Sepaku, detikborneo.com Gaung kelanjutan pembangunan Ibu Kota Negara di Sepaku semakin nyaring terdengar. Kondisi di Sepaku saat ini semakin terasa geliat pembangunannya, diantaranya saat ini sudah dimulai tahapan pembangunan Bendungan kelak untuk digunakan memenuhi kebutuhan sumber air di IKN dan saat ini juga pihak Pemda Kaltim sudah mulai melakukan tahapan pembebasan.
Tahapan pembebasan lahan ini sudah dilakukan pembayaran ganti rugi 9 Ha lahan oleh Pemda tapi tidak kepada pemilik lahan semestinya malahan kepada pihak lain yang diduga pendatang.
Tahapan proses ini yang sangat membuat kecewa Keluarga ahli waris Pemilik lahan diantaranya:
- Samran Bin Sentori
- Abu Hamid Kemisan Bin Kemisan
- Sibukdin Bin Talip
- Selamat saudaranya Lipe
- Genong Bin Sika
- Wahu ponakan dari Peud
- Aji Asim Bin Aris
- Nonjong keturunannya takut tidak mau terima warisan karena tidak mau repot berurusan, takut kena penjara.karena buta huruf.
Bagaimana tidak dengan bermodal surat keterangan tanah luasnya 268Ha yang diterbitkan Tahun 1965 di tanda tangani oleh RT 1 Mentawir, Kepala Kampung Menatwir, Kewedenaan Penajam .
Tanah yang tertera disurat ini tidak pernah diperjual belikan kepada pihak manapun dan masih sering digarap untuk kebutuhan berladang oleh ahli waris anak cucu turun temurun sampai saat ini, alangkah kecewanya sekarang yang menerima pembayaran jadi pihak orang lain. Ketika ditanyakan selalu tidak ditanggapi.
Dikira Saat ini akan menerima ganti rugi tapi malah diusir dianggap bawa bukti surat palsu.
Kemana harus mengadukan tanah turun temurun yang dari dulu diusahakan untuk berladang sekarang sudah berpindah jadi milik orang lain padahal surat menyurat yang dipunya cukup lengkap bahkan masih ada saksi hidup berumur 92 Tahun dan 82 Tahun.
Bagaimana jika yang ada hanya tembawang (bekas perkampungan yang ada hanya pohon buah-buahan saja), bukti kuburan tua sekarang saking kejamnya dan tidak berprilaku kemanusiaan bukti-bukti tanah adat ini oleh oknum tertentu dibuldoser untuk menghilangkan jejak bukti otentik yang ada disana, Masyarakat lokal tidak diajak diskusi terkesan diam-diam.
Raida Kepala Adat Besar Dayak Paser Provinsi Kalimantan Timur yang di lantik pada Tahun 2019 Sangat terpukul atas nasib yang dialami oleh warga masyarakatnya yang polos bahkan ada yang buta huruf diperlukan dengan kecam tidak adil dan ini jangan terjadi lagi ditanah Dayak oleh penguasa di Kabupaten Paser.
Ini baru pembangunan Bendungan, tanah Dayak Paser belum jadi Ibu Kota warga lokal sudah dirampas hak ulayatnya. Ini karena rakusnya oknum-oknum tertentu teganya berbuat tidak adil dengan beraninya memindahkan lahan 268 Ha lahan berladang warga lokal di pindah tangankan ke pihak lain yang tidak diketahui dari mana asal usulnya memilik tanah tersebut.
Ketidak adilan ini harus kami perjuangkan jika tidak ada titik temu dengan terpakasa akan kami laporkan kepada pihak yang berwajib untuk diproses lebih lanjut.
Dalam kesempatan ini selaku Tokoh Masyarakat Adat Dayak Paser Raida memohon kepada Presiden RI Joko Widodo, Wamen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong, Gubernur Kaltim Isran Noor dan aparat terkait turun langsung kebawah membela warga lokal supaya warga lokal yakin pembangunan ini berdampak baik untuk kami masyarakat lokal di Sepaku . Kepada warga Dayak se-kalimantan bahkan pun berada dukung kami dalam doa supaya kami kuat.
Raida juga berharap pihak terkait yang membidangi proses ini jika ada proses pembayaran supaya transparan lahan siapa yang terkena pembebasan dan lahan mana saja yang sudah dibayarkan serta lahan mana yang belum dibayar dari total luas lahan 375 Ha supaya masyarakat dibawah tidak ribut dan curiga.
(Bapage007)