| Penulis: Fr. Deodatus Kolek
Sebagai umat beriman. Kita tidak bisa menyangkal bahwa pandemi ini membuat kita sedih dan terpukul. Keinginan hati begitu kuat untuk pergi ke gereja seperti tahun-tahun sebelumnya, tertunda.
Kita ingin berkumpul. Bernyanyi. Menyembah. Dan memuji Tuhan di hari-hari agung dalam liturgi Gereja. Namun, apa hendak dikata?
Karena pandemi ini, kita dianjurkan untuk tetap tinggal di rumah dan mengikuti siaran langsung perayaan agung melalui media televisi atau Internet. Demi keselamatan diri dan sesama kita harus taat dengan anjuran ini.
Dalam kesedihan di tengah terpaan virus corona ini baik juga kalau kita memandang Yesus yang tersalib. Dengan mahkota duri di kepalanya. Mahkota dalam bahasa Latin, diterjemahkan dengan kata corona.
Kata ini lalu digunakan oleh para ilmuan untuk memberi nama virus yang awalnya muncul dari Wuhan, China; coronavirus disease 19. Hal itu karena jika dilihat dari mikroskop elektron virus ini berbentuk mahkota.
Mahkota duri Yesus
Dalam tradisi Gereja, corona Yesus itu diambil dari ranting berduri tajam. Para serdadu lalu membuat ranting berduri itu berbentuk lingkaran yang lebih kecil dari kepala Yesus lalu memasangnya dengan paksa.
Durinya yang sangat tajam seperti jarum menimbulkan luka yang sangat sakit. Tujuan dari pemasangan corona ini ialah untuk mengolok-olok karena tuduhan bahwa Yesus menyatakan diri sebagai Raja. Hal ini membuat para serdadu Romawi mendandani Dia bagaikan seorang Raja. Mereka menyuruh Dia menggunakan jubah ungu lalu memberinya corona berduri.
Selain itu, mereka juga memberi Yesus tongkat atau buluh yang dikenakan pada tangan Yesus (Lihat Matius 27:27-31). Mahkota dengan duri-duri itu tertancap di kepala Yesus mulai dari para serdadu mengolok-olok-Nya hingga sepanjang perjalanan menuju bukit Golgota.
Menurut refleksi Santo Yohanes Krisostomus corona yang berduri di kepala Yesus merupakan tusukan-tusukan tajam dosa manusia yang harus ditanggung-Nya. Dia membiarkan kepala-Nya berdarah demi keselamatan manusia. Dialah Raja dengan corona berduri menebus dosa dan kesalahan umat manusia. Dosa manusia memang tidak akan pernah berhenti menghasilkan duri dan sengatan yang menusuk, menyakitkan bahkan mematikan.
Dengan membiarkan diri-Nya dipasang corona berduri nampaklah bahwa Yesus adalah Allah yang pengasih dan penyayang yang dengan sukarela berkorban untuk keselamatan manusia dari dosa. Melalui tindakan belas kasihan ini Dia membebaskan kita dari infeksi dosa yang mengerikan. Bukan hanya itu, karena jasa mahkota berduri di kepala-Nya, kita memperoleh hak atas mahkota kerajaan surga (Corona spinea capitis ejus diadema regni adepti sumus)(http://www.catholictradition.org/).
Memandang Yesus
Di tengah perayaan peringatan akan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus ini, kita ingin memandang Yesus sekali lagi dengan tatapan yang penuh harapan.
Melalui penderitaan-Nya, khususnya mahkota duri yang dikenakan-Nya, Ia menunjukkan kedekatan dengan manusia. Ia sangat mengerti apa artinya menderita, lapar dan haus, jatuh dan bangun, dicaci maki dan diolok-olok. Ia merasakan apa yang dirasakan manusia. Ia tidak mengambil jarak melainkan terlibat dan solider dengan manusia dalam penderitaan.
Patut juga kita menggarisbawahi apa yang terjadi ketika Yesus disalibkan. Pakaian-Nya ditanggalkan. Begitu juga dengan buluh sebagai tongkat diambil daripada-Nya. Apa yang tertinggal hanyalah corona atau mahkota duri di kepala-Nya.
Jika saat ini corona virus membuat banyak penderitaan, maka kita tidak boleh cepat kecewa dan putus asa. Kita harus tetap berjalan dalam iman meski berada dalam lorong gelap yang sulit kita mengerti.
Kita ingat bahwa corona Yesus tetap terpasang sampai Ia wafat. Hal ini dapat berarti bahwa kesetiaan dalam iman pada masa yang sulit sangat dibutuhkan.
Dalam hal ini kita mendapat penghiburan dari surat Yakobus. “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia” (Yakobus 1:12).
Bukankah mahkota kehidupan itu kita harapkan? Corona virus mengarahkan pandangan kita pada mahkota Yesus yang akhirnya membawa kita pada mahkota kehidupan.
Baik corona Yesus maupun corona virus sama-sama menyebabkan kesakitan dan kematian. Begitulah corona virus menimbulkan ‘luka’ yang sangat sakit bagi umat manusia.
Apalagi saat ini corona virus ini telah tertancap lebih dari satu juta manusia di berbagai negara yang membuat nyawa sebagian orang melayang dan sebagian lagi khawatir akan kelanjutan hidupnya. Kekhawatiran itu karena ketidakpastian dalam berbagai bidang kehidupan khusus ekonomi beberapa pekan terakhir ini.
Selain itu, karena virus ini kita jadi sulit berkumpul untuk merayakan hari raya keagamaan yang agung. Tetapi mengatasi semua itu, dengan menatap Yesus yang menderita di kayu salib dengan mahkota duri itu.
Kita diberi kekuatan bahwa di dalam Dia dosa-dosa kita ditebus. Dan di dalam Dia pula kita memperoleh mahkota kehidupan.
Oleh karena kebangkitan-Nya.
***