Jakarta, detikborneo.com – Sebagai negara yang plural dengan beragam etnis dan agama, Indonesia kerap menghadapi tantangan dalam pernikahan lintas agama dan suku. Tidak jarang, pasangan yang saling mencintai mengalami kebuntuan dalam diskusi keluarga, yang berujung pada kegagalan pernikahan. Dalam beberapa kasus ekstrem, tekanan ini bahkan menyebabkan tindakan nekat seperti bunuh diri.

Namun, dalam masyarakat adat Dayak, perbedaan keyakinan dan suku bukanlah penghalang untuk menikah. Tradisi adat Dayak bisa menjadi solusi bagi pasangan yang mengalami kebuntuan dalam keluarga.
Sejarah dan Peran Hukum Adat Dayak
Suku Dayak terdiri dari 405 sub-suku yang tersebar di tiga negara: Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Sejak Kongres Dayak Pertama di Tumbang Anoi pada tahun 1894, yang diprakarsai oleh Damang Batu dan dihadiri sekitar 1.000 orang, masyarakat Dayak mengakhiri praktik Ngayau (tradisi berburu kepala), perbudakan, dan perang antarsuku.
Hasil pertemuan ini melahirkan Perjanjian Tumbang Anoi, yang menjadi dasar hukum adat Dayak hingga saat ini. Hukum adat tersebut tetap lestari dan mengatur berbagai aspek kehidupan, mulai dari kelahiran, remaja, pernikahan, hingga kematian.
Jenis Pernikahan Adat Dayak Kanayatn

Dalam adat Dayak Kanayatn, terdapat beberapa bentuk pernikahan adat, antara lain:
- Batabatn – Pernikahan yang terjadi karena pasangan kawin lari akibat tidak mendapat restu orang tua. Pasangan ini dikenakan sanksi adat 6 tail, dan pernikahannya didoakan oleh Imam Adat.
- Ngikat Kata – Proses lamaran yang memperkenalkan calon pasangan kepada keluarga inti. Jika salah satu pihak melanggar kesepakatan (misalnya berselingkuh), akan dikenakan sanksi adat.
- Ngomo – Pertunangan yang memperkenalkan pasangan kepada keluarga besar dan pemangku adat. Mereka belum boleh tinggal bersama hingga ada pemberkatan agama atau pernikahan adat. Jika salah satu pihak membatalkan pertunangan, ia harus membayar sanksi adat 6 tail.
- Ngomo Jadi – Pernikahan yang dilakukan karena kesepakatan mendesak, misalnya keterbatasan biaya, tugas negara, permintaan orang tua yang sakit parah, atau akibat kawin lari (Batabatn).
- Panganten – Pernikahan adat yang direncanakan dengan matang, biasanya satu tahun sebelum hari H. Upacara ini melibatkan seluruh keluarga besar dan kerabat jauh, serta diiringi prosesi Adat Bagi Piring sebagai simbol persatuan keluarga. Jika terjadi perceraian, adat Pacareatn akan dikenakan melalui peradilan adat.
Pernikahan Adat Dayak oleh DAD DK Jakarta

Pada Minggu, 2 Maret 2025, Dewan Adat Dayak (DAD) Daerah Khusus Jakarta menyelenggarakan prosesi Batabatn dan Ngomo Jadi bagi pasangan beda agama dan beda suku yang belum menemukan kesepakatan dalam keluarga untuk prosesi pernikahan.
Sebelumnya, pada 26 Februari 2025, pasangan ini menjalani Sidang Adat (BARUKUPM) yang dipimpin oleh Tamnggong Yopinus Jailim, S.Pd. Prosesi ini difasilitasi oleh pengurus DAD DK Jakarta dan berlangsung di Kantor Sekretariat Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Jalan Musi No. 14A, Cideng, Gambir, Jakarta Pusat.
Apakah Pernikahan Adat Bisa Dicatatkan di Catatan Sipil?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pernikahan dianggap sah jika dilakukan menurut hukum agama atau kepercayaan masing-masing pasangan. Oleh karena itu, pernikahan adat harus disertai dengan prosesi agama agar dapat dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Syarat Pencatatan Pernikahan Adat di Dukcapil

Agar pernikahan adat dapat dicatatkan secara resmi, pasangan harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:
- Surat keterangan menikah dari pemuka adat dan/atau pemuka agama.
- Surat pernyataan belum pernah menikah, jika ini adalah pernikahan pertama.
- Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga (KK) kedua mempelai.
- Akta kelahiran kedua mempelai.
- Surat persetujuan orang tua, jika salah satu mempelai berusia di bawah 21 tahun.
- Pas foto berwarna ukuran 4×6.
- Dokumen lain sesuai ketentuan daerah setempat.
Proses Pengajuan ke Dukcapil
Setelah semua dokumen lengkap, pasangan dapat mengajukan permohonan pencatatan pernikahan di kantor Dukcapil setempat. Jika semua persyaratan terpenuhi, mereka akan mendapatkan Akta Perkawinan resmi dari negara.
Untuk memastikan kelengkapan dokumen sesuai dengan aturan daerah masing-masing, pasangan disarankan untuk berkonsultasi langsung dengan Dukcapil setempat.
Penulis;

Lawadi Nusah, S.Pd
- Sekretaris Umum Dewan Adat Dayak Daerah Khusus Jakarta
- Sekretaris Umum Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN)
- Ketua Antar Lembaga ICDN
- Humas & Media Center Kantor Sekretariat MADN
- Pimpinan Redaksi detikborneo.com
- Wartawan sudutpandang.com
- Wakil Ketua Bidang ITE Asosiasi Profesi Advokat Seluruh Indonesia (SPASI).