29.3 C
Singkawang
More
    BerandaSastraCerpen | Minta Jagung Diberi Tongkol

    Cerpen | Minta Jagung Diberi Tongkol

    | Penulis: Petrus Tauho

    Seorang ibu dan anak gadisnya tinggal di sebuah dusun yang tidak jauh dari pusat kota S. Dusun itu cukup maju, rumah-rumahnya pun cukup besar dan mewah, hampir semuanya memiliki mobil dan sepeda motor.

    Di antara rumah-rumah besar dan mewah itu terdapat sebuah rumah yang amat sederhana bahkan tidak memiliki meteran listrik sendiri. Untuk penerangan di malam hari hanya disalurkan satu kabel disertai bolam ber-watt kecil dari mushola dan dinyalakan pada saat malam saja bagaikan penerangan jalan setapak.

    Rumah itu dihuni oleh ibu dan anak gadisnya di atas, mereka adalah Ibu Rani dan gadis kecilnya. Ibu Rani ditinggalkan oleh suaminya dan menikah dengan wanita lain pada saat ia mengandung bayi hasil pernikahan mereka.

    Ia berjuang demi bayi yang sedang dikandungnya. Hari demi hari, ia menjalani hidupnya dengan penuh perjuangan dan kemarahan. Tak ada satu tetangga bahkan saudara yang menolongnya.

    Hingga tiba saatnya bayi itu dilahirkan dan diberi nama Rini.

    Setelah melahirkan ia harus berjuang untuk membesarkan bayinya.

    “Syukurlah anak saya sudah dapat berjalan pada saat ia berusia 14 bulan,” tutur ibu Rani sambil meneteskan air mata.

    Karena kondisinya yang miskin, ibu Rani dan bayinya itu dijauhi oleh tetangga termasuk keluarganya. Ibu Rani tetap berjuang.

    Setiap hari Rini bermain sendirian di tempat pemakaman yang berada tepat di belakang rumahnya.

    Suatu ketika hujan turun, sebagai seorang anak kecil Rini melihat tetangganya yang sedang makan jagung rebus. Rini pun ingin makan, kemudian ia memberikan diri meminta. Memang ia diberi tetapi yang diberikan kepadanya adalah tongkol jagung rebus (buah jagung sudah dimakan).

    Melihat hal itu, hancur hati ibunya karena ia tidak mampu untuk membelikan jagung rebus untuk anaknya.

    Akan tetapi, dia tetap berjuang demi memenuhi keinginan anaknya. Ibu Rani pun mengumpulkan kayu kering dan menukarnya dengan jagung rebus.

    Semakin hari Rini semakin bertambah besar.

    Suatu ketika dalam sebuah acara halalbihalal di dusunnya Rini dan ibunya pun semangat untuk hadir dan menemui tamu-tamu dalam acara itu.

    Pikirnya melalui acara itu tetangga akan mengesampingkan kesenjangan sosial sehingga terjadi hubungan yang saling maaf dan memaafkan dan peduli satu dengan yang lain.

    Hasilnya…

    Setiap tamu yang datang mulai bersalaman dari ujung barisan kursi, berpelukan dan saling memohon maaf; sampailah kepada Rini dan ibunya. Sangat sedih… Ibu Rani dilewati.

    Ketika ia mengulurkan tangannya dengan wajah penuh senyum untuk bersalaman tak seorangpun membalas senyum murni itu dengan senyum, pula tak seorangpun mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Ibu Rani.

    Melihat hal itu Rini pun sangat sedih, beranjak dari kursi dan menarik ibunya untuk segera pulang karena mereka tidak diperhitungkan dalam acara itu.

    Tetapi Ibu Rani tetap rendah hati dan berkata, “sebentar, saya mau bersalaman dulu dengan para tamu”.

    Rini yang melihat ibunya tidak dihargai itu tetap memaksa dan menarik ibunya untuk pulang.

    Situasi tidak dipedulikan oleh lingkungan dan keluarga tetap dialami oleh Rini dan ibunya hingga Rini kuliah di sebuah universitas terkenal di kota S, Jurusan Hukum melalui jalur beasiswa (sponsorship).

    Lingkungan dan keluarga tetap bodo amat, tidak melihat itu sebagai capaian Rini dan perjuangan ibunya.

    Setiap hari Rini dan ibunya mendengar omongan yang tidak enak seperti, “itu Rini kok bisa kuliah, pasti karena jual diri”.

    Kata-kata itu dipahami oleh Rini sebagai penyemangat untuk dirinya agar semangat dalam mengejar cita-citanya. Ia akhirnya wisuda dengan gelar Sarjana Hukum.

    Kondisi rumahnya masih tetap sama, pula kasih mereka kepada tetangga dan keluarga sekitar tetap sama.

    Bedanya adalah sebagian masyarakat mulai bersikap baik kepada Rini dan ibunya karena melihat Rini sebagai Sarjana Hukum yang tahu hukum yang tidak mereka ketahui.

    Gusti Boten Sare (tuhan tidak tidur).

    ***

    Ilustrasi: health.detik.com

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita