26.6 C
Singkawang
More
    BerandaLumbungGerakan Ekonomi Kerakyatan ala CUKK

    Gerakan Ekonomi Kerakyatan ala CUKK

    | Penulis: R. Masri Sareb Putra

    Di Credit Union Keling Kumang (CUKK), saya anggota. Karena dekat kampung kelahiranku, saya terdaftar sebagai anggota-aktif di CUKK Kantor Pelayanan Kembayan, Kab. Sanggau, Kalbar.

    Para pendirinya saya gelari “4 enghiong dari Tapang Sambas”. Mereka adalah 4-M, karena nama keempatnya diawali huruf M. Terdiri atas: Musa, Munaldus, Mikael, Masiun.

    Orang kerap sulit membedakan mereka. Mana yang abang, mana yang adik. Tapi saya gampang saja. Enghiong pertama, Musa Narang, kawan akrab saya sejak SMA. Serasa sudah saudara.

    Kiranya, tidak perlu dijelaskan panjang lebar sejarah berdirinya gerakan pemberdayaan ekonomi kerakyatan dari pedalaman Kalimantan Barat ini. Baca saja selengkapnya buku 25 Tahun CU Keling Kumang: Kerajaan Buah Main Keling Kumang (2018).

    Gagasan mendirikan CUKK muncul di sebuah rumah kontrakan di Siantan, Pontianak, 1 Oktober 1992. Namun, secara formal CUKK berdiri pada 25 Maret 1993. Diorganisasikan oleh Munaldus dan Masiun. Dengan pendiri awal 20 orang. Sebab, syarat mendirikan CU 20 orang.

    Ada unit usaha yang dengan sengaja menjual produk hasil karya anggota. Nama unit itu pun unik: Self Help Group (SHG). Kelompok Menolong Diri-sendiri. Sosio-preneurship. Sebuah konglomerasi sosial-ekonomi berbasis kerakyatan.

    Dengan modal seadanya, urunan para pendiri, kini asetnya sangat mencengangkan. Total aset CUKK saja berbilang angka mendekati 2-T, dengan anggota 200.000. Tak heran. CUKK diputuskan menjadi motor. Causa prima. Yang menggerakkan unit-unit, atau badan usaha lainnya.

    Image In1 9

    Agak “rasis”, saya kerap bilang begini. Untuk mudahnya mengenali 4-M, begini saja: Terang, gelap, terang, gelap. Untuk memudahkan warna kulit, urutan mereka empat bersaudara itu. Sebab bagai pinang dibelah empat (seperti foto di buku halaman 144 itu, ki-ka: Musa, Munaldus, Mikael, Masiun).

    Karena kedekatan dengan mereka, saya kerap dikatakan, “Orang luar tapi dalam. Orang dalam, tapi luar Kelompok Keling Kumang Grup (KKG). Luar dan dalam. Dalam, tapi luar. Oleh sebab itu, saya diterima di mana-mana. Kadang jadi penyeimbang. Jika ada silang pendapat, kerap saya diminta untuk menjadi hakim. Terutama di Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK).

    Dan saya menikmati peran itu!

    ***

    Sebelumnya, unit-unit usaha KKG berbagai-bagai. Dari CU, sekolah, mini mart, kursus bahasa, perkebunan, gula aren, hingga hotel. Komplet.

    Bahkan, ada unit usaha yang dengan sengaja menjual produk hasil karya anggota. Nama unit itu pun unik: Self Help Group (SHG). Kelompok Menolong Diri-sendiri. Sebagai sebuah unit konglomerasi sosial-ekonomi berbasis kerakyatan.

    Dan sejak 2014, saya intens bergiat bersama kawan-kawan itu. Saya diminta riset. Lalu menulis novel berdasar sejarah, Keling Kumang. Sebab, tidak semua orang mafhum Keling Kumang.

    Saya jelaskan sederhana saja, ketika orang bertanya, “Siapa Keling Kumang?” Kata saya, “Keling Kumang adalah Rama dan Sinta, Romeo dan Juliet orang Iban.”

    Pun pula begitu dengan Credit Union. Banyak orang sulit mengertinya. Untuk mudahnya, saya bilang, “Bank Dayak”.

    Orang pun menjadi mafhum dengan segera.

    Saya telah mencermati folklor di seluruh negeri dan di berbagai belahan dunia. Juga membaca Pof. David McClelland tentang teori motivasi yang dikenal dengan The Need for Achievement (N-Ach) yang tertuang dalam folklor suatu suku bangsa.

