| Penulis: Hertanto, S.Th., MACM, M.I.Kom
Sejak 2016, Otoritas Jasa Keuangan bersama pemerintah dan penyedia layanan keuangan rutin memperingati Bulan Inklusi Keuangan setiap bulan Oktober termasuk tahun ini.
Apa itu Inklusi Keuangan? Menurut Peraturan OJK No. 76/POJK.07/2016 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan bagi Konsumen dan/atau Masyarakat, Inklusi Keuangan adalah ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk di dalamnya Perusahaan Asuransi.
Teringat pada Februari 1999 saat penulis diterima bekerja di PT. Asuransi Central Asia. Saat itu asuransi merupakan barang yang masih asing di telinga. Hanya sebagian kecil masyarakat yang sadar akan asuransi.
Namun kini asuransi telah menjadi idola bagi masyarakat, termasuk di saat dunia dilanda pandemi Covid-19. Tidak sedikit orang mencari produk asuransi yang menjamin biaya perawatan dan meninggal dunia karena Covid-19.
Bagi mereka yang hendak pergi keluar negeri pun, beberapa kedutaan menerapkan aturan agar asuransi yang dibeli diwajibkan memiliki jaminan tersebut. Itu sudah menjadi persyaratan mutlak.
Memang tidak semua asuransi menjual produk dengan jaminan biaya perawatan dan meninggal dunia karena Covid-19, namun kebutuhan masyarakat seyogyanya dapat diakomodir sebagaimana makna dari Inklusi Keuangan yang salah satunya adalah ketersediaan produk sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Mungkin bisa menjadi pertimbangan bagi perusahaan asuransi yang belum meng-create produk tersebut.
Berbicara tentang asuransi, banyak orang peduli dengan keselamatan yang terkait dengan harta, tubuh dan kesehatannya sehingga bagi masyarakat yang mampu akan membeli sekalipun harus merogoh kocek yang dalam. Sebut saja Lionel Messi. Sebagai seorang pemain sepak bola terkenal, ia mengasuransikan kedua kakinya sebesar 750 juta euro atau sekitar 12,8 triliun rupiah.
Dengan nilai sefantastis itu, dipastikan ia tidak bakal kuatir setiap kali beraktivitas. Kehadiran asuransi memberikan rasa aman bagi mereka yang memilikinya. Bagi masyarakat yang sadar asuransi, mereka membeli asuransi bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk orang tersayang.
Maksudnya adalah benefit yang akan diperolehnya tidak hanya bermanfaat bagi dirinya tetapi bisa diwariskan untuk keluarga. Risiko akan keselamatan dirinya dipindahkan ke perusahaan asuransi sebagaimana pemahaman dari risiko itu sendiri, yaitu ketidakpastian akan terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian finansial. Persiapan yang sangat baik bukan? Sudahkah Anda berasuransi?
Bila masyarakat begitu peduli akan keselamatannya, adakah Asuransi Keselamatan Kekal?
Sebuah film yang dibintangi Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet menjadi sangat terkenal pada jamannya. Film tersebut diangkat dari kisah nyata yang terjadi pada 14 April 1912. Sebuah tragedi besar dalam sejarah kapal karam yang merenggut tidak kurang dari 1500 nyawa manusia dan mengubah nasib keluarga yang tak terhitung banyaknya.
Kapal pesiar yang diyakini sebagai kapal yang tidak mungkin tenggelam karena konstruksi bajanya yang kokoh namun pada akhirnya harus dikalahkan dengan sebuah gunung es besar di Grand Banks, Newfoundland. Badan kapal mengalami kerusakan parah dan membuat ribuan ton air masuk ke dalam palka hingga akhirnya tenggelam setelah badan kapal terpotong dua dari tengah. Titanic sudah menjadi legenda.
Mari kita ingat-ingat alur film itu. Di saat kapal mulai karam dan kepanikan melanda setiap orang yang berada di kapal itu, semua orang memiliki satu tujuan, yaitu bagaimana mereka dapat selamat dari musibah itu. Keselamatan menjadi satu-satunya tujuan. Apapun caranya, yang penting selamat. Mereka tidak peduli, sekalipun harus mengorbankan orang lain. Keegoisan muncul dan mengalahkan segalanya.
Selamat berarti ada penyelamat. Mereka yang selamat, hanya selamat dari musibah itu, namun bagaimana dengan keselamatan kekal?
Perusahaan asuransi menjual produk yang berkenaan dengan keselamatan. Apapun produknya, mereka menyediakan kompensasi finansial (ganti rugi) dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian. Inilah jaminan yang diberikan perusahaan asuransi.
Berbicara tentang jaminan, pasti langsung terbayang dengan hidup yang nyaman serta sesuatu yang memberikan kepastian untuk kelangsungan hidup di hari depan. Namun ternyata, semua jaminan yang diberikan bersifat semu.
Materi yang diwariskan yang diterima dari benefit asuransi lambat laun akan habis. Oleh karena itu, Tuhan Yesus hadir di dunia ini untuk memberikan suatu jaminan yang sangat berbeda dari yang ditawarkan dunia ini, yakni jaminan hidup kekal.
Baca juga: Peran Gereja dalam Masyarakat
Bila perusahaan asuransi sedemikian rupa menjaga tertanggungnya agar memiliki rasa aman, Tuhan Yesus pun demikian, bahkan lebih dari itu. Ia dengan tegas berkata: “Akulah JALAN dan KEBENARAN dan HIDUP. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yoh. 14:6).
Jaminan yang diberikan tidak akan terganggu nilainya oleh karena pencurian, terorisme, bencana alam, bahkan Covid-19. Jaminan yang diberikan pun tidak memandang status sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Siapapun bisa memperoleh jaminan hidup kekal itu.
Bagaimana cara mendapatkannya? Dengan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat serta mendengar suara-Nya dan mengikuti-Nya, pada saat itu jugalah kita menerima anugerah hidup kekal (Yoh. 10:27-28).
Tidak ada jaminan keselamatan selain di dalam Dia (Kis. 4:12). Rindukah kita menerima asuransi keselamatan kekal itu?
(Trust & Obey)
***
Bionarasi
Hertanto, S.Th., MACM, M.I.Kom lahir di Jakarta pada 1 Juni 1977.
Bekerja di PT. Asuransi Central Asia. Penulis merupakan Pendiri dan Pelaksana Ruhiman Ministry, sebuah lembaga yang bergerak di bidang Pewartaan dan Kegiatan Sosial.
Menikah dengan Sri Hati Ningsih dan dikarunia anak: Euaggelion, Euridyce, Eulogia.
Saat ini sedang menempuh Magister Pendidikan Agama Kristen di STT Bethel Petamburan, Jakarta