29.3 C
Singkawang
More
    BerandaHukum & Kriminal,Guru Hebat Dari Banua Simpang (2)

    Guru Hebat Dari Banua Simpang (2)

    Picture1 1
    Pak Entji (baju kotak-kotak) bersama Pastor Dullaert dan Pastor Florentius

     

    | Penulis: Amon Stefanus

    Tulisan berikut adalah bagian kedua dari tulisan Guru Hebat dari Banua Simpang. Siapa guru hebat tersebut? Beliau adalah Matheus Entji Ulik. Guru Entji sepanjang karir yang 36,5 tahun selalu menjabat sebagai kepala sekolah. Dia menjabat kepala sekolah sekaligus guru ketika diangkat oleh Yayasan Usaba pada tahun 1968 hingga beliau diangkat menjadi PNS tahun 1978 dan pensiun sebagai PNS pada tahun 2005.

    Masuk SMP Usaba di Ketapang

    Setelah berhenti selama 3 tahun barulah pada tahun 1961 Entji melanjutkan sekolah ke SMP Usaba (Usaba Baik) di Ketapang. Ia pergi diantar oleh abang iparnya Linsing (Kek Wi). Dari Bukang mereka berjalan kaki seharian menuju Sepotong. Dari Sepotong naik perahu menuju Ketapang. Satu minggu kemudian baru sampai di Ketapang.  Perjalanan berlangsung lebih lama karena waktu itu musim kemarau panjang. Sepanjang perjalanan mereka menangkap ikan.  Ikan yang mereka dapat berlimpah. Perahu sering kali ditarik di atas pasir saking keringnya sungai.

    Di Ketapang Entji langsung masuk Asrama Pastoran.  Kala itu asrama dipimpin oleh Pastor Dr. Th. Lumanauw Pr, seorang pastor asal Manado.  SMP Usaba baru dua tahun berdiri. SMP tersebut berada dibawah naungan Yayasan Usaba, milik Keuskupan Ketapang. Pak Entji termasuk angkatan ke-2 dari SMP itu. Pastor Lintas Pr. dan Bp. Yohanes Teris, adalah dua teman seangkatan Pak Entji yang juga berasal dari Simpang Dua.

    “Tahun 1964 ketika tamat SMP, Pastor Lumanauw Pr menawarkan saya masuk seminari.  Karena tidak ada panggilan maka tawaran tersebut saya tolak. Kemudian beliau menawarkan  saya masuk SGA (Sekolah Guru Atas) Nyarumkop dengan alasan di pedalaman  sangat memerlukan guru. Tawaran itu saya terima dengan senang hati”, demikian pengakuan Pak Entji.

    Masuk SGA di Nyarumkop

    Setelah mengetahui kelulusan, Entji pulang kampung menemui bapak dan ibunya. Ia pamit untuk melanjutkan ke Sekolah Guru Atas (SGA) di Nyarumkop. Sementara itu temannya Ignasius Tayso baru tamat dari SMP PGK (Persatuan Guru Katolik) di Pontianak, juga mau melanjutkan ke SGA Nyarumkop.

    “Kami berdua bersama Tayso berangkat dari kampung menuju Nyarumkop. Dari Simpang Dua menumpang motor air  Bp. Tjinta (Bapak dari Pastor Lintas) dengan merek SRIDA (Sri Daok),  menuju Teluk Melano. Srida adalah satu-satunya motor air yang waktu itu ada di Simpang Dua.

    Di Teluk Melano kami harus menunggu setengah bulan karena Sinar Melano, satu-satunya kapal dagang rute Melano – Pontianak yang akan kami tumpangi baru saja berangkat. Kami harus menunggu kapal tersebut datang dari Pontianak.  Karet dan kopra diangkut  Sinar Melano ke Pontianak dan kembali membawa barang-barang dagangan lainnya. Sambil menunggu kapal datang di Teluk Melano kami menumpang di rumah tauke Aliak,” cerita Pak Entji.

    Terlambat Sebulan

    Sesampainya di Pontianak Entji dan Tayso menumpang di Asrama Kinibalu.  Keesokan harinya mereka berangkat menuju Nyarumkop. Setelah melapor ke Bruder pimpinan asrama Timonong yaitu Br. Amusprialus CP dan kepada Br. Robertus sebagai Kepala Sekolah mereka berdua diperbolehkan sekolah walaupun proses belajar mengajar sudah berlangsung selama 1 bulan.

    Di sekolah mereka disarankan untuk membeli buku tulis dan mencatat ketertinggalan pelajaran kepada teman-teman sekelas.  Semuanya itu dapat mereka laksanakan dengan baik.

    Walaupun mereka banyak tertinggal pelajaran pada Cawu I nilai yang mereka peroleh tidak jauh ketinggalan dari teman-teman lainnya.  Demikian juga pada cawu II dan Cawu III nilai rapor mereka lebih meningkat lagi.  Entji dan Tayso dapat naik kelas dengan nilai yang cukup memuaskan.