    Untuk semakin menyibak wawasan dan menajamkan inuisi. Saya juga memamah-biak buku Prof. Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Gramedia, 1995). Katanya, “Suku bangsa yang hebat jika folklor dan wicaceritanya hebat pula. Dan tercatat.”

    Itu yang mendorong saya meneliti dan menulis wiracerita Keling Kumang. Mengabadikan kehebatan sukubangsa Iban. Subsuku Dayak yang polupasinya terbanyak di dunia. Sekitar 1,1 juta.

    Sedikit cakap. Tapi banyak berbuat. Seperti peribahasa Jawa. “Sepi ing pamrih, rame ing gawe”.

    Itulah Gerakan Credit Union Keling Kumang.

    Waktu KKG mau mendirikan perguruan tinggi, saya diminta-serta. Bahkan, turut menyelenggarakan seminar awal, di Sekadau. Mengurus izin ke Koperstis Wilayah XI (LL Dikti) di Banjarmasin, dan Kemendikbud di Jakarta, kemudian bikin persiapan ini itu. Dan saya ditugaskan: Menyusun/ riset Studi Kelayakan.

    Dengan Adilbertus Aco sebagai Pimpro, kami bahu-membahu bekerja. Menyiapkan Standar (borang) perizinan yang rumit dan rigit, presentasi, hingga persiapan submit dokumen-dokumen. Hingga akhir izin keluar, Agustus 2020. Kadang kami harus nyepi. Menyendiri di suatu tempat. Agar konsentrasi. Pernah sampai 2 minggu. Full days. Tapi kami menikmatinya.

    Yang menakjubkan: waktu menyusun proyeksi arus kas, saya berkuasa penuh. Menentukan berapa banyak gaji dosen, staf, wakil rektor dan rektor. Anehnya, mereka setuju dengan apa yang saya tetapkan.

    Yang lebih menakjubkan lagi, “Bro boleh pilih jabatan, menjadi apa saja di Institut Teknologi Keling Kumang!” kata Ketua Yayasan.

    Saya tidak pilih Rektor. Bukan milih Dekan. Tapi saya memilih: Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (Puslitdianmas). Dan mereka mengabulkan.

    Berapa gaji saya? Suka-suka saya dong!

    Kini saya yang pada posisi “memikirkan gaji orang.”

    ***

    Nah, kini Keling Kumang Grup (KKG) berubah menjadi: Gerakan Credit Union Keling Kumang (GCUKK).

    Sejak 30 Maret 2021 berdasarkan hasil rapat anggota tahunan (RAT) KKG, diputuskan: KKG berubah nama menjadi Gerakan CUKK. Ada perbedaan mendasar perubahan itu, kalau KKG posisi CUKK sebagai lembaga yang meng spin off menjadi subordinat, tetapi di GCUKK, CUKK menjadi Superior.

    Tidak ada lagi Managing Director. Mereka yang menjabat ini, menjadi deputi CEO CUKK. Ada dua deputi di GCUKK. Yakni deputi koperasi membawahi lembaga-lembaga hasil spin off yang berbadan hukum (BH) koperasi dan deputi yang membawahi lembaga-lembaga hasil spin off non-koperasi termasuk yayasan.

    Panta rei kai ouden menei –kata filsuf Heraclitus. Tidak ada yang tetap di dunia ini. Yang abadi adalah: perubahan itu sendiri. Semua berubah. Mengalir. Bagai air.

    Dinamika usaha, bergerak sesuai perubahan zaman. Pandemi Covid-19, mengubah pola komunikasi dan konsumsi, termasuk perilaku dan gaya hidup masyarakat. Dan Gerakan Credit Union Keling Kumang menjawabnya secara smart.

    Gerakan Credit Union Keling Kumang memang lincah. Penuh dinamika. Orang-orang di dalamnya educated. Tak jarang, kami berbahasa Inggris jika sedang diskusi.

    Image In2 8

    Apabila ada tamu asing datang, pasti cas cis cus. Sesekali, bahasa Holland spreken dengan tamu dari Belanda. Para kawan di GCUKK juga Open minded. Pas dengan karakter saya.

    Ke muka, Gerakan Credit Union Keling Kumang makin menggurita. Di segala bidang. Tak pelak, ialah yang dimaksudkan Pasal 33 UUD ’45 itu.

    Sedikit cakap. Tapi banyak berbuat. Seperti peribahasa Jawa. “Sepi ing pamrih, rame ing gawe”.

    Itulah Gerakan Credit Union Keling Kumang.

    Dan pas sekali dengan karakter saya!

    ***

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita