Sepaku, detikborneo.com – Kilas balik penetapan IKN Nusantara sejak mulai direncanakan dan ditetapkan oleh Pemerintah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) di Kalimantan Timur, pada tanggal 15 Februari 2022.
UU IKN ini diteken Jokowi dan diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Keberadaan UU IKN ini menandai jika pembangunan Ibu Kota Negara Baru yang disebut dengan Nusantara bisa segera terlaksana resmi.
Pada hari Senin. 14 Maret 2022 dan satu bulan setelah penetapan IKN Nusantara, Presiden Joko Widodo dan 34 Para Gubernur hadir bersama dengan acara Ritual Penyatuan Tanah dan Air Nusantara.
Para Gubernur yang hadir wajib membawa 1 liter dan 2 kg Tanah dari tempat masing-masing yang dianggap bersejarah dengan Penyatuan Tanah dan Air ini sebagai simbol persatuan dan kesatuan didalam kebhinekaan dalam mendukung percepatan pembangunan IKN Nusantara.
Dalam perjalanan IKN ini dari Rencana semua elemen masyarakat luas, tokoh adat dan mahasiswa diseluruh pulau Kalimantan Dilibatkan guna mendukung program pemindahan Ibukota Negara yang saat ini ditetapkan dengan sebutan IKN NUSANTARA.
Perlu dikritisi bersama jika Kepala Otorita tidak merepresentasikan dari Kerarifan lokal Budaya Dayak di IKN Nusantara Lebih Baik Mundur, kata Asang
Tegas ini disampaikan oleh Thoesang Asang Ketua Bidang Kebudayaan dan Pariwisata dari Majelis Adat Dayak Nasional (MADN).
Patut dikoreksi bersama Bahwa acara Pengabungan Tanah dan Air Nusantara di Bejana Nusantara yang terbuat dari Tembaga di Titik Nol IKN Nusantara yang dilakukan oleh Panitia dan Kepala Otorita IKN Nusantara dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan Para Gubernur se-Indonesia pada hari Senin 14 Maret 2022 tidak terlihat dan diundangnya Tokoh Dayak Se-Kalimantan Dr. Marthin Billa, MM selaku Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN).
Thoesang Asang biasa disapa Asang Dayak Kalteng tidak terima perlakuan Panitia dan Kepala Otorita IKN Nusantara terhadap Masyarakat Adat Dayak Nasional (MADN) sebagai mewakili penduduk asli Pulau Kalimantan, ujar Asang.
Yang tampak hanya penyambutan dalam budaya Kesultanan Paser dan Kesultanan Kutai Kartanegara yang jelas-jelas tidak bisa merepresentasikan Suku Bangsa Dayak se Kalimantan. Kedua suku ini pada saat sekarang masih tidak pernah mau mengaku Dayak meskipun leluhurnya kemungkinan juga orang Dayak, ujar Asang.
Kami tidak mau pusing mereka mau mengaku atau tidak satu darah Dayak urusannya dengan leluhur mereka, makanya saat ini kami sebagai Satu Darah Dayak menuntut tegas jika tidak ada dalam struktur otorita Suku Bangsa Dayak lebih baik Kepala Otorita IKN Nusantara mundur, pungkas Asang yang aktif menjadi pengiat budaya Dayak juga merangkap Ketua Umum Dewan Kebudayaan dan Kesenian Dayak Kalteng.
Palsafah dan semboyan suku Bangsa Dayak jelas di salam khas MADN yakni: Adil Ka’ Talino Bacuramin Ka’ Saruga Basengat Ka; Jubata itu arti Ada keadilan dengan sesama manusia dibumi ini dengan berasaskan atas sifat dan perilaku kepada leluhur yang hidup suci dan Kudus di sorga dengan berpegang teguh jiwa dan roh kita kepada Tuhan Yang Maha Esa dan disambut Arus…Arus..Arus…Artinya: Amin…Amin…Amin…, Kata Asang.
Perlu diingat juga bahwa kami hormat dan kami juga tidak mau diinjak-injak dalam bahasa Dayak Ngaju: “Mamut Menteng Ureh Utusku Isen Mulang Jete Penyangku” artinya : pantang mundur dan tidak pernah takut membela kebenaran, tukas Asang.
Kami orang Dayak sangat terbuka menerima saudara-saudara kami dari suku bangsa lain tapi kami sangat marah dan kecewa apabila dalam acara Ritual Penyatuan Tanah Air dan Nusantara bapak Dr. Drs. Marrhin Billa, MM., sebagai Presiden MADN tidak diundang, ada apa ini ?
Dari kegiatan ini aja sudah ada keganjilan dan kesengajaan serta tidak sesuai dgn marwah UU IKN yg mencerminkan mengutamakan kearifan lokal, makna kearifan lokal yg kami maksud adalah budaya Dayak se Kalimantan yang bisa di implementasikan/diaktualisasikan pada kegiatan tersebut bukan acara yg dikemas secara simbolik serimonial saja, hal tersebut akan berdampak kepada pertanggung jawaban kepada leluhur orang Dayak se pulau Kalimantan.
Perlu diingat leluruh Dayak se Kalimantan sudah bersumpah patuh dan taat terhadap NKRI, fakta itu sdh banyak termasuk menghormati keputusan Presiden RI melantik Kepala dan Wakil Otoria IKN, kami tidak protes. maka kegiatan yang sakral kemarin jangan dinodai dan dimanipulasi oleh oknum-oknum atau sekelompok orang yang mau mengambil keuntungan pribadi.
Kami sudah lama tidak dianggap dan tidak diberi kesempatan menduduki posisi strategis dipemerintahan, padahal SDM kami banyak yang berkualitas, idealis dan loyal terhadap negara, tapi jangan lagi kami dimarjinal oleh oknum dan kelempok tertentu, kami sangat kecewa dan marah, karena Dayak tidak dihargai dan dianggap tidak ada serta kami minta keadilan dengan bapak Joko Widodo Presiden RI yang juga telah diangkat sebagai Raja Dayak (saya dan istri yang mendesain dan membuat baju Raja Dayak untuk Bapak Joko Widodo dan Ibu Iriani Joko Widodo) untuk menindak tegas oknum-oknum yang memanipulasi kegiatan ritual kemarin, ucap Asang.
Padahal pihak paspanpres sangat tau dan sudah biasa menangani prosesi adat di Kalimantan, kalau masalah adat disetiap provinsi ada pengurus Dewan Adat Dayak (DAD), kalau di pusat ada Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) kenapa mereka tidak berkoordinasi dengan DAD setempat, dugan saya pihak pemprov. Kaltim sengaja tidak mau melibatkan DAD dan MADN, kata Asang yang pernah menjabat sebagai Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah pada periode yang lalu.
Dr. Andersius Namsi, Ph.D Wakil Presiden MADN membenarkan jika sejauh yang diketahui sampai saat ini tidak ada undangan untuk menghadiri acara Ritual Penyatuan Tanah dan Air Nusantara di Titik Nol IKN Nusantara, kata Namsi.
Sampai saat ini juga kita tetap positif dan akan berkoordinasi dengan pihak terkait kenapa tidak diundang Presiden MADN yang sempat viral dari kemarin hingga hari ini di media online dan digroup Wa, ucap Namsi yang aktif juga menjadi Ketua Panitia Seminar Nasional Pemindahan IKN di Kalimantan Timur tahun 2019. (Bajare007)