Jakarta, detikborneo.com -Aliansi Perdamaian dan Keadilan (PEREKAD) yang secara resmi gabungan dari delapan organisasi seperti Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI), Asosiasi Pendeta Indonesia (API), Vox Point Indonesia, Persatuan Masyarakat Kristen Indonesia Timur (PMKIT), Rhema, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) dan Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) mengadakan pertemuan rutin dengan menghadirkan nara sumber Profesor Yudhi Haryono guru besar Universitas Muhamadiyah Purwokerto yang pernah mengecap pendidikan di Amerika. Dan saat ini aktif dalam forum Profesor yang mendukung gerakan anti korupsi.
Hadir saat pertemuan PEREKAD antaranya ketua umum Vox Point Indonesia Yohanes Handoyo Budhisejati, Ketua Umum API Pdt. Drs Harsanto Adi didampingi Sekjen Pdt Estefanus Balaati, Bendara Umum Pdt Ernest dan beberapa pengurus lalu Ketua umum Rhema Dwi Urip Premono, Ketua umum PEWARNA Yusuf Mujiono didampingi Sugiyanto Departemen Media dan Ronald Marlisa Dep Lintas lembaga sedangkan dari MUKI hadir ketua harian John Hutapea, dan anggota lainya.
Prof Yudhie Haryono mengawali paparannya dengan melihat bahwa pasca reformasi perjalanan bangsa ini bak poco-poco maju sedikit mundurnya banyak, lalu maju sedikit lalu mundur lagi. Semua ini lantaran hilangnya tokoh-tokoh bangsa yang berpikir bukan hanya untuk kelompok dan golongannya saja tetapi tokoh yang benar-benar lintas batas sekat primordial.
Dulu lanjutnya bangsa ini mempunyai tokoh seperti presiden Soekarno, Soeharto dan Gus Dur terlepas dari kekurangannya namun tokoh ini mampu berpikir dan berperilaku menerobos batas-batas kelompok dan golongannya.
Mengapa semua ini bisa terjadi tandas salah satu panitia Ad Hoc yang menyusun undang undang pasal 23 ini karena pendidikan Pancasila baik ekonomi Pancasila maupun politik yang berwawasan Pancasila, sudah hilang. Tragisnya Nawacita dan revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo mandeg tak ada kelanjutannya walaupun kemudian lahir BPIP persoalannya anggarannya belum dikeluarkan.
Prof Yudhie Haryono yang merupakan salah satu penyusun tentang Nawacita melihat pembangunan yang dilakukan presiden Joko Widodo lebih pada pembangunan badani atau fisik padahal harusnya pembangunan itu beriringan.
Lalu terkait dengan konstelasi pencapresan sebagai aktivis pluralism memberikan gambaran bahwa ada tiga ataupun empat capres yang akan bertanding, dari masing-masing capres yang sudah siap Prabowo dan Anies Baswedan, sedangkan Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah, belum pasti diamajukan.
Dari Capres yang akan maju ini menurut Prof Yudhie diyakini mereka ini sangat terbuka dan menerima keperbedaan yang ada, tetapi yang menjadi persoalannya adalah lingkaran pendukungnya. Jangan sampai jatuh kepada pendukung yang anti pluralism yang mudah mencap kelompok lain itu sesat dan sebagainya, hal inilah yang perlu diwaspadai.
Diskusi berjalan seru masing-masing peserta mencoba mencari informasi lebih dalam seperti bagaimana posisi Mahfud MD Menteri Pertahanan Keamanan yang belakangan ini viral lantaran keberaniannya membuka dana gelap 349 trilyun.
Tentang Mahfud MD yang saat ini masih dianggap berani bersuara lantang dan ada indikasi anti korupsi, Prof Yudhie menyambut positif kalau memang itu tulus berarti bagus dan bisa saja diusung atau disuarakan oleh masyarakat sebagai capres atau setidaknya cawapres. Namun memang semua akan diuji nantinya, karena berdasarkan banyak pengalaman ada beberapa orang yang tadinya lantang da nada kesan bersih nyatanya ada udang di balik semuanya itu.
Namun sekali lagi ini adalah upaya yang bisa dilakukan bagaimana memilih pemimpin yang seperti diawal bisa berpikir dan membuat kebijakannya bukan sekedar kepentingan kelompok atau golongannya, tetapi harus memikirkan semua masyarakat Indonesia baik yang kaya, miskin dan penganguran. (YM/ Bajare007).