    Picture2
    Kompleks Persekolahan Katolik Nyarumkop Tempo Dulu

    “Sewaktu libur kenaikan kelas saya berlibur ke Sibale ke tempat seorang teman bernama Nikolaus Unung.  Kala itu dia masih duduk di SMP Timonong, Bapaknya

    Guru SD dan ibunya orang Manado. Kegiatan saya waktu itu ikut menyadap karet dan sesekali bersama orang kampung menuba ikan dengan Pak Cok. Pada kesempatan itu  kami mendapat ikan yang sangat banyak”.

    Kegiatan Selama Liburan

    Tahun Pelajaran 1965/1966 Entji duduk di kelas II SGA. Tahun 1966 terjadi perubahan tahun ajaran yang semula awal tahun ajarannya bulan Agustus, kemudian dijadilan bulan Januari. Karena itulah sewaktu Kelas II SGA terdapat 4 kwartal, terjadi liburan 2 kali bulan Agustus dan Desember.

    “Liburan Agustus saya ke Bagak Sahwa yang berjarak 2 km dari Nyarumkop. Saya menyadap karet di tempat Pak Teman, seorang pensiunan guru SD. Beliau  dari kampung Tiang Tanjung yang menikah dengan orang Bagak. Dia sangat baik dan menganggap saya sebagai anaknya sendiri. Hasil sadapan semuanya diberikan kepada saya.  Saya sungguh berterima kasih kepadanya.

    Di samping mmenyadap karet saya bekerja mengambil buah pisang (angkulung) ke gunung untuk dijual ke tengkulak yang menjualnya kembali ke Singkawang.

    Pak Teman memiliki dua orang anak gadis yang kalau saya jatuh hati pada mereka mungkin hidupku berbeda lagi kisahnya, karena mereka sangat perhatian kepada saya. Mereka sering mengirimiku sambal terasi yang dicampur ikan teri dan cabai dan setiap hari minggu akupun sering ke rumah mereka”, demikian kenang Pak Entji.

    Mendapat Hadiah Arloji Merk Alibi

    Akhir tahun pelajaranpun tiba. Entji naik ke kelas III dengan nilai yang cukup baik. Libur kenaikan kelas ini dia mudik ke rumah orang tuanya di Bukang. Saat itu ia diminta  Pastor Canisius Pijnappels, CP mengajar di SDS Banjur Karab yang waktu itu sangat kekurangan guru. Kala itu Pastor Canisius  juga harus menjadi guru. Mengajar selama dua minggu di kelas V Entji dihadiahi oleh Pastor Canis jam tangan merek Alibi.

    Menjelang masuk sekolah Entji pulang ke Nyarumkop. Pada waktu itu ia sudah bertunangan dengan Maria Alon, yang baru lulus SKKP di Ketapang.  Bersama tunangan dan calon mertua, ia pergi ke Nyarumkop menumpang motor mereka yang juga akan milir ke Teluk Melano.

    Waktu terus berjalan, Puji Tuhan tahun 1967 tanpa banyak halangan  Entji menamatkan SGA dengan nilai  ujian yang cukup bagus. Setelah mengadakan perpisahan dengan teman-teman seperjuangan dan staf guru-guru mereka pulang bersama dengan  Romanus Ignatius Tayso.

    “Sesampai nya di kampung kedua orang tua saya dan mertua sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk acara pernikahan adat dan gereja”.

    SK Pengangkatan Pertama

    SK Pengangkatan pertama Pak Entji sebagai guru dari Pengurus Yayasan Usaba Ketapang,  tertanggal 1-1-1968 yang ditandatangani Pastor  Dr. Th. Lumanauw. Dalam SK tersebut disamping guru juga sebagai Kepala Sekolah SDS Usaba Banjur Karab menggantikan Pak Haider yang pindah ke kampung halamannya di Setipayan.

    Selama 10 tahun Pak Entji sebagai guru Yayasan Usaba dari tahun 1968 sd. 1978.  Pada 1 April 1978 Pak Entji diangkat sebagai Pegawai Negeri di-SK-kan dari Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) NIP 130695849 dalam pangkat II/b (Pengatur Muda Tk. I) dengan Gaji Pokok Rp.34.000/bulan. Terhitung 1 Oktober 1981 oleh Dinas P dan K Provinsi Kalimantan Barat  ia diangkat sebagai Penjabat Kepala SD Bersubsidi Banjur Karab dengan tunjangan jabatan sebesar  Rp. 10.000 / bulan.

    Pengalaman Menjadi Pendidik (Guru)

    Pengalamannya sebagai guru menurut Pak Entji dapat diklasifikasikan 3 kelompok. Pertama, pengalaman mendidik anak-anak. Kedua, pengalaman sebagai Kepala Sekolah. Dan ketiga, pengalaman dalam masyarakat lingkungan. bersambung.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita