| Penulis R. Masri Sareb Putra
Di ranah Dayak. Agaknya, hingga hari ini. Perguruan tinggi dengan nama tokoh nenek moyang setempat masih langka, untuk tidak mengatakan “tidak ada”. Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK) Sekadau, yang Izin Pendiriannya keluar 10 Agustus 2020, memeloporinya.
Sejarah itu telah tercatat. Kita telah membukukan satu peristiwa penting. Yang bukan saja menjadi legasi, melainkan diwarisi kepada generasi puluhan, bahkan ratusan tahun yang akan datang.
Sebuah perguruan tinggi dari dan oleh Dayak telah pun berdiri resmi. Tonggak sejarah. Pedoman arah itu datang dari bumi Lawang Kuwari, Sekadau. Panjang. Lagi berliku jalannya. Jika bukan berkanjang dan menempuh jalan-cerdas, tidak akan pernah mendapat izin. Dan selamanya, orang Dayak tak punya perguruan tinggi.
Meski telah ada Universitas Borneo di Tarakan, nama pulau, dan Politeknik Malinau. Saya memimpikan suatu waktu, entah bila, ada Universitas Yupai Semaring di Kaltara. Universitas Apang Semangai di Sintang. Universitas Tjilik Riwut di Kalteng. Dan seterusnya.
“Brain drain”, yakni Fenomena kuliahnya masyarakat setempat ke Negeri Sarawak, Malaysia yang dekat dan berbobot mungkin menjadi pertimbangan khusus Pemeritah Indonesia meloloskan Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK) ini. Pendidikan kebangsaan mesti diutamakan
Meski, tak bisa dimungkiri, sebelumnya pernah ada di Pontianak Universitas Daya Nasional yang kini dikenal sebagai Universitas Tanjungpura. Asal muasalnya bernama Universitas Daya Nasional di bawah naungan Yayasan Perguruan Tinggi Daya Nasional sebagai sebuah universitas swasta. Didirikan pada tanggal 20 Mei 1959. Para pendiri, antara lain Oevaang Oeray, F.C. Palaunsoeka, dan Honorius Baroamas Masuka Janting Jabang Balunus. Ketika itu, belum ada kesepakatan menyebut nama etnik yang disebut-sebut sebagai penduduk asli Borneo itu “Dayak”.
Praktis, orang Dayak kehilangan identitas dan labeling sebagai “insan akademik” yang terdidik, setelah itu. Tak ada satu pun universitas, di negeri ini, bernama tokoh Dayak. Terbanyak, universitas mengambil nama etnis lain.
Sampai indah pada waktunya. Terbit Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 720/ M/2020 tentang Pendirian Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK), Sekadau, Kalbar telah keluar tertanggal 10 Agustus 2020. Sementara launching ITKK, di RUAI TV, Pontianak. Pada 9 Januari 2021. Hadir Bupati Sekadau, Rupinus ketika itu.
Baca juga: Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK) | Dari Sekadau untuk Bangsa
Tahun 2021, ITKK menerima mahasiswa baru. Berapa?
“Hingga hari ini (06/08-2021), tembus 200. Kita berharap, sisa waktu itu, sampai dengan penutupan akhir Agustus bisa lebih,” terang Musa Narang, M.M. Ketua Yayasan Pendidikan Keling Kumang.
Bilangan mahasiswa baru, yang tergolong tidak sedikit! “Kita akan terus berusaha menambah jumlahnya. ITKK berdiri untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) setempat. Sekaligus, menjadi bagian dari pemecah-masalah masyarakat,” terang Dr. Drs. Stefanus Masiun yang dilantik sebagai Rektor pada 05 Agustus 2021.
Ada 3 program studi seksi, sekaligus menjual yang ditawarkan. Diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat setempat, yakni:
1. Technopreneurship
2. Agro-eko teknologi
3. Teknik Komputer
Menandai sebuah Institut Teknologi di Kerajaan Buah Main. Siapa lagi, kalau bukan kita. Kapan lagi, jika bukan sekarang. Kita jadikan Institut Teknologi ini sekelas ITB, IPB, ITS, dan ITN.
Sementara itu. