
Jakarta, detikborneo.com — Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPHKI) mengecam keras insiden pembubaran paksa kegiatan ibadah retret umat Kristen yang terjadi pada 27 Juni 2025 di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dalam peristiwa tersebut, sekelompok massa bertindak anarkis dengan memaki, memecahkan kaca jendela, dan merusak properti tempat ibadah berlangsung.
PPHKI menilai tindakan ini sebagai bentuk nyata intoleransi yang mencederai hak konstitusional warga negara untuk menjalankan keyakinannya. Oleh karena itu, PPHKI mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera menindak tegas para pelaku, demi menegakkan hukum dan menjaga persatuan bangsa.

“Perilaku intoleran dan diskriminatif seperti ini tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif. Ini bukan hanya menciptakan keresahan sosial, tapi juga berpotensi memecah belah persatuan nasional dan merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum,” tegas PPHKI dalam pernyataannya.
PPHKI juga menegaskan bahwa hak untuk beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights), sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. Kegiatan retret keagamaan yang tidak dilakukan di rumah ibadah permanen tidak memerlukan izin pendirian rumah ibadat sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9/2006 dan No. 8/2006 (PB 2 Menteri).

Lebih lanjut, PPHKI menyebut bahwa kejadian-kejadian intoleransi yang terus berulang bukan hanya mengancam kerukunan nasional, tetapi juga merusak citra Indonesia di mata dunia internasional. Kondisi ini dapat memengaruhi kepercayaan investor dan pelaku usaha untuk menanamkan modal di Indonesia di tengah tekanan ekonomi global.
Sebagai solusi, PPHKI mendorong pemerintahan Prabowo-Gibran untuk segera mencabut PB 2 Menteri dan menggantinya dengan Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, yang hingga saat ini belum juga disahkan.
PPHKI juga menyerukan kepada Pemerintah Pusat, Pemprov Jawa Barat, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan aparat penegak hukum untuk menjamin sepenuhnya kebebasan beragama bagi seluruh warga negara, serta memastikan tidak terulangnya tindakan intoleransi serupa di masa depan.
“Supremasi hukum dan kebebasan beragama harus ditegakkan tanpa rasa takut,” tutup pernyataan resmi PPHKI. ( RM/ Bajare007).