28.8 C
Singkawang
More
    BerandaSosokTitus Madju, Usia Dimudakan Supaya Maju

    Titus Madju, Usia Dimudakan Supaya Maju

    | Penulis: Amon Stefanus

    Namanya gampang diingat. Titus Madju, biasa dipanggil Guru Madju. Ia adalah seorang pensiunan guru yang berpikiran maju pada zamannya. Ia percaya bila mau maju dan eksis, suatu kaum harus kuat di bidang pendidikan. Bila pendidikan suatu kaum maju, maka otomatis bidang kehidupan lain seperti ekonomi, sosial akan maju pula.

    Lahir di Kampung Menyumbung, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang tahun 1939 (82 tahun). Jarak Ketapang Menyumbung 192 km dan dapat ditempuh dengan mobil selama 7 jam perjalanan. Pada tahun 1951 ketika berusia 12 tahun Madju tergerak untuk masuk Sekolah Rakyat (SR) di kampungnya. Oleh gurunya karena usianya sudah cukup tua, maka ketika masuk sekolah usianya dimudakan 3 tahun sehingga ditulis di rapor lahir tahun 1942.

    Ketika naik ke kelas 4 ia harus meneruskan sekolahnya ke Kampung Randau karena SR di kampungnya hanya sampai kelas tiga. Jarak Menyumbung Randau kala itu dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 7 jam. Karena jaraknya jauh, maka selama kelas 4 – 6 ia tinggal di Pastoran Randau.

    Madju lulus dari SR Partikelir/Bersubsidi Randau pada bulan Juli 1957. SR Partikelir Randau adalah sebuah Sekolah Rakyat yang didirikan para misionaris Katolik.

    Setelah lulus SR pada Juli 1957 Madju melanjutkan ke Sekolah Guru 4 Tahun (SGB) di Nyarumkop dan lulus pada tahun 1961. Ketika lulus pada tahun itu juga ia diminta oleh Yayasan Usaba (sebuah yayasan yang didirikan oleh para misionaris Pasionis) untuk mengajar di SD Usaba Bersubsidi (SDS) Banjur Karab yang terletak di Paroki Simpang Dua.

    Pada waktu itu SDS Banjur Karab belum lama berdiri. SD yang didirikan oleh para misionaris Pasionis itu baru berumur 4 tahun. Yang menjadi kepala sekolah kala itu adalah HB. Rikah. HB Rikah berasal dari kampung Selantak, ia menjadi kepala sekolah sejak SD itu berdiri pada tahun 1957.

    Setelah pulang kampung beberapa waktu, maka berangkatlah Madju menuju Banjur Karab. Dari Menyumbung ia diantar oleh Pastor Theopile berjalan kaki selama 7 jam sampai ke Kampung Randau. Sampai di Pastoran Randau mereka bermalam di situ. Keesokan harinya diteruskan berjalan kaki lagi dari Randau menuju Sepotong.

    Perjalanan ini sangat melelahkan karena memerlukan waktu 10 jam perjalanan. Di Sepotong mereka juga bermalam di Pastoran. Dari Sepotong menuju Banjur Karab. Dari Sepotong memerlukan waktu sekitar 5 jam baru sampai ke tempat tujuan.

    Di Karab ia diantar ke Pastoran yang waktu itu masih menumpang di rumah Bapak Tjinta, orang tua dari Pastor Lintas. Beberapa waktu ia tinggal di Pastoran. Kemudian pindah ke rumah Pak Teken, salah satu pemuka masyarakat di situ. Dari rumah Pak Teken di Karab setiap pagi ia pergi mengajar ke SD Banjur Karab yang letaknya di antara kampung Banjur dan kampung Karab. Karena terletak antara kampung Banjur dan Karab, maka SD itu terkenal dengan sebutan SD Banjur Karab.

    Ketika Guru Madju datang pada tahun 1961, para guru yang sudah mengajar di situ antara lain: Guru Rikah asal Selantak (kepsek), Guru Gelombang asal Gerai, Guru Umar asal Bukang, Guru Amid dan Guru Kabul keduanya berasal dari Randau.

    Gedung SD Usaba Banjur Karab waktu itu masih sangat sederhana. Meskipun beratap sirap, tapi dindingnya dari kulit kayu meranti (turat), dan lantainya langsung ke tanah. Anak-anak berpakaian seadanya. Anak laki-laki kebanyakan memakai celana karet yang begitu gampang molor.

    Sering terjadi anak-anak yang nakal melorotkan celana kawannya. Tidak ada satu pun yang memakai sandal, semua kaki ayam alias telanjang kaki. Ketika mulai musim merumput, hampir semua anak sekolah dari ladang. Meskipun serba sederhana, semangat mereka untuk sekolah begitu tinggi.

    Pada Tahun 1963 guru Madju diangkat menjadi kepala sekolah SDS Banjur Karab menggantikan Guru Gelombang yang pindah ke Gerai. Jabatan kepala sekolah ini ia emban sampai ia pindah ke Menyumbung pada tahun 1966. Penggantinya adalah Guru Entji.

    ***

    Bionarasi

    Amon Stefanus

    Amon Stefanus dilahirkan Banjur, Ketapang, Kalimantan Barat pada 18 Maret 1966. Guru SMP Santo Augustinus Ketapang.

    Telah menerbitkan 12 buku ber-ISBN. Beberapa tulisan dipublikasikan di Kompas, The Jakarta Post, Bernas, Pontianak Post, Majalah Hidup, dll.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita