| Penulis: Ezra Agus Kristianto
Dalam melakukan setiap kegiatan usaha, harus mempertimbangkan resiko. Sebagai pelaku usaha tani sering dijumpai resiko-resiko yang terjadi, tidak hanya gagal panen karena keadaan cuaca atau musim yang tidak baik.
Namun secara ekonomi petani perlu memperhatikan resiko turunnya harga akibat melimpahnya jumlah barang yang ada di pasar ataupun faktor lain seperti transportasi. Kerugian terjadi karena harga jual yang jauh dibawah biaya pokok produksinya.
Resiko dalam menjalankan kegiatan usaha memang sesuatu hal yang tidak dapat dihindari. Orang yang sedang membangun usaha pasti memikirkan keuntungan yang besar. Keuntungan dapat diperoleh dengan cara mengurangi atau meminimalisir kerugian. Untung besar sama dengan rugi yang diminimalkan barangkali mungkin hal yang asing didengar, lantas bagaimana penerapannya dalam pertanian (detik.com).
Contoh kasus yang terjadi saat ini: harga cabai terjun bebas ke level terendah bahkan di bawah biaya produksi yang sudah dikeluarkan oleh petani. Sehingga petani ada yang kecewa dan membakar tanaman cabainya.
Dalam satu periode masa tanam, petani biasanya lebih banyak mengeluarkan modal untuk pembelian pupuk dan obat-obatan seperti: pestisida, fungisida, maupun herbisida. Begitu banyak produk yang ada di pasaran yang dapat ditemukan para pelaku usaha tani.
Biaya produksi dapat diturunkan dengan menerapkan prinsip pertanian organik.
Baca juga: Bisnis Pertanian: Pentingnya Petani Memahami Arus Kas
Pertanian organik sebetulnya bukanlah sesuatu yang baru. Sejak manusia pertama diciptakan tentu saja belum ada pupuk, obat-obatan seperti pada saat ini. Kalau diperhatikan sepertinya Tuhan yang Maha Kuasa sudah membuat sistem pertanian berjalan meskipun tanpa bahan kimia.
Alih-alih memperoleh untung yang besar penggunaan pupuk dan obat-obatan yang mengandung bahan kimia justru membuat pengeluaran untuk perawatan menjadi naik, sementara di sisi lain resiko harga anjlok dan gagal panen selalu ada.
Alam menyediakan sumber daya yang sangat melimpah untuk pembuatan pestisida maupun pupuk organik, sehingga para petani dapat memikirkan ulang untuk kembali ke pertanian organik.
Sebagai manusia yang beribadah kepada Tuhan, memelihara dan menjaga alam yang telah Tuhan ciptakan adalah sebuah tanggung jawab. Hal ini dikarenakan dalam sistem pertanian organik mengandung unsur hubungan timbal balik dimana antara unsur makro dan mikro di alam semesta ini keduanya saling menghidupi. Jika para petani mampu memelihara kehidupan ekosistem alam, sebagai timbal baliknya alam akan memberikan hasil yang melimpah kepada pengelolanya. Tindakan ini juga dapat dikatakan sebagai ibadah yang hidup. (Patrisius Tauho, 2021)
Sederhananya menerapkan pertanian organik selain menjadi alternatif bertani hemat dan ramah lingkungan juga merupakan tindakan ibadah kepada sang pencipta. Terus berkarya, tetap semangat maju petani kita maju Indonesia.
Referensi
https://www.google.com/amp/s/news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5694497/harga-cabai-anjlok-petani-kulon-progo-pilih-bakar-gratiskan-hasil-panen/amp
Tauho, P. (2021). Pertanian Organik Sebagai Bentuk Tanggung Jawab Manusia Terhadap Lingkungannya Ditinjau Dari Kejadian 2:15. SIAP, 10(O1), 33-62. Retrieved September 3, 2021, from https://osf.io/skh5j/download#page=35
***
Bionarasi
Ezra Agus Kristianto dilahirkan di Plakaran pada 16 Agustus 1988. Penggiat bisnis pertanian yang berdomisili di Salatiga.
Pernah menempuh pendidikan Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Sejak kuliah langsung terjun mempraktikkan ilmunya.