Opini : Agus Teladjan
Pemilu pilpres 2024 kali ini seyogyanya mengangkat isu yang konstruktif dan afirmatif tetapi justru yang muncul kepermukaan tampil bagaikan sebuah fenomena kejadian alam yang serta merta membuat semua orang menjadi ramai dan heboh seantero bumi pertiwi ramai orang membicarakan politik dinasti. Kekuasaan Dinasti yang kita tahu dalam pelajaran sekolah pengembangan nya politik monarki yaitu kekuasaan seorang yg diturunkan turun temurun dalam keluarga oleh kekuasaan kerajaan sebagai keluarga raja penguasa.
BACA JUGA : “Rasionalitas Pemilu Menghasilkan Kualitas”
Fenomena pemilu lima tahun lalu lebih kental politik identitas yang memang menjadi kelanjutan dari pemilu lima sebelum nya, yang pada saat ini seharusnya masih kondisi yg sama politik identitas menjadi tergeser oleh isu politik Dinasti dalam Wikipedia adalah politik Keluarga atau Politik Dinasti adalah kekuasaan yang secara turun temurun dilakukan dalam kelompok keluarga yang masih terikat dengan hubungan darah tujuannya untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan.
Dari pengamatan kacamata awam fenomena politik Dinasti ini akhir-akhir secara tak sadar mungkin juga disengaja menjadi endemi. Bukan barang baru sudah terjadi beberapa tahun belakangan ini menyebar juga sampai kewilayahan/daerah serta pada pemilihan gubernur,walkot,bupati,dan legislatif sebagai politik endemi Dinasti, ternyata fenomena ini juga mempengaruhi pilpres 2024 menjadi fenomenal anaknya presiden yang tadinya hanya jabatan walkot belum dua tahun masa jabatan karena kekuasaan dan kepemimpinan dari orang tuanya sebagai presiden, gubernur dan bupati akan segera berakhir karena privilege orang tuanya berkuasa sebagai pejabat negara atau daerah merasa punya nyali dan kemampuan maju mengikuti konstelasi dalam pilpres yang tadinya tidak pernah terpikir oleh siapa pun khusus nya kaum awam fenomena ini akan ada dan muncul secara tiba-tiba membuat semua orang kaget.
BACA JUGA : Dewan Adat Dayak Kalbar Dukung Ganjar Presiden 2024, Berikut 3 Aspirasi nya
Apalagi bersamaan gugatan ke MK tentang batasan umur bawah seorang calon presiden untuk bisa dicalonkan berumur 35 tahun dan sudah punya pengalaman menjadi kepala daerah gubernur,walkot dan bupati yang tadinya diatas 40 tahun, bagaimana tidak kaget wong keputusan MK menerima dan mengabulkan gugatan tsb dalam waktu begitu cepat seolah-olah tanpa jeda, apalagi selama ini sejak Reformasi bahwa politik Dinasti adalah hal yang tabu bahkan uu ketatanegaraan pun tidak mengakomodirnya.
Apakah politik Dinasti versi Indonesia bisa dan sudah disepakati begitu saja atau diterima dianggap sah ? Menurut undang-undang perlu sebuah proses kajian akademisi dulu untuk menjelaskan agar dapat dibawakan kedalam legislatif dan eksekutif DPR dan pemerintah sebagai usulan aspirasi sehingga apabila disetujui dapat di Undang kan sebagai sebuah kebijakan,jika tidak segala bentuk hukum ketatanegaraan yang ada akan rusak ditabrak tanpa kajian dan persetujuan dari semua Stekholder institusi kelembagaan terkait sehingga menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan sebagai penyelenggara negara saat ini.
Politik Dinasti akan menjadi sebuah endemi politik mewabahi setiap elemen-elemen sistem pemerintahan dari pusat sampai ke daerah bahkan ke desa-desa jika tanpa proses yang di buatkan aturan main yang menjadi batasan-batasan sistematis dan teknis sehingga dapat merusak sistem demokrasi yang sudah baik dan hukum tata negara terbangun selama ini sesuai cita-cita Reformasi, untuk itu perlu aturan dan kebijakan baik berupa undang-undang dari lesgelatif dan kepres dari pihak eksekutif sehingga tidak menjadi multitafsir dengan segala presepsi masing-masing orang.
Politik demokrasi Indonesia jelas tidak mengenal politik Dinasti tapi kenyataan nya sekarang seolah-olah menjadi trend yang juga seolah-olah harus dimaklumi, jika di biarkan tentu kedepan dapat mencoreng dan merusak sistem demokrasi Indonesia yang mengenal “one man one vote” untuk memperoleh pemilu yang LUBER & JURDIL menghindari KKN yang selama ini biang masalah sehingga perlu Reformasi sistem pemerintahan sebagaimana komitmen Reformasi th 98 yang diperjuangkan dengan keringat dan darah serta jiwa dari kemanusiaan para pejuang dan pahlawan Reformasi.
Proses narasi dan presepsi yang terbangun dalam masyarakat beraneka ragam versi tentang politik Dinasti berdasarkan one men one vote tersebut itu dianggap legal dan sah jika calon paslon hanya di tunjuk begitu saja untuk dipilih dan diikut sertakan bersama kandidat calon paslon yang lain dalam pemilu tanpa proses baku yang berjenjang atau proses legalitas hukum ketatanegaraan sebagai dasar acuan, jika demikian akan menjadi kemunduran bagi sistem demokrasi.Dalam pengamatan awam kita melihat ada yang mencoba mencampur adukan sistem pemilu kita bahwa dengan memberikan kebebasan setiap orang memilih “one man one vote” kepada kandidat calon untuk dipilih dan memilih meskipun sudah lolos dari sistem penjaringan di KPU yang dibuat sedemikian rupa sampai-sampai ketua MK harus di pecat oleh MKMK karena melanggar etika berat yaitu meloloskan batasan usia “dari usia 40 tahun menjadi 35 tahun” yang memang bukan kewenangan MK tapi di ajukan lewat DPR sebagaimana mestinya.
Sebelum Reformasi tahun 98 mengubah undang-undang ketatanegaraan yang proses nya segitu cepat kilat belum pernah terjadi,meskipun pada jaman orde baru bahwa ada bentuk dan pola hampir mirip dan sama dilakoni oleh regim penguasa pemegang partai terbesar sehingga regim penguasa saat itu begitu mudah menjadi penguasa atau tetap berkuasa sampai 35 tahun regim penguasa terlama dicatat dalam sejarah Indonesia.
Jaman orde baru bahkan hanya ada kandidat calon tunggal yaitu satu calon yang dipilih, hal tersebut sangat mudah dilakukan oleh regim penguasa orde Baru agar mempermudah kemenangan dengan memobilisasi alat negara aparatur dan lembaga non pemerintahan yang diwajibkan memilih partai atau orang paslon dari partai nya sehingga belum diadakan nya pemilihan di TPS sudah ketahuan siapa pemenang calon presiden terpilih, pemilu sekedar formalitas legalitas saja.
Dalam sistem demokrasi One man one vote tidak dikenal dan tidak berlaku pada sistem rekruitmen Dinasti dengan menujukan atau mengarahkan seseorang atau pasangan dengan segala trik dan taktik orang/masyarakat digiring kepada opini dan pilihan,yang sehingga masyarakat terpaksa memilih nya dengan melalui privilege sebagai anak atau menantu penguasa, aturan atau undang-undang dibuat hanya untuk meloloskan menjadi calon kandidat, sarana dan prasarana mobilisasi dukungan sudah dibuat dan diciptakan untuk dikondisikan,diarahkan dan dimobilisasi hanya untuk calon kandidat tertentu.
Setiap orang pemilih terjebak tidak punya pilihan agar suka tak suka dan mau tak mau harus memilih yg sudah dikondisikan sedemikian rupa karena merusak sistem demokrasi kita pesta pemilu yang LUBER dan JURDIL. Diluar sana oknum para elite politik partai pendukung calon/paslon yang menjadi oknum kaki tangan dari rencana kelompok atau seseorang untuk mengaburkan sistem LUBER & JURDIL yang seolah-olah semua sudah sesuai dengan aturan dan kebutuhan masyarakat “one men one vote” pada bilik suara di setiap TPS.
Reformasi sebagai tonggak sejarah untuk membangun sebuah resolusi yang revolusioner dibidang hukum dan ipoleksobud untuk kepentingan negara dan bangsa menjadi tanggung jawab kita semua, karena pemimpin yang terpilih hanya mengemban amanat rakyat bahkan pelayanan rakyat menjalani pemerintahan dan melaksanakan Undang-undang, sebagai masyarakat kita pun tidak boleh hanya menerima dan diam terhadap hal-hal yang menyimpang dari segala aturan dan ketentuan yg disepakati tetapi jika ada yang salah dan tidak benar dimata hukum harus berani mengatakan nya dengan berbagai sikap secara konstruktif,diantara nya untuk tidak memilih kandidat paslon yang tidak berpegang teguh pada konstitusi merusak rambu-rambu demokrasi meskipun dengan segala alasan pembenaran diri atau penggiringan opini sekali pun oleh seorang presiden,gubernur ataupun bupati tanpa melalui mekanisme sistem ketatanegaraan yg benar.
Jika pun terjadi hanya pada seseorang presiden sebagai panglima tertinggi negara jika negara dalam keadaan darurat perang atau genting demi keamanan bangsa dan negara,bukan demi kekuasaan keluarga yang negara dalam keadaan damai apalagi untuk melanggengkan kekuasaan yang memang sudah harus diletakkan atau habis masa jabatannya.
Kenalilah calon atau paslon lewat visi-misi dan rekam jejak serta karakter yang melekat pada seorang pemimpin jujur,adil dan merakyat keberpihakan kepada masyarakat yang lemah, miskin dan tersingkir kemanusiaan untuk dimanusiakan, Marilah berkompetisi yang sehat dengan ruh bangsa jujur adil dan sportif yang diteladani para pemimpin kepada anak bangsa khusus nya generasi muda, sehingga cita-cita bangsa yang berdasarkan UU’45 dan Pancasila menuju Indonesia emas 2045, semua yang dilalui akan menjadi proses pemurnian bangsa dengan karakter sebagai bangsa yang bermartabat dan beradab, semoga bangsa kita selalu dilindungi oleh TYME,selamat berpesta demokrasi dalam suka cita dan kegembiraan serta Damai, salam waras dan merdeka