Penajam, detikborneo.com – Polemik terkait proyek pengembangan Lapangan Gas Karamba di Buluminung, Penajam Paser Utara (PPU), terus berlanjut. Masyarakat dan Kepala Adat Besar Dayak-Paser Kalimantan tetap menutup sementara akses jalan menuju lokasi proyek yang dikerjakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) PT Indo Sino Oil & Gas.
Ketegangan meningkat setelah Kepala Perwakilan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Kalimantan dan Sulawesi, Azhari Idris, menyatakan bahwa lahan yang dipermasalahkan sudah dibebaskan. Namun, Kepala Adat Besar Dayak-Paser Kalimantan, Ahmad Ariadi, membantah pernyataan tersebut.
Konflik Memanas! Proyek Migas Karamba Dihentikan, Masyarakat Adat Dayak-Paser Blokir Jalan
“Jika tanah itu sudah dibebaskan, kami ingin tahu kepada siapa pembayarannya diberikan? Sampai saat ini, kami belum pernah menerima ganti rugi atas lahan yang digunakan untuk proyek tersebut,” tegas Ahmad Ariadi pada Kamis (6/3).

Menurutnya, lahan yang digunakan untuk proyek pengembangan serta jalur pemipaan mencapai 65,5 hektare dan bukan milik Dewan Adat Dayak-Paser, melainkan milik Rudy Tanair, warga Balikpapan Tengah. Berdasarkan surat kuasa yang diberikan sejak 18 September 2018, Ahmad Ariadi bertanggung jawab untuk menjaga, merawat, serta mengurus administrasi lahan tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Lahan yang disengketakan itu berada di Muan, Kelurahan Buluminung, Kecamatan Penajam, PPU.
SKK Migas Tegaskan Lahan Sudah Dibebaskan
Menanggapi penghentian sementara akses jalan yang berdampak pada terhentinya proyek, Azhari Idris menegaskan bahwa lahan tersebut telah dibebaskan oleh KKKS sebelumnya, Pandawa Prima Lestari, sebelum pengelolaan beralih ke PT Indo Sino Oil & Gas dengan persetujuan pemerintah.
Namun, Ahmad Ariadi tetap mempertanyakan klaim tersebut.
“Kami selalu membayar pajak atas tanah itu. Jika Pandawa Prima Lestari memang telah membebaskan lahan ini, tahun berapa itu terjadi dan kepada siapa pembayarannya diberikan?” ujarnya.
Sebagai penerima kuasa dari pemilik lahan, Ahmad Ariadi menyatakan bahwa pihaknya memiliki dokumen resmi terkait kepemilikan tanah tersebut.
Permintaan Pertemuan dengan Pemkab PPU
Di sisi lain, Azhari Idris memilih untuk tidak memperpanjang polemik di media.

“Kami tidak akan berbalas tanggapan di media. Kemarin kami sudah menyampaikan sikap melalui Kaltim Post. Besok kami akan meminta pertemuan dengan Pemkab PPU untuk menyelesaikan ini sesuai aturan,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa proyek ini merupakan bagian dari kegiatan negara, dan SKK Migas memiliki seluruh dokumen sah terkait pembebasan lahan.
“Kami sangat berhati-hati dan mengikuti semua aturan. Ini proyek negara, dan PT Indo Sino Oil & Gas mengerjakannya atas nama negara,” tambahnya.
Ketegangan antara masyarakat adat dan pihak perusahaan kini menunggu tindak lanjut dari pemerintah daerah untuk mencari solusi terbaik. (Sumber Kaltim Post/ Bajare007)