Kutai Kartanegara, detikborneo.com – Ahli waris H. Nohong Bin Bado menuntut kejelasan hukum dan ganti rugi sebesar Rp 1 triliun atas lahan seluas 41 hektar di Desa Saliki, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang hingga kini masih dikuasai oleh PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga. Lahan tersebut telah dikuasai sejak tahun 1990 oleh PT Vico Indonesia sebelum akhirnya diambil alih oleh Pertamina, namun kompensasi yang layak belum pernah diberikan..

Lawadi Nusah Humas dari Lembaga Bantuan Hukum Majelis Adat Dayak Nasional (LBH-MADN) selaku kuasa dari ahli waris, menegaskan bahwa kepemilikan lahan tersebut sah secara hukum. “Surat tanah diterbitkan pada 23 Februari 1980 dan telah diketahui oleh Kepala Desa Saliki dan Camat Muara Badak. Ini merupakan bukti legalitas yang kuat, sehingga klaim bahwa lahan ini adalah tanah negara tidak memiliki dasar hukum,” ujar Jelani.
Pada tahun 1982, pihak terkait telah melakukan pembebasan lahan seluas 3 hektar dengan ganti rugi sebesar Rp 3.025.000 untuk lahan dan Rp 485.650 untuk tanam tumbuh. Namun, sisa lahan seluas 41 hektar hingga kini belum pernah mendapat kompensasi.

Rahmansyah, salah satu ahli waris, mengungkapkan bahwa mereka telah menempuh berbagai upaya mediasi, termasuk melalui DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara dan DPRD Provinsi Kalimantan Timur. Namun, semua upaya tersebut tidak menghasilkan kesepakatan. “Kami sudah mencoba jalur hukum dan mediasi, tapi tidak pernah ada kejelasan. Ini jelas tindakan yang merugikan kami secara materiil dan immateriil,” tegas Rahmansyah.
Bahkan, ahli waris pernah melakukan aksi penutupan lahan selama 21 hari untuk menuntut perhatian dari pihak perusahaan dan pemerintah, tetapi aksi tersebut tidak mendapat tanggapan. “Kami merasa diabaikan. Hak kami atas lahan ini sudah jelas, tapi tidak pernah dihargai,” tambahnya.

Ahli waris kini meminta perhatian langsung dari Presiden RI Prabowo Subianto, Menteri BUMN, Komisaris Utama Pertamina, dan Direktur Utama Pertamina untuk menyelesaikan masalah ini secara adil dan transparan. “Kami hanya ingin hak kami dikembalikan. Lahan ini milik keluarga kami secara sah, dan kami berhak atas ganti rugi yang layak,” tegas Rahmansyah.
Kasus ini mencerminkan persoalan ketidakjelasan status lahan yang kerap terjadi dalam pengelolaan sumber daya di Indonesia. Ahli waris berharap pemerintah dan Pertamina segera mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan sengketa ini dan memberikan keadilan bagi pihak yang dirugikan.