24.8 C
Singkawang
More
    BerandaBeritaKehidupan Orang Tionghoa di Asia Tenggara

    Kehidupan Orang Tionghoa di Asia Tenggara

    Webminar lewat VooV meeting, Selasa tanggal 11 Januari 2022, jam 4.00 sore, yang diselenggarakan oleh Fujian Polythechnic Normal University, Tiongkok. Yang diundang sebagai pembicara tunggal Dr. Dato. Drs. Hendry Jurnawan, SH, SIP, MM, CLA, Med, dengan Thema, “Kehidupan Orang Tionghoa Di Asia Tenggara”.

    Belum ada data resmi kapan orang Tionghoa, pertama bermigrasi ke Asia Tenggara dan Indonesia. Tentu pasti sudah lama, berlangsung berabab abad yang lalu. Diperkirakan pada awal abad ke 3, orang Tionghoa sudah datang. Kini tidak sedikit komunitas Tionghoa hidup di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

    Yang pasti kedatangan etnis Tionghua ke Nan Yang (sebutan untuk sejumlah negara di Asia Tenggara, selanjutnya disingkat AsTeng), sudah terjadi jauh sebelum bangsa Eropa datang yang awalnya dengan motif bisnis, namun kemudian menjadi penjajah.

    Kedatangan Belanda menjajah Indonesia, Inggris menjajah Malaysia, Singapura, Myanmar, Perancis menjajah Indochina, dan Spanyol menyusul Amerika Serikat menjajah Filipina.

    Tentu kedatangan ini tidak sekaligus. Kita tidak bahas kapan datangnya orang Tionghoa. Ada yang datang sebagai buruh, nelayan petani, dan pedagang. Seperti kontrak kerja dengan Sultan Sambas dipekerjakan pertambangan di Monterado, Kalbar. Rombong suku Hakka sebagai pekerja tambang datang ke Kalbar dalam rombongan besar.

    Kebiasaan orang Tionghoa migrasi ke suatu negara, mereka bawa budaya, adat istiadat, kepercayaan serta mempertahankan cara hidup mereka, Karena merantau ke negeri orang, rasa aman dan perikatan persaudaraan, sehingga sering hidup berkelompok, mereka mendirikan sekolah Tionghoa, rayakan Imlek, main barongsai dan naga, para tabit berdagang obat ramuan tradisional. Banyak makanan Tionghoa yang enak juga disukai bangsa Asia Tenggara, seperti kuetiaw goreng.

    Sebenarnya orang Tionghoa tidak ditakdirkan sebagai pedagang, kita akui dan bukan banggakan orang Tionghoa rajin, ulet, irit dan hemat.

    Mungkin rasa di rantauan orang, takut susah hidup di negeri orang, kalau ada masalah dan tidak ada uang, khususnya bidang ekonomi, atau sakit keras, jangan tidak ada uang berobat, mungkin sulit dapat bantuan dari berbagai sumber, sehingga memaksa mereka kerja lebih keras.

    Mungkin ada kebiasaan, kakeknya jual es jalanan, bapaknya harus lebih maju, buka restoran es krim, anaknya harus lebih maju buka pabrik es. Ini mungkin juga termasuk prinsip ekonomi. Tapi faktor nasib belum tentu semulus itu.

    Ada juga beberapa keluarga mengelola satu toko sampai 5 keturunan. Mereka siap hidup susah, tidur ditumpukkan barang dalam toko, bukan seperti umumnya, tidur nyaman di kamar bersih dan rapi ber-AC.

    Hampir tidak kedengaran ada pemberontakan orang Tionghoa di rantauan, tapi tidak sedikit ikut berjuang kemerdekaan negara mereka tempati, hanya sejarah sedikit mencatatnya.

    Umumnya bergerak di bidang ekonomi. Kedatangan orang Tionghoa ke Asia Tenggara termasuk Indonesia, sangat berbeda dengan bangsa barat selalu ingin menjajah.

