23.8 C
Singkawang
More
    BerandaPolitikLidah Tak Bertulang

    Lidah Tak Bertulang

    FE

    | Penulis: Hertanto

    Bulan April ini merupakan bulan yang sangat penting bangsa Indonesia. Selain bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pengumuman Calon Presiden pun membuat pengamat politik memaknainya menjadi bulan kemenangan.

    Bila Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo telah resmi diusung partainya, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melalui pengumuman langsung yang disampaikan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dan kemudian disusul dukungan dari partai lainnya. Jauh sebelumnya, sudah ada Anies Baswedan yang dideklarasikan oleh Partai Nasional Demokrat (NasDem) tanggal 03 Oktober 2022. Pendeklarasian itu pun disampaikan langsung oleh Ketua Umum NasDem, Surya Paloh.

    Untuk sementara ini partai yang mendukung Ganjar Pranowo adalah PDIP, PPP, Hanura dan PSI. Meskipun hanya PDIP dan PPP yang memiliki suara di DPR (parlemen), sementara Hanura dan PSI tidak memiliki suara di DPR (non parlemen), namun Hanura dan PSI memiliki anggota DPRD di beberapa daerah.

    Mengacu pada ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang menetapkan minimal memiliki 20% suara, maka sudah barang tentu Ganjar Pranowo dan calon wakilnya lolos dari syarat administrasi tersebut.

    Akankah bermunculan lagi nama-nama Calon Presiden dari masing-masing partai? Ataukah munculnya koalisi-koalisi baru yang mendukung kedua Calon Presiden yang sudah diusung tersebut? Sekalipun pesta demokrasi masih akan dilaksanakan tahun depan, namun geliatnya sudah berasa dua tahun belakangan ini bukan?

    Apa yang rakyat pikirkan? Apa yang rakyat kuatirkan? Adakah janji manis kembali terulang? Apakah pesta demokrasi akan disusul dengan kenaikan harga? Ataukah kisah perbedaan pilihan calon presiden yang menyisahkan pilu di tahun 2019 kembali terulang?

    Terlepas dari gegap gempita dan persiapan yang dilakukan oleh para pelaku pesta demokrasi, ada sorotan penting terkait tema pada bulan ini yakni janji manis seorang calon. Janji manis yang tersemat dalam jargon-jargon positif ini memang sungguh memancarkan aura dan semangat yang baik dalam menghangatkan atmosfer pemilu. Para calon ini tentunya akan berlomba-lomba menarik simpati masyarakat dengan poster-poster yang dipasang di beberapa tempat dengan jargon-jargon positif tadi. “yang muda yang berkarya”, “bersama membangun bangsa”, “sudah berkarya dan siap melanjutkan karya”, “terbukti, bersih dan berjuang bagi rakyat”, serta jargon-jargon lainnya. Belum lagi jargon dan janji manis yang disampaikan secara verbal.

    Aksi ini sering diwarnai dengan banyak cara, diantaranya menawarkan simpati maupun dukungan saat berada di keramaian, hajatan, kedukaan, bahkan tidak sedikit para calon melakukan kunjungan ke daerah-daerah atau tempat yang dianggap ‘marjinal’. Hal tersebut mereka lakukan dengan harapan dapat meraup suara yang signifikan. Dengan mengunggulkan pesona masing-masing, mereka melakukan perjalanan dari kampung ke kampung untuk menyampaikan visi dan misi serta janji-janji mereka bila nanti terpilih. Tim sukses bekerja keras untuk pemenangan itu.

    Janji manis akan dengan mudahnya keluar bila orang yang menyampaikan janji itu tidak memikirkan apakah ia nantinya akan benar-benar bisa merealisasikan janji itu atau tidak, karena misi mereka yang utama adalah meraup banyak suara agar dapat membawa mereka pada harapannya. Terdengar naif bukan? Namun juga perlu digarisbawahi bahwa tidak semua calon memiliki pikiran yang picik seperti di atas. Masih ada calon yang murni hatinya mewakili rakyat untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.

    Terlihat jelas betapa menjadi ‘jahatnya’ sebuah lidah. Ia bisa membius orang dengan ucapan manis yang keluar, ia juga bisa membangkitkan amarah dengan ucapan kasar. Setiap orang tidak dapat menyelami isi hati orang lain sehingga ketika orang tersebut sedang berkata manis, orang lain tidak akan pernah tahu keadaan yang sebenarnya. Apakah ia sedang merayu dengan tujuan tertentu, ataukah ada motivasi lainnya?

    Rasul Yakobus bahkan menganalogikan lidah itu bagaikan kemudi kapal yang dapat mengarahkan kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras. Kapal tersebut dapat dikendalikan menurut kehendak jurumudi. (Yak. 3:4). Lebih ekstrim lagi Rasul Yakobus berkata, “tetapi tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan. Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi. (Yak. 3:8-10).

    Rasul Yakobus berusaha untuk menyampaikan betapa bahayanya sebuah lidah dan Yakobus tidak hanya menyampaikan itu saja, ia berharap setiap orang yang membaca Firman ini benar-benar memahami bahwa tidak ada sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama. (Yak. 3:11). Tidak boleh mulut yang sama mengeluarkan berkat dan kutuk. Hal itu tidak boleh terjadi. Orang yang dapat mengendalikan lidahnya adalah orang yang berpikir dahulu sebelum berkata. Ia akan berkata bila ia tahu betul bahwa kata-katanya itu menjadi berkat bagi orang yang mendengarnya. Stigma yang sering muncul adalah orang yang bermulut manis sering dianggap cocok sebagai sales karena pandai berkata-kata; atau sering pula dikaitkan dengan pengacara karena pandai bersilat lidah; atau juga sering disandingkan dengan seorang politisi karena berdiplomasi dengan hebatnya serta bermain kata dalam setiap ucapan-ucapan yang disampaikannya.

    Lidah adalah bagian kecil dari anggota tubuh manusia yang memiliki peranan besar dalam perjalanan kehidupan. Ia dapat digunakan untuk tujuan yang baik atau justru merusak. Hal ini terjadi tergantung dari pemilik yang menggunakannya.

    Betapa banyak perpecahan terjadi hanya karena sebuah perkataan. Ketersinggungan muncul akibat salah ucap atau sekelompok remaja berkelahi hanya karena diawali dengan candaan. Lidah yang usil mengeluarkan racun yang mematikan dan memancing emosi orang lain.

    Betapa bahayanya sebuah lidah.

    Memang lidah (tak) bertulang.

    Oleh sebab itu, ingatlah pesan Firman Tuhan melalui Rasul Petrus, “Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.” (1 Pet. 3:10).

    Bionarasi

    HERTANTO Hertanto Ruhiman

    Hertanto, S.Th., MACM, M.I.Kom., M.Pd.

    Penulis merupakan Pendiri Ruhiman Ministry, sebuah lembaga yang bergerak di bidang Pewartaan dan Kegiatan Sosial.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita