobraknya yang luar biasa membangun spirit Dayak sebagai suku bangsa yang tangguh, disegani, sekaligus diperhitungkan. Corneli merupakan simbol kekuatan, representasi, sekaligus prototipe Dayak. Oleh karena itu, orang Dayak merasa terwakili oleh sosoknya (Halaman 19).

    Terhitung setelah Oevaang Oeray dan Tjilik Riwut, suku bangsa Dayak khusus belum mempunyai pemimpin yang kuat, berkarakter, lagi pemberani yang pengaruhnya melampaui batas dan memintas sekat-sekat. Buku ini berupaya mencatat pemikiran, ucapan, dan tindakan sang pemimpin Dayak masa kini. Menurut buku ini, Cornelis merupakan sosok pemimpin yang efektif dan sekaligus belajar membangun ke-Dayak-an yang berkarakter dan bermartabat, serta sejajar dengan suku bangs lainnya di muka bumi(Halaman 21).

    SEBAGAI INSPIRATOR

    Sosok Cornelis sebagai inspirator digambarkan oleh Dr. Alexius Akim, M.M. dalam sajaknya yang berjudul Inspiratorku.

    Kau adalah inspiratorku

    Kau biasa tapi terkadang luar biasa

    Kau sederhana tapi kau mempesona

    Demi negeri tercinta semangatmu membara

    Seperti api yang berkobar-kobar membalut jiwa-jiwa yang lemah

     …. (Halaman 25-28)

    Pada suatu gawai, Naik Dango, Cornelis berkata dengan nada keras bahwa barang siapa yang tidak bersawah-ladang, tidak pantas ikut “Naik Dango”. Menurut Cornelis, berladang dan bercocok tanam merupakan budaya Dayak. Jika orang Dayak tidak menanam padi, maka identitasnya akan hilang. Orang Dayak dikenal dengan budaya ketahanan pangannya. Lumbung atau dango merupakan simbol budaya menabung. Orang Dayak harus memelihara adat dan budayanya (Hal. 4)

    Orang Dayak sebagai pewaris dan penduduk asli bumi Borneo, jangan sampai tidak punya tanah. Jika ada tanah kosong, tanam, tanam, sekali lagi, tanam! Tanam apa saja. Lama-lama tanah kosong ada yang punya. Ditegaskan oleh Cornelis, “Saya tidak mau kita, orang Dayak, seperti ayam, mati di lumbung padi.

    Cornelis merupakan sosok yang sederhana. Namun, semangatnya luar biasa untuk membangun dan mengangkat rakyat  yang lemah bagaikan api yang berkobar-kobar. Cornelis pemimpin yang penuh antusias. Ia terdorong oleh nilai-nilai yang ia yakini. Ia mampu memotivasi orang-orang untuk bertindak sesuai nilai-nilai. Selain itu, ia juga memberi teladan, “Apa yang ia katakan, ia lakukan, apa yang ia lakukan, ia katakan”(Halaman 29).

    Mantan gubernur Kalbar 2 periode ini dikenal sosok pemberani. Karakter pemberani Cornelis tercermin dalam mottonya, Kade Barani, Ame Gali-Gali, Kade Gali, Ame Barani-Barani ( Kalau berani,  jangan takut-taku, kalau takut, jangan berani-berani). Sebagai seorang pemberani, ia sungguh praktekkan dalam perkataan dan perbuatan.

    Cornelis merupakan seorang pemikir dan pekerja keras, dan ugahari. Ia adalah seorang pemimpin yang dapat terhubung dengan orang lain karena terbuka tentang berbagi perjuangan, cerita, dan perjalanannya. Ia tetap menunjukkan sikap yang sama baik di kantor, di rumah, dan di komunitas lainnya.

    Dikatakan lebih lanjut dalam buku ini, Cornelis adalah pemimpin yang melayani. Ia memiliki empati yang tinggi dan berbela rasa dengan pengikutnya. Tanpa mengenal lelah ia menjelajah seantero Kalimantan Barat. Ia berada dan hadir di tengah-tengah masyarakat. Sebagai presiden Majelis Adat Dayak Nasional ( MADN), Cornelis menghadiri acara musyawarah Dewan Adat Dayak di mana pun. Selain acara formal, Cornelis sering turun ke lapangan secara diam-diam (Halaman 53).

    Dalam situasi di mana rakyat yang sebagian besar petani justru dituduh penyebab kebakaran lahan, Cornelis memilih membela rakyatnya. Sebagai gubernur ia membantah tudingan yang menyebut petani sebagai penyebab kebakaran lahan di Kalimantan Barat.

    Lebih lanjut paparkan dalam buku ini bahwa mental kita (orang Dayak) itu mental ulun (budak). Mental ulun yang menyebabkan orang Dayak inferior. Ditambah perlakuan yang tidak adil membuat orang Dayak tidak berdaya. Untuk itu, diperlukan kekuatan eksternal untuk mengangkat mereka menjadi setara dengan suku bangsa lain(Halaman 222).

    Setelah tidak menjabat gubernur, Cornelis terpilih sebagai anggota DPRRI. Meskipun ia berkantor di Senayan, tetapi tidak lupa akan akar rumput manusia Dayak: bertani dan berkebun. Pada akhir pekan, atau di sela-sela kesibukan sebagai wakil rakyat, ia terjun langsung bertani dan bercocok tanam. Ia memberi teladan bahwa Dayak adalah manusia alam yang seluruh siklus hidupnya tergantung dan terkait dengan alam semesta.

    ***

    Buku ini merupakan salah satu buku yang mengupas tokoh Dayak masa kini. Kehadiran buku ini dapat memberi pencerahan bahwa ada tokoh Dayak yang tampil sebagai pemimpin yang hebat.

    Penyajian buku ini menggunakan bahasa baku yang komunikatif, sehingga pembaca mudah memahaminya. Selain itu, buku ini dicetak pada kertas Hvs yang bagus dan gambar berwarna, sehingga menarik bagi pembaca.

    Buku ini disajikan dengan landasan teori sebelum memaparkan kiprah sang tokoh. Dengan demikian, terkesan pandangan dan pendapat penulis lebih menonjol ketimbang kiprah sang Cornelis.

    Buku ini akan terasa lebih lengkap bila didukung pandangan  berbagai narasuber, baik dari tokoh masyarakat maupun masyarakat biasa. Dalam buku ini hanya ada 1 orang narasuber di luar.

    Terlepas dari beberapa kekurangan tersebut, membaca buku ini, kita memotong kurva belajar dari seorang motivator dan pemimpin. Jika anda ingin sukses, lakukan apa yang orang sukses lakukan. (Andreas Anastasius – SMP Santo Augustinus, Ketapang, Kalimantan Barat)

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita