Jakarta, detikborneo.com – Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang baru saja diumumkan oleh Komisi III DPR menuai kritik tajam dari kalangan advokat. Salah satu pasal yang menjadi sorotan utama adalah Pasal 142 ayat 3b, yang melarang advokat memberikan pendapat di luar pengadilan terkait permasalahan kliennya. DPR sebelumnya mengklaim bahwa RUU KUHAP ini bertujuan memperkuat peran advokat dalam sistem peradilan pidana. Namun, Solidaritas Pembela Advokat Seluruh Indonesia (SPASI) justru menilai sebaliknya.

Ketua Umum SPASI, Jelani Christo, SH, MH., dengan tegas menyatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 142 ayat 3b melemahkan profesi advokat dan mencederai prinsip keadilan. Dalam konferensi pers di Jakarta, Jelani menyampaikan bahwa larangan advokat untuk memberikan pendapat di luar pengadilan akan merugikan para pencari keadilan.
“Kami, Solidaritas Pembela Advokat Seluruh Indonesia, dengan tegas menolak pemberlakuan pasal tersebut. Selain melemahkan profesi advokat, aturan ini juga mencederai prinsip keberimbangan (audi et alteram partem) terhadap hak pencari keadilan yang belum tentu bersalah sampai adanya vonis hukum berkekuatan tetap,” tegas Jelani.
Sebelumnya, Martin Lukas Simanjuntak, Kepala Divisi Humas SPASI, juga telah mengungkapkan kritik serupa melalui akun media sosialnya. Menurut Martin, pelarangan advokat untuk menyampaikan pendapat di luar persidangan merupakan pembatasan kebebasan berpendapat yang dapat menghambat transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum.

“Jika pasal ini tetap diberlakukan, advokat akan kehilangan hak untuk menyuarakan ketidakadilan yang dialami kliennya di ruang publik. Ini bukan hanya soal profesi advokat, tetapi juga hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang seimbang dalam proses hukum,” tambah Jelani.
SPASI menilai bahwa ketentuan ini tidak hanya merugikan advokat, tetapi juga menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat yang sedang berjuang untuk mendapatkan keadilan. Oleh karena itu, SPASI mendesak DPR untuk mencabut atau merevisi Pasal 142 ayat 3b sebelum RUU KUHAP disahkan agar tetap sejalan dengan prinsip keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak advokat serta pencari keadilan.
“Kami akan terus menyuarakan penolakan ini sampai pemerintah dan DPR menyadari bahwa ketentuan ini bertentangan dengan prinsip dasar keadilan,” tutup Jelani.(Bajare)