    Termasuk Laksamana Ceng ho tujuh kali ke Asia Tenggara tidak merebut secuil wilayah negara yang dikunjungi. Misi Laksamana Cengho hanya misi persahabatan dan keagamaan. Menyebarkan agama Muslim di mana mana.

    Kedatangan orang Tionghoa bukan satu suku, berbagai suku, ada orang Hokkian, Hakka, Kongfu, Tiochiew, Hainan. Kita hanya tahu mereka orang Tionghoa saja. Juga perbedaan bahasa daerah dan adat istiadat, membuat mereka tidak satu univikasi.

    Terbentuklah Yayasan sosial non politik, berdasar asal daerah, yayasan marga, yayasan satu bahasa, Sehingga memang agak susah perkawinan antar suku, karena adat berbeda. Untung ada bahasa Mandarin, buat mereka bisa berkomunikasi lisan dan tulisan.

    Dulu sempat terpecah dua kelompok, satu pro Tiongkok daratan, satu pro komentang Taiwan Formosa.

    Sekarang dukung mendukung ini sudah hampir tidak ada, mereka sudah tidak pusing itu, cape memikirkannya.

    Saat invasi Jepang ke Indonesia, puluhan ribuan masyarakat Kalbar dibunuh secara keji.  Ribuan tokoh, cendekiawan, orang kaya, dokter pelajar, baik suku Tionghoa Melayu dan Dayak.

    Sehingga setelah perang dunia ke 2, Kalbar kehilangan satu generasi, sehingga saat kemerdekaan, index pembangunan daya manusia Kalbar sangat rendah. Nomor 3 dari bawah, Papua, adalah terakhir.

    Apalagi suku Tionghoa, telah banyak hidup berbaur dengan penduduk setempat, Seperti di Singapore dan Malaysia berpendidikan Inggris, cara pola hidup sudah gaya barat, sudah tidak terlalu ketat memegang adat leluhur, telah banyak hidup orientasi ke barat, walaupun tidak semua.

    Seperti di Indonesia, semua berpendidikan Indonesia, sudah rasa ibu Pertiwi adalah Indonesia, ada kesadaran, sudah jadi Tentara dan Polisi

    Sejak runtuhnya Order Baru, Orang Tionghoa sudah ada yang menjadi Bupati, Walikota dan Gubernur.

    Rakyat Indonesia juga bisa menerima kenyataan ini. Alam reformasi telah merubah cara persepsi. Mungkin generasi muda, rasa lahir di Indonesia, hidup dan cari makan di Indonesia, mati juga di Indonesia, terpanggil juga jiwanya turut mengabdi ibu Pertiwi yang tercinta ini.

    Dan sudah banyak telah berbaur dalam kehidupan Nusantara, Ada sudah tidak bisa berbahasa ibu dan Mandarin. Sudah tidak tahu suku apa, berapa keturunan sudah hidup di Indonesia.

    Tadinya banyak orang kuatir bahasa mandarin di perbolehkan, pasti hanya digunakan lingkungan orang Tionghoa saja. Rupanya perkiraan itu meresek. Ternyata Mandarin disukai generasi muda Indonesia non Tionghoa.

    SD negeri juga ada ngajar pelajaran Mandarin, banyak ambil les, bukan hanya orang Tionghoa saja. Tidak sedikit orang Jawa, Batak, Melayu, banyak ambil jurusan bahasa Mandarin S1 dan S3 di Tiongkok. Perguruan negeri Indonesia juga buka jurusan Mandarin. Memang dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi, dunia terasa amat dekat, tidak berbatas dan transparan. Di Tiongkok pun mulai banyak mahasiswa belajar bahasa Indonesia. Kalau pandemi covid sudah berlalu, saya pun berangkat ke Tiongkok ngajar bahasa Indonesia, sebagai duta pendidikan memperkenalkan budaya Nusantara kita.  Pembicara adalah dosen, wartawan pengacara. (Diliput oleh atau kode wartawan saja).

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita