25 C
Singkawang
More
    BerandaHukum dan KriminalMasyarakat Adat Semakin Terancam, Sanksi Hukum Adat Bisa Dipidana Jika Bos Besar...

    Masyarakat Adat Semakin Terancam, Sanksi Hukum Adat Bisa Dipidana Jika Bos Besar Perusahaan Melapor Ke Polisi

    Penajam, detikborneo.com – Diduga ada kekuatan yang besar terhadap proses hukum kepala adat besar Dayak Paser Ahmad Ariadi Kepala Adat Besar Dayak Paser Kalimantan yang telah dilaporkan oleh Bos Besar PT Alam Permai Makmur Raya (APMR) di Kelurahan Riko Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur.

    Pihak Perusahaan PT APMR yang sudah menandatangani perdamaian Adat diwakilkan oleh Marah Halim untuk melaksanakan Perdamaian sanksi adat pada tanggal 9 September 2021 disaksikan pihak kepolisian AKP Heri (Kapolsek Penajam), Lettu Marthin Aluy Koramil Penajam) dan Pang Irawan (Camat Penajam) serta pengurus RT juga Tokoh Masyarakat namun naas dialami oleh Ahmad Ariadi dilaporkan atas perdamaian tersebut, dan diduga ada oknum kepolisian dan kejaksaan bermain.

    BACA JUGA : Dalam Pembacaan Putusan Sidang PHPU, Hakim MK Sindir Peran DPR RI

    Masyarakat adat hanya dapat berharap kepada hakim di pengadilan sebagai wakil Tuhan agar dapat berpikir jernih bahwa perdamaian tidak bisa dipidana apalagi terhadap pelaksanaan hukum adat yang sudah dilakukan sejak nenek moyang dan turun menurun. Karena jika sampai diputus bersalah saat melakukan perdamaian Adat maka terhadap seluruh acara hukum Adat merupakan tindakan pidana, hal ini tidak bisa dibiarkan dan jika sampai diputus bersalah dapat dijadikan alat intimidasi terhadap masyarakat Adat, dan diduga ada upaya pelemahan Hukum Adat oleh oknum perusahaan untuk merampas lahan hak masyarakat Adat.

    1000625108

    “Untuk itu kami berharap seluruh masyarakat adat se-Kalimantan untuk berjuang bersama dan bersatu terhadap upaya pelemahan hukum adat, jangan sampai diam saja ketika upaya pelemahan hukum adat dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif. Hal ini akan menjadi yurisprudensi yang dapat mengkriminalisasi hukum adat di Indonesia yang sangat bertentangan dengan filosopi rumah betang sesuai dengan Deklarasi Perjanjian Tumbang Anoi 1894” ujar Agus Wijaya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Majelis Adat Dayak Nasional (MADN).

    BACA JUGA : Kejari Sanggau Tahan Seorang ASN Terkait Pungli Rp4,4 Miliar

    Selain itu tidakan ini juga telah bertentangan dengan UUD 1945, Pengakuan negara terhadap Hukum Adat tidak terlepas dari hak konstitusional dan hak asasi yang dimiliki oleh Hukum Adat yang dijamin oleh Pasal 18 B (2) UUD 1945 dan Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Hak Masyarakat Hukum Adat.

    Pasal 18 B (2) UUD 1945 menegaskan bahwa: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan dan masyarakat prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

    Berdasar Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-hak Masyarakat Hukum Adat perlindungan tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia (Muazzin, 2015). Secara harfiah hak asasi (manusia) adalah hak yang melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dihormati (untuk menghormati), dilindungi (untuk melindungi) dan dipenuhi (untuk memenuhi) sebagaimana dikatakan oleh Suteki (2010), tidak ada suatu kekuasaan apapun yang dapat mengurangi, merampas serta mengabaikannya.

    1000625114

    Relasi pemerintah dengan warga negara dalam kerangka HAM memunculkan hak asasi pada warga negara, di satu pihak, dan kewajiban negara pada pihak lain.

    Berdasar teori HAM ada dua bentuk kewajiban negara yang pokok berdasarkan Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Kovenan Hak Ekosob),
    yakni (1) kewajiban untuk bertindak (obligation of Conduct); dan (2) kewajiban akan hasil (kewajiban hasil).

    Kewajiban untuk bertindak meliputi: (a) kewajiban untuk mengakui (kewajiban untuk mengakui); (b) kewajiban untuk mempromosikan (kewajiban untuk mempromosikan); (c) kewajiban untuk menghormati (kewajiban untuk menghormati); (d) kewajiban untuk melindungi (kewajiban untuk melindungi). 6 melindungi); dan (e) kewajiban untuk memenuhi (kewajiban untuk memenuhi).

    Secara konstitusional, kewajiban negara melindungi HAM diatur dalam Pasal 281 ayat (4) UUD NRI 1945 yang menyatakan, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemeliharaan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”. Kata “melindungi” tidak tertulis dalam Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945. Semula kata “melindungi” tercantum dalam Rancangan Perubahan Pasal 18 UUD NRI 1945, namun kemudian dihilangkan dengan pemahaman melindungi telah terlingkup dalam kata mengakui. Tiadanya kata “melindungi” dalam Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945, tidak berarti negara tidak mempunyai kewajiban melindungi” tutup Agus Wijaya. (Bajare007)

    1000625158

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita