
Kutai Barat, Kaltim, detikborneo.com -Kabar mengecewakan ternyata bukan hanya dari Guruh Mardani Oemuda Dayak asal Melawi Kalbar tapi kini kembali mencuat dari Kalimantan Timur. Seorang pemuda Dayak asli Kutai Barat, Richard Yahya Benuaq Barong Tonkok, kembali gagal dalam seleksi Akademi Militer (Akmil) TNI Tahun 2025, meskipun telah empat kali mengikuti tes dan memenuhi seluruh persyaratan administratif, kesehatan, dan akademik.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan tajam di tengah masyarakat adat: Apakah afirmasi bagi putra-putri daerah hanya slogan kosong?

Empat Kali Tes, Empat Kali Gugur Tanpa Penjelasan Jelas
Richard merupakan bagian dari keluarga adat Barong Tonkok, dikenal berprestasi dan aktif dalam kegiatan kepemudaan serta pelayanan sosial. Namun, hasil seleksi kembali mengecewakan — namanya tidak tercantum dalam daftar peserta yang lolos ke tahap provinsi, tanpa penjelasan terbuka dari panitia seleksi.
Berikut riwayat tes Richard selama empat tahun berturut-turut:
- Tes Pertama: Gugur di tahap Pantukhir Panda (Panitia Daerah).
- Tes Kedua: Gugur kembali di Pantukhir Panda.
- Tes Ketiga: Lolos ke seleksi pusat di Bandung bersama 26 peserta lain, namun hanya Richard yang gugur di tahap akhir, meskipun nilai akademiknya unggul.
- Tes Keempat (2025): Gugur kembali di Pantukhir Panda.

Menurut sumber keluarga, nilai ujian nasional Richard tidak pernah di bawah 92. Ironisnya, peserta lain dengan nilai lebih rendah justru dinyatakan lulus.
Tokoh Adat Dayak dan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur: Ini Bukan Gagal Prestasi, Ini Gagal Keadilan!
Terkait kasus ini, Viktor Juan, SH., MH., Ketua DAD Provinsi Kalimantan Timur dan anggota DPRD Provinsi Kaltim, angkat bicara:
“Ini sangat menyedihkan. Pemuda yang sudah lulus semua syarat justru gugur tanpa alasan transparan. Ini membuktikan bahwa afirmasi bagi masyarakat adat Dayak nyaris tidak ada. Di mana komitmen kesetaraan?”
Ia menambahkan bahwa jika kondisi ini terus berulang tanpa koreksi, maka kepercayaan masyarakat adat terhadap institusi negara akan semakin terkikis.
Diskriminasi Terselubung Masih Terjadi?
Meski TNI secara nasional menyatakan mendukung keberagaman dan keterwakilan dari seluruh wilayah Indonesia, fakta di lapangan tidak mencerminkan hal tersebut. Kasus Richard hanyalah satu dari sekian banyak kisah pilu calon Taruna Dayak yang tersingkir secara diam-diam, meski punya kualitas.

“Kami mendukung penuh anak-anak Dayak masuk Akmil dan Akpol, tapi kami juga menuntut transparansi dan keadilan. Jangan sampai keterwakilan Dayak hanya jadi simbol, tanpa perlakuan nyata,” tegas Viktor.
Seruan untuk MADN dan ICDN: Saatnya Aksi Nyata, Bukan Hanya Retorika
Lawadi Nusah Sekretaris Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Daerah Khusus Jakarta mendesak agar Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Timur dan ormas Dayak segera mengambil langkah:
- Turun langsung menyelidiki kasus ini.
- Mendesak investigasi internal seleksi Akmil.
- Mengajukan tuntutan ke Mabes TNI dan Kementerian Pertahanan agar afirmasi bagi daerah terluar dan adat betul-betul dijalankan.
- Mendorong Polda dan Kodam menyampaikan laporan publik mengenai kuota dan hasil seleksi putra daerah.
Dayak Bukan Tamu di Tanah Sendiri
Lawadi merespon lebih dalam lagi akan kisah Richard Yahya Benuaq Barong Tonkok mencerminkan kenyataan pahit yang masih dihadapi pemuda Dayak dalam menembus lembaga strategis negara. Ketika semua syarat telah dipenuhi namun tetap tidak lolos tanpa alasan, maka yang dipertanyakan bukan lagi kualitas, melainkan keadilan sistemik, jika kita tidak bergerak maka sampai kiamat para pemuda Dayak hanya jadi penonton.
“Dayak bukan tamu di tanahnya sendiri. Saatnya kita bukan hanya berdiri, tapi bergerak menuntut keadilan!”, ujar Lawadi. (Bajare007)