Ketapang, Detikborneo.com– Ini adalah kisah PT. Mayawana Persada (PT. MP) dihukum adat untuk kedua kalinya. Pertama dulu, di Rumah Batakng Kecamatan Simpang Hulu, di Dusun Pasir (10/9/2022).
Kisah PT. MP dihukum adat untuk kedua kalinya itu, berawal dari aksi masyarakat adat RT. Gensaok, yang mengadakan aksi penghentian penggusuran hutan adat, yang mereka sebut Tonah Colap Torun Pusaka (TCTP) di Bukit Sabar Bubu, pada Minggu (21/5/2023).
Hari itu, sekitar 47 massa berikat kepala merah melakukan aksi penghentian penggusuran Tonah Colap Torun Pusaka (TCTP), hutan yang dilindungi secara adat oleh masyarakat adat di Dusun Meraban, Desa Kualan Gilir, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang. Dalam aksinya, massa yang berikat kepala merah meminta supaya pihak PT. MP segera menghentikan seluruh aktivitasnya di Bukit Sabar Bubu, di areal Blok G. Seketika itu juga, pihak PT. MP pun langsung menghentikan aktivitas land clearing lahan dan penanaman HTI di Blok G.
Dua hari setelah kejadian (23/5/2023), pihak PT. MP pun menyurati Kepala Desa Kualan Hilir, perihal: Laporan Pengaduan Penghentian Operasional di Blok G, yang isinya antara lain berbunyi:
“Sehubungan dengan adanya aksi kelompok masyarakat yang menghentikan kegiatan operasional land clearing di Blok G pada hari Minggu, tanggal 21 Mei 2023 oleh Kelompok Gensaok, Dusun Meraban, Desa Kualan Hilir.”
Pengaduan PT. MP ada tujuh poin. Namun, pihak masyarakat adat Dusun Meraban dan TBBR Kecamatan Simpang Hulu tidak terima dengan pengaduan poin pertama, yang berbunyi, “Bahwa akibat penghentian operasional tersebut di atas PT. Mayawana Persada mengalami kerugian materiil seperti pengambilan bahan bensin dengan cara paksa sebanyak 55 liter, penghancuran pondok penanam dan pondok penumbang.” Menanggapi pengaduan pihak PT. MP itu, Kepala Desa Kualan Hilir pun membuat surat undangan rapat mediasi penyelesaian masalah kepada para pihak, Rabu, 31 Mei 2023, bertempat di Balai Desa Lampi Dusun Meraban.
Rapat dihadiri sekitar 67 orang, yang antara lain terdiri dari Kepala Desa dan jajarannya, Ketua BPD Kualan Hilir, pengurus TCTP, Ketua Kelompok Damar, Ketua TBBR Kecamatan Simpang Hulu beserta jajarannya, Pastor dan para legal Paroki St. Yosep Meraban, managemen PT. MP, para tokoh masyarakat adat. Pada pertemuan tersebut, Robi Sanyaruk Bardi, Ketua TBBR Simpang Hulu, yang sudah mendapat bocoran terlebih dahulu perihal tuduhan PT. MP tak terima dengan poin pertama loporan PT. MP. Ia pun mempertanyakan tuduhan itu.
“Pihak perusahaan sangat mengada-ngada. Jika benar kami melakukan pencurian dan pembongkaran camp tenda, tolong tunjukkan buktinya,” ujar Robi.
Ketika dikonfirmasi pun, Robi mengatakan bahwa dalam aksi itu mereka malah sempat membuat berita acara (BA). BA kejadiannya bahkan turut ditanda-tangani oleh Marjono selaku kontraktor. Lengkapnya, BA tersebut berbunyi:
“Pada hari ini, Minggu, tanggal dua puluh satu, bulan lima, tahun dua ribu dua puluh tiga, bertempat di lokasi Tonah Colap Torun Pusaka/hutan adat telah bersepakat antara masyarakat Gensaok, anggota TBBR Simpang Hulu dengan pihak PT. Mayawana Persada untuk menarik mandor alat-alat exapator dan censaw (sinso – Red) untuk tidak lagi melanjutkan pekerjaan di kawasan hutan adat Tonah Colap masyarakat Ketabar, Gensaok, Dusun Meraban, Desa Kualan Hilir.
Kesepakatan ini dibuat dengan keadaan sadar, damai dan tanpa ada paksaan dari pihak mana pun dan tidak ada merugikan atau kerusakan satu apa pun dari alat-alat PT. Mayawana Persada.”
