Jakarta, detikborneo.com – Netizen Anwar dengan sengaja ucapannya dimedsos tiktok yang telah melakukan ujaran kebencian dan berita bohong terhadap Sanksi Adat Masyarakat Adat Dayak DAD DKI Jakarta dan Jelani Christo, SH pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) saatnya acara penyelesaian sanksi adat permohonan maaf Marcel Radhival Pesulap Merah pada hari Sabtu yang lalu (06/05.2023) dirumah adat Dayak/ Betang Anjungan Kalimantan Barat Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
Pada hari Senin (15/05/2023) Jelani dan kuasa hukumnya datang ke Bareskrim Polri dan menyampaikan:
“Untuk bertindak mewakili dan/atau mendampingi Pemberi Kuasa (Jelani Christo,SH.), guna menuntut pertanggungjawaban pidana dan/atau membuat LAPORAN POLISI, terhadap Sdr. ANWAR atas dugaan Tindak Pidana menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian dengan mengatakan sanksi adat/acara ritual adat yang dijatuhkan kepada Marcel Radhival (Pesulap Merah) yang dilaksanakan di Taman Mini Indonesia Indah pada tanggal 6 Mei 2023 adalah LICIK dan DIPAKSAKAN, menyerang pribadi Jelani Christo, SH sebagai Bidang Hukum dan Advokasi serta Ketua Umum LBH-Majelis Adat Dayak Nasional (LBH-MADN) dan menyebarkan Berita Bohong yang ditujukan untuk menimbulkan keonaran di tengah masyarakat dan/atau melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan sebagaimana dimaksud dalam UU No 19 Tahun 2016 Tentang ITE, UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana dan UU No. 16 Tahun 2017 Tentang ORMAS, di BARESKRIM MABES POLRI.
Untuk itu penerima kuasa berhak hadir, mendampingi dan berbicara pada seluruh tahap pemeriksaan di Kepolisian dan pada Kejaksaan Negeri yang bersangkutan serta pada persidangan Pengadilan Negeri yang bersangkutan, berhak menghadap pada setiap instansi dan Pejabat yang berhubungan dengan perkara ini, mengajukan dan menandatangani surat-surat permohonan, mengajukan protes, mengajukan eksepsi, mengajukan dan menolak saksi-saksi dan alat-alat bukti lainnya, mengucapkan pembelaan (Pleidooi), menyatakan banding, mengajukan dan menandatangani memori banding, menyatakan kasasi, mengajukan dan menandatangani memori kasasi dan umumnya mejalankan hal-hal yang perlu untuk kepentingan pemberi kuasa dalam perkara ini”, ucap Agus Wijaya
Ancaman hukuman ucapan ujaran kebencian dan berita bohong yang diduga dilakukan oleh @Anwar netizen tiktok berasal dari Kota Medan ini terancam kurungan enam tahun penjara dan siap-siap untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, jika terbukti bersalah nanti ujar Jelani.
Dalam halaman pusiknas.polri.go.id disampaikan: Bahkan, kepolisian berbekal Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 dapat menindak warganet yang mengunggah ujaran kebencian di akun masing-masing maupun di media elektronik, atau di depan forum.
“Ujaran kebencian dapat mendorong terjadinya kebencian kolektif, pengucilan, diskriminasi, dan kekerasan,” demikian tertulis dalam Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015.
Bahkan, hanya bermula dari sebuah unggahan, dampak paling buruk berpotensi terjadi yaitu pembantaian. Tentunya hal itu dapat merusak kerukunan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
Dalam KUHP, ujaran kebencian berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan berita bohong. Warga yang merasa menjadi korban dapat melaporkan hal tersebut ke kepolisian. Penyidik dapat menerapkan aturan dalam KUHP Pasal 156, Pasal 157, Pasal 310, maupun Pasal 311. Ancaman hukuman untuk orang yang menyebarkan ujaran kebencian yaitu paling lama empat tahun.
Hukum Indonesia juga memiliki Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Pasal 28 jis Pasal 45 ayat (2), orang yang menyebarkan berita bohong, menyesatkan, dan menimbulkan rasa kebencian maupun permusuhan dapat dipidana penjara paling lama enam tahun.
Padahal sudah banyak kasus ujaran kebencian seperti kasus Edy Mulyadi yang berujung dipenjara, sepertinya warganet masih banyak yang kurang bijak dalam bermedia sosial. (Bajare007).