| Penulis: Deodatus Kolek
Di hari peringatan St. Yohanes Maria Vianney tahun ini saya ingin berbagi refleksi. Judul di atas keluar dari mulut Santo Vianney.
Dia adalah imam suci yang bertugas dan meninggal 4 Agustus 1859 di Ars-Perancis. Begitu memikat pesona imam ini sampai pada abad ini pun gemanya masih terdengar. Bahkan tahun 2009, Paus Benediktus XVI menetapkan sebagai Tahun Imam untuk mengingat 150 tahun wafatnya imam Ars ini.
Pesona keteladanan Yohanes Vianney tidak lepas dari nasihat uskupnya pada saat dia tahbisan: “Gereja tidak hanya menginginkan imam yang terpelajar, tetapi terutama imam yang suci”. Nasihat uskupnya ini begitu menggelora dalam diri Yohanes Vianney. Dia ditugaskan di tempat yang jauh dari kemapanan dan mendapatkan kemapanan kesucian yang begitu jauh.
Jika Anda sebagai umat awam ditanyai, apakah Anda memilih imam terpelajar atau imam yang suci? Apa jawaban Anda? Terpelajar? atau suci? atau dua-duanya? Dulu waktu saya di Malang, rektor kami yang baru dilantik membuat sebuah pernyataan dan terus diulang selama dia bertugas, “Saat ini Gereja membutuhkan imam yang pandai dan suci”. Pernyataan ini berpengaruh kepada semua frater.
Bagi nilai IPK yang di bawah standar seperti yang ditetapkan rektor sudah ketar-ketir, gelisah. Saya dan kawan-kawan jadi was-was jika bangun terlambat lalu tidak ikut acara rohani pagi sebab jika tidak ikut akan disuruh pulang kampung. Banyak reaksi yang terjadi.
Ada yang diam mengikuti. Beberapa kawan ada yang berontak. Yang lain memilih melawan dan keluar. Meski demikian masih banyak yang bertahan dan dipertahankan dan bahkan sekarang yang masih bertahan hampir semua sudah jadi klerus.
Jika Yesus dalam Injil menegaskan bahwa bukan para murid-Nya yang memilih Dia tetapi Dialah yang memilih mereka (Yoh 15:16) maka kita bisa merefleksikan bahwa menjadi imam adalah soal ilahi yang tergantung pada Yesus. Artinya menjadi imam atau menjalankan imamat adalah soal bagaimana sebuah pekerjaan ilahi itu berjalan.
Pekerjaan ini menyangkut relasi antara manusia dan Tuhan yang di dalamnya ada pergulatan antara surga dan neraka, doa dan dosa, berkata dan berdiam serta banyak tambahan yang bisa dijadikan seperti sebuah litani.
Imam sebagai kekasih hati Yesus dari kaca mata Vianney ingin menunjuk bahwa imam itu kudus. Melalui tahbisannya, imam menjadi sangat istimewa dalam hati Yesus.
Ia menjadi ‘yang dikhususkan’ daripada yang lain. Dan memang itu terjadi karena Yesus sendiri yang memilih dan menghendaki mereka. Untuk menunjukkan ekspresi bagaimana martabat imam itu, di tempat lain Vianney bilang; ‘jika dia bertemu dengan imam dan malaikat, dia harus terdahulu memberi hormat kepada imam. Sebab malaikat hanya sahabat Allah sedangkan imam mengambil tempat Allah”.
Mengambil tempat Allah berarti pada saat imam itu menjalankan peran hakikinya yakni dalam pelayanan sakramen khususnya Ekaristi. Saat dia berkata dalam doa syukur agung seperti Yesus berkata, “Inilah tubuh-Ku, inilah darah-Ku”. Imam tidak berkata ‘inilah tubuh Yesus Tuhan kita’, tidak berkata ‘inilah darah Yesus penyelamat kita’. Tubuh dan darah dirinya juga diserahkan dan ditumpahkan. Sampai di sini saja, imam memang luar biasa.
Tetapi kita tidak lupa juga bahwa imam berasal dari dunia. Dia punya ciri insani-duniawi. Dalam doa mohon pengudusan imam oleh Santo Yohanes Paulus II ada kata-kata ini, “Ingatlah ya Tuhan, tak seorang pun kecuali Engkau yang menjadi pemiliknya yang sah. Dan walau mereka Kauberi panggilan ilahi, tetapi tetaplah mereka memiliki hati insani, dengan segala kerapuhannya”.
Panggilan ilahi para imam berjalan berbarengan dengan hati insani dan kerapuhannya. Dalam hal ini menurut saya, justru karena memiliki hati insani itulah membuat Yesus semakin menjadikan mereka kekasih hati-Nya. Yesus semakin mencintainya dan terus memberi kekuatan padanya.
Bagi imam yang setia dan bertahan mereka pasti membaca apa yang dikatakan Rasul Paulus, “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Kor 12:10 ). Kekuatan itu karena dan dari Yesus. Benarlah bahwa menjadi kekasih hati Yesus tidak melepaskan hakikat insani diri, itu tetap ada tetapi ia dijaga dan dilindungi oleh Allah yang selalu mengangkat gembala-gembala bagi umat-Nya (Yer 3:15).
Lalu apa yang dapat kita katakan lagi tentang imam? Banyak. Yang jelas Gereja membutuhkan imam. Baik dia terpelajar, kudus, atau apa pun itu, Gereja tetap membutuhkan imam. Yang menggembirakan ialah imam adalah kekasih hati Yesus. Yesus selalu tertarik pada mereka dan menjaga mereka. Limpah karunia diberikan. Cinta dan bahagia dijanjikan tidak hanya di dunia tetapi di sana, tempat Yesus bertakhta.
Selamat untuk para imam yang terus setia. Terima kasih pengabdiannya kepada Gereja dan umat.
Semoga kami kaula muda menyusul dengan setia.
Sumber Gambar:
https://lingkunganpauluswonosari.blogspot.com/2015/08/4-agustus.html
http://katekesekatolik.blogspot.com/2019/08/surat-paus-fransiskus-untuk-para-imam.html
***
Diakon Deodatus Kolek
Tepi Sungai Inggar- Sintang-Kalbar