
Jakarta, detikborneo.com – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyatakan sikap keras atas peristiwa intoleransi yang disertai teror dan kekerasan terhadap umat Kristen yang sedang menggelar retreat di Desa Tangkil, Cidahu, Sukabumi, pada Jumat 27 Juni 2025. Aksi ratusan warga yang menyerbu properti tempat berlangsungnya kegiatan pembinaan rohani dinilai sebagai bentuk persekusi terang-terangan, dan pelanggaran serius terhadap konstitusi serta Hak Asasi Manusia.
Dalam kejadian itu, massa memaksa masuk, merusak fasilitas, menganiaya secara verbal jemaat yang hadir, hingga mencopot simbol salib dan menggunakannya untuk memecahkan kaca jendela. Aparat keamanan yang hadir bahkan harus mengevakuasi puluhan jemaat dengan tiga kendaraan yang juga menjadi sasaran kemarahan massa.

“Tindakan ini adalah bentuk kebiadaban dan pelanggaran hukum secara terang-terangan. Hak beragama dijamin Konstitusi, dan siapa pun yang merusaknya harus dihukum,” tegas Sekretaris Umum PGI, Pdt. Darwin Darmawan, dalam pernyataan resmi.
Negara Gagal Lindungi Warganya
PGI dengan tegas mengecam pembiaran oleh aparat keamanan dan pimpinan masyarakat setempat yang sejak awal mengetahui potensi konflik namun tak mengambil langkah preventif. Sejak April 2025, ketegangan sudah terjadi di wilayah itu, dan pada hari kejadian, Forkopimcam, Kepala Desa, Ketua MUI, dan Ketua RT telah mengetahui kegiatan ibadah akan berlangsung.
“Fakta bahwa tidak ada pengamanan memadai atau mediasi yang dijalankan adalah bentuk kelalaian serius. Ini bukti nyata kegagalan negara dalam menjamin hak konstitusional warga,” tegas Darwin
Desak Evaluasi Nasional & Perlindungan Korban
PGI mendesak Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan Pemprov Jawa Barat segera menindak pelaku dan menjamin tidak terulangnya kejadian serupa. PGI juga menyerukan perlunya trauma healing, terutama bagi anak-anak dan jemaat yang mengalami ketakutan akibat aksi brutal tersebut.
PGI meminta Presiden Prabowo Subianto segera mengevaluasi kebijakan dan peraturan terkait kerukunan umat beragama yang selama ini justru sering kali menjadi alat pembatas kebebasan umat minoritas.
“Peraturan harus tunduk pada UUD 1945, bukan sebaliknya. Tidak boleh ada pasal-pasal atau birokrasi yang mematikan hak dasar warga untuk beribadah,” ujar Darwin.
Pesan untuk Gereja dan Bangsa
PGI mengajak seluruh gereja di Indonesia mendoakan para korban dan meneguhkan solidaritas lintas iman. “Kami percaya bahwa Indonesia yang damai hanya bisa dibangun jika seluruh anak bangsa menolak kekerasan, menolak intoleransi, dan menjunjung tinggi cinta kasih sebagai jalan hidup bersama,” tutup Darwin. (Bajare007)