Dalam BA juga tertulis pihak-pihak yang bersepakat, lengkap dengan tanda-tangan masing-masing pihak. Robi Sanyaruk Bardi, TBBR Simpang Hulu; Sutalion Combeng, Piawang Tonah Colap Torun Pusaka); Marjono, kontraktor TSI; Yohanes Johan, perwakilan pihak Ketabar.
Salah seorang dari massa yang ikut dalam aksi hari Minggu itu pun membantah tuduhan PT. MP itu. Mereka sama sekali tidak melakukan apa-apa. “Kami hanya meminta supaya pihak PT. MP menarik alat-alatnya saja,” timpal Ratius.
Menanggapi pertanyaan Ketua TBBR Simpang Hulu yang meminta bukti bahwa telah terjadi pengambilan bahan bensin dengan cara paksa sebanyak 55 liter, penghancuran pondok penanam dan pondok penumbang pada saat aksi, Minggu (21/5/2023), Krisantus Heru. S, Askep SSL & CD PT. MP pun tidak bisa menunjukkan buktinya. Heru hanya mengaku mendapat info dari karyawan, tanpa adanya bukti.
Karena tidak terbukti, pihak TBBR Simpang Hulu lantas meminta supaya PT. MP dihukum ada. Seperti yang tertulis dalam BA, poin 1, “PT. Mayawana Persada dikenakan adat pencemaran nama baik TBBR Kecamatan Simpang Hulu, dengan batang adat 28 real, tuak 1 botol, beras 1 canting, paku 1 batang.”
Penyelesaian hukum adat beserta ritual adatnya sendiri berlangsung usai pertemuan mediasi oleh Kades Kualan Hilir di Meraban (31/5/2023).
Pihak PT. MP pun langsung membayar tunai sanksi adat sesuai yang tertera di BA.
Sebelumnya, PT. MP (10/9/2022) pernah juga dihukum adat oleh seluruh Demong Adat Benua Simpang, pimpinan Patih Jaga Pati Desa Domong Sepuluh, di Rumah Batakng Kecamatan Simpang Hulu, di Dusun Pasir, Sabtu (10/9/2022).
Hukuman adat itu diberikan lantaran PT. MP melakukan beberapa pelanggaran adat. Yakni, pemancal agong, adat pelanggar benua, adat penyabong gana sebesar 230 real, 20 tajau dan 1 buah gong.
TCTP Dikuatkan Dengan SK Bersama
Bukit Sabar Bubu adalah hutan adat, yang sejak tahun 2002, ditetapkan sebagai Tonah Colap Torun Pusaka oleh masyarakat adat Dusun Meraban, Desa Kualan Hilir, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang.
Penetapan Bukit Sabar Bubu seluas 1.200 Ha sebagai TCTP tersebut tersirat dalam Surat Keputusan Bersama Masyarakat Adat Kampong Meraban No. 01/LPA/MAKM/12/02, yang ditanda-tangani oleh Pateh Adat Benua Kualan Hilir L. Andoi dan Kepala Desa Kualan Hilir Hendrikus Tetek, pada tanggal 21 Januari 2002.
No. 01/LPA/MAKM/12/02, pada poin 2, disebutkan, Bukit Sabar Bubu seluas 1.200 Ha terletak di Sungai Sabar Bubu dan Sungai Titi Urat di bagian hulu Kampong Gensaok dan Kampong Tatabar. Bukit Sabar Bubu tersebut sudah dilaksanakan dengan upacara adat Babantan.
Keputusan Bersama tersebut kemudian dikuatkan lagi dengan Surat Keputusan Bersama Masyarakat Adat Kampong Meraban Tentang Pelanggar Tonah Colap Torun Pusaka No. 02/LPA/MAKM/1/02.
No. 01/LPA/MAKM/12/02, yang ditanda-tangani oleh Pateh Adat Benua Kualan Hilir L. Andoi dan Kepala Desa Kualan Hilir Hendrikus Tetek, pada tanggal 27 Januari 2002.
Dalam SK No. 02/LPA/MAKM/1/02 tersebut, tersirat antara lain, bukit yang disepakati menjadi Tonah Colap Torun Pusaka dilindungi serta dijaga, meliputi tanah, batu, kayu, rotan, akar, binatang besar tidak diperbolehkan merusak serta memusnahkannya. (TTS)