27.4 C
Singkawang
More
    BerandaBeritaCornelis: Jangan Menari di Genderang Edy

    Cornelis: Jangan Menari di Genderang Edy

    Edy Mulyadi yang pernyataannya viral tentang pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam, Kalimantan Timur, menuai berbagai kecaman. Terutama dari masyarakat Kalimantan.

    “Saudara Edy Mulyadi berpura-pura, atau memang tidak paham. Kalimantan pulau terbesar ketiga dunia dengan luas 743.330 km² yang ditempati tiga negara. Yakni Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Dalam posisinya ini, Kalimantan lebih dari pulau mana pun di Nusantara. Sangat strategis. Jika dikatakan ‘tempat jin buang anak’, itu tidak menggambarkan fakta,” kata anggota DPR RI  Daerah Pemilihan Kalimantan Barat I, Drs. Cornelis, M.H. di Jakarta  (26 Januari 2022).

    Menurut Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (2015-2021), tentu ada agenda tersendiri di balik aksi Edy Mulyadi dan kawan-kawan.

    “Saya menduga, ada agenda khusus. Yakni ingin menggagalkan rencana Pemerintah memindahkan IKN. Dengan ini, saya tegaskan. Kita jangan menari di genderang yang ditabuhkan Edy Mulyadi dan kawan-kawan, “ katanya.

    Pemerintah dan DPR Sepakat, Mari Dukung!

    Si empunya semboyan “Kade’ barani ame’ gali-gali, kade gali ame’ barani-barani” (Kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan berani-berani)  itu menyatakan,

    “Pemerintah dan DPR telah sepakat, dan setuju soal pemindahan IKN ke Kalimantan Timur. Hal itu telah memenuhi proses hukum, termasuk studi kelayakan. Bahkan, DPR menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Dalam pembicaraan tingkat II tersebut, seluruh Fraksi di DPR RI menyatakan persetujuannya terhadap RUU IKN untuk menjadi undang-undang. Jadi, ini sudah jalan. Jangan diganggu lagi. Adapun pelaksanaannya, setelah menjadi UU IKN, bisa sepuluh, bisa dua puluh tahun mendatang. “

    Menurut Cornelis, lokasi IKN di Kalimantan, bukan atas permintaan penduduk setempat.

    “Kami, terutama orang Dayak, tak pernah meminta. Jika Presiden Joko Widodo melihat Kalimantan cocok menjadi IKN. Artinya, beliau punya visi ke depan. Saya katakan, Jokowi seorang pemimpin visioner. Jawa daya tampung buminya sudah maksimal 500 tahun ke depan.”

    Dikemukakan Cornelis, Kalimantan strategis karena aman dari bahaya tsunami, gempa bumi, dan penduduknya sedikit. Beda dengan Jawa, daya tampungnya sudah jenuh.

    Selain itu, kata Cornelis, “Kalimantan penghasil pendapatan negara yang cukup banyak dari sumber daya alam (SDA)-nya. Tidak pernah ribut dengan orang Indonesia yang datang ke Kalimantan, Bugis, Jawa, Batak, dan sebagainya. Lengkaplah. Sejak Indonesia merdeka, sampai saat ini, tidak pernah orang Kalimantan memberontak. Baik zaman kerajaan, maupun zaman Indonesia merdeka. Namun, melawan kompeni, termasuk melawan Jepang, pernah. Kalimantan penghasil devisa negara, mulai minyak, gas, batubara, mas, dan intan. Bahkan ada uranium, sekarang ada CPO. “

    “Jadi, jangan menganggap Kalimantan tempat jin buang anak. Pemikiran Jokowi, membangun suatu ibu kota negara yang terencana. Yang didesain bukan sembarangan. Namun, yang dirancang dari awal, dari nol. Jadi, Kalimantan bukanlah seperti yang dikemukakan Edy Mulyadi. Nyatanya, Sabah, Sarawak, dan Brunei tidak juga tempat jin buang anak, tempat genderuwo.”

    Karena itu, Cornelis pun bertanya-tanya. “Apa maksud Edy Mulyadi melempar kata-kata yang tidak pantas kepada Jokowi, Prabowo, dan orang Kalimantan?”

    “Perlu dicatat, kami di Kalimantan daerah makmur. Yang lengkap. Kurang apa? Jika saat ini kami belum kaya raya, konglomerat, karena kami baru mulai. Tapi tidak kalah dibanding Edy Mulyadi. Kita lahir sama-sama tidak membawa apa-apa. Mati juga tidak membawa apa-apa. Jadi, selama hidup, berbuatlah baik dan, sebisa mungkin, melayani sesama. Jangan jumawa. Jangan menghina! Kita ini sama, setara di hadapan Tuhan.”

    Jangan Menari di Genderang Edy

    Mencermati dengan saksama perilaku Edy Mulyadi dan kawan-kawan, kata Cornelis, “Kita harus waspada. Jangan terpancing. Jangan masuk ke dalam perangkap yang dimainkan mereka. Jangan mau menari di genderang yang mereka tabuhkan.”

    Bahkan kini, kata Cornelis, “Menjadi benderang motivasi dan maksud-maksud tertentu dari Edy Mulyadi dan kawan-kawan. Mereka ingin membatalkan rencana pemindahan IKN, dengan berbagai cara. Kita memang tersinggung. Kita marah dengan caranya. Namun, tetap ingat pada agenda utama. Yang kita khawatirkan dan kita takuti ke depannya, jika Kalimantan tidak bisa terkontrol oleh Negara, akan menjadi sarang kelompok-kelompok radikal, intoleran, anti-Pancasila dan bahkan bisa menjadi sarang teroris mengingat wilayah Kalimantan begitu luas.”

    Karena itu, katanya, “Boleh gusar dan murka pada Edy Mulyadi dan kelompoknya. Namun, tetap kepala dingin. Serahkan pada pihak yang berwajib sesuai prosedur dan hukum yang berlaku. Persoalan hukumnya, kita serahkan pada Polri..”

    “Bahwa ada masalah, memang ada. Kita selesaikan, kita atasi bersama, sebagai bangsa. Sebab pulau Kalimantan ini strategis, di tengah-tengah Nusantara letaknya. Dekat Laut Cinta Selatan, Natuna, Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Pulau yang posisinya di tengah-tengah. Mari kita dukung rencana Pemerintah dan agenda Negara.”

    “Kami orang Dayak, tidak pernah minta kepada Presiden dan DPR untuk menjadi ibukota negara. Tetapi ketika ditetapkan Presiden dan DPR kami terima, kami loyal. Sebab ini demi kepentingan Negara dan bangsa, dan bukan untuk kepentingan kami,” pungkas Cornelis.

    Sembari terus mengingatkan, “Jangan sekali-kali menari di genderang yang ditabuhkan Edy dan kawan-kawan. Yang kita khawatirkan dan kita takuti ke depannya, jika Kalimantan tidak bisa terkontrol oleh Negara, akan menjadi sarang kelompok-kelompok radikal, intoleran, anti-Pancasila dan bahkan bisa menjadi sarang teroris mengingat wilayah Kalimantan begitu luas.” (X-5-Detikborneo).

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita