Tanjung Selor, detikborneo.com – Keragaman suku Dayak yang banyak dan majemuk terdiri dari 405 suku menurut Tjilik Riwut Tokoh Senior Dayak dalam bukunya Manaser Pranata Tatu Hiang (Menyelami Kekayaan Leluhur) yang disunting oleh: Dra. Nila Riwut . Karena banyak dan bahkan tiap suku Dayak tidak saling mengerti bahasanya satu dengan yang lain sehingga suku Dayak di kategorikan juga Suku Bangsa Dayak.
Kalimantan Utara yang baru terbentuk pada Tahun 2012 Provinsi ke-34 termuda di Indonesia ini banyak menyimpan kekayaan alam dan budaya sehingga layak untuk di gali lebih dalam lagi untuk menambah pengetahuan dan melestarikan kebudayaan dan alam bumi Borneo atau tanah Dayak.
Sebutan pulau Kalimantan atau Borneo identik dengan Pulau Dayak sudah ada sejak jaman penjajah, tapi uniknya tidak semua penduduk asli pulau Kalimantan berani mengatakan bahwa leluhurnya orang Dayak.
Penomena ini masih terjadi saat ini perlu dikaji lebih dalam lagi apa saja penyebabnya sehingga bisa ditemukan pokok permasalahannya atau suku yang malu mengaku Dayak ini bukan penduduk asli Kalimantan?
Bersyukur saat ini sudah ada juga sebagian penduduk asli Kalimantan sudah tidak malu lagi mengaku Dayak.
Mungkin faktornya Suku Dayak sudah ada bekerja dan menjabat di berbagai bidang dari Kepala Desa, Bupati, Wali Kota, Gubernur hingga Mentri dan anggota DPR RI hingga Ketua Komisi di DPR RI. Tidak menutup kemungkinan kedepan ada yang bisa juga yang bisa menjabat Presiden RI terlebih ibu kota Nusantara akan hadir di bumi Kalimantan.
Kembali kita ke Tanjung Selor Kalimantan Utara merupakan jadi satu kota Provinsi dan Kota Kabupaten Bulungan
Menurut buku Kaltara Rumah Kita ditulis Oleh Dr. Yansen TP, M.Si halaman 74 ada 11 bahasa suku di Kalimantan Utara yang terdapat di 5 Kabupaten dan Kota:
- Dayak Kayan
- Dayak Kenyah
- Dayak Lundayeh
- Dayak Sa’ ben
- Dayak Abai
- Dayak Punan
- Dayak Berusu
- Dayak Tingalan
- Dayak Tahol
- Dayak Tidung
- Suku Bulungan
Kali ini mari kita membahas suku Dayak Punan menurut para ahli dan pakar budaya Dayak bahwa Suku Dayak Punan dinyatakan manusia pertama kali tinggal di Pulau Kalimantan.
Menurut wikipedia Dayak Punan juga adalah salah satu rumpun suku Dayak yang terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Ada Di 6 kabupaten di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara terdapat 8.956 jiwa (Perkiraan Tahun 2010) suku Dayak Punan yang tersebar pada 77 lokasi pemukiman. Suku-suku Dayak yang termasuk rumpun Punan diantaranya:
- Suku Dayak Punan Hovongan di Kapuas Hulu, Kalbar
- Suku Dayak Punan Uheng Kereho/Oloh Ot Nyawong/Suku Dayak Seputan di Kapuas Hulu, Kalbar
- Suku Dayak Punan Murung di Murung Raya, Kalteng
- Suku Dayak Punan Aoheng (Suku Penihing) di Kalimantan Timur
- Suku Dayak Punan Merah/Suku Dayak Punan Serata/Suku Dayak Punan Langasa/Suku Dayak Punan Nya’an
- Suku Dayak Punan Aput-Busang
- Suku Dayak Merap
- Suku Dayak Punan Tubu
- Suku Dayak Ukit/Suku Bukitan/Suku Beketan
- Suku Dayak Bukat
- Suku Dayak Punan Habongkot
- Suku Dayak Panyawung
- Suku Dayak Punan Lisum
- Suku Dayak Punan Kelay-Segah di Sungai Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
- Suku Dayak Punan Batu Sakatak, Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara.
Suku Punan yang lain mungkin sudah banyak yang bersekolah dan bahkan ada yang banyak yang jadi pegawi PNS, Tentara, Polisi dan Rohaniawan Kristen/ Katolik. Bahkan Dayak Punan yang terkenal dengan julukan Penjaga Hutan Rimba ada juga yang kelompok Dayak Punan yang mendapatkan Kalpataru dari Pemerintah atas peran aktifnya menjaga Hutan. Karena komunitas Dayak Punan ini terkadang hanya dibawah 1000 orang bahasanya ada yang terancam punah.
Dayak Punan Batu yang hidup di daerah Sakatak Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara saat ini terbelakang dan ada anaknya tidak ada yang sekolah, hidup mereka juga sering berpindah- pindah bahkan ada juga yang hidup di gua-gua.
Sebenarnya pemerintah Pemda Kaltara menurut informasi sudah membuatkan mereka perumahan khusus tapi karena kebiasaan hidup mereka yang bekerja sebagai pemburu dan berladang menjadikan tradisi hidup berpindah-pindah tidak bisa dielakkan lagi.
Mungkin pola Pemda Provinsi Kalimantan Utara tidak melatih mereka lebih intern lagi keterampilan bercocok tanam dan keterampilan lainya, tidak sekedar hanya memberikan fasilitas rumah faktor tidak ada pekerjaaan membuat komunitas Suku Punan Batu ini pergi lagi ke daerah yang baru.
Lawadi Nusah Sekretaris Umum ICDN DPD DKI Jakarta saat menghadiri acara Pelantikan Pengurus ICDN DPD Kalimantan Utara baru tau jika ada Suku Dayak Punan Batu dan sempat bertanya kepada Tomi supir yang mengantarkannya berkunjung ke Kelubir rumah temannya.
Pak ujar Tomi sang supir disini masih ada loh Dayak Punan Batu yang hidupnya di Gua-gua, oh ya ujar saya, dimana itu? Masih Kabupaten Bulungan Daerah Sekatak jalan Kaki bisa 2 jaman ujarnya, saya ngak kuat kata Tomi.
Balas Lawadi jawab: loh Kok Tomi tau. Tomi: Iya karena ada teman saya yang berangkat mendampingi Pak Gubernur Kaltara mengunjungi mereka, karena anak-anaknya tidak ada yang sekolah. Supaya turun ke Tanjung Selor tapi ditunggu tidak ada yang datang juga ujar Tomi.
Lawadi tanyakan lagi: trus apa pekerjaan mereka?
Jawab Tomi: Berladang, berburu, Gesek Kayu, kerja tambang dan ada juga yang cari sarang burung walet.
Oh unik ini terbetik dalam diri Lawadi, suatu saat akan mengunjungi saudara kita Dayak Punan Batu ini dimanapun tempatnya, ujarnya.
Ingkong Ala Wakil Bupati Bulungan saat hadir Ibadah pertama persekutuan calon jemaat Gereja GKE di Kaltara pada minggu 27 Februari 2022 di kediaman Cornelis Elbar menyampaikan: Agak susah kita membimbing saudara kita dari Dayak Punan Batu karena mereka ini jika berladang ditinggalkan sudah tiga bulan baru datang hasil tidak maksimal tinggi rumput dan padi sama saja dan uniknya lagi jika ada musim buah maskipun sudah masa panen padi tapi ditinggalkan untuk mengejar buah-buahan (Durian dan lain-lainya) yang sudah berjatuhan sehingga begitu musim buah habis dan lanjut datangi tempat ladangnya padi sudah membusuk berkecambah tumbuh lagi tidak bisa dinikmati, ujarnya.
Lebih unik lagi cerita Santi yang asli kelahiran Tanjung Selor menyampaikan: Suatu kesempatan kelompok Dayak Punan Batu ini mendapat ganti rugi lahannya yang ada tambang batu bara mereka banyak mendapatkan uang dibelikanlah dengan motor dan hp. Saat dipakai di konter sudah diisi kuota dan pulsa karena dipakai terus menerus kuota dan pulsa habis karena tidak mengetahui bisa diisi ulang hp dilemparkan dan beli baru lagi mungkin merasa masih ada uang atau tidak tahu, tutur Santi sambil tertawa.
Jadi atas keterangan diatas Lawadi menyampaikan bahwa Dayak Punan Batu harus segera ditolong kasihan, terutama anak-anaknya yang tidak bersekolah. Peran Cendekiawan dan Tokoh Masyarakat Adat Dayak, Pemda Kaltara dan Pemerintah Pusat untuk duduk bersama mencari solusi atas ketertinggalan saudara kita ini, jika dibiarkan berarti kita egois, kata Lawadi. (Bajare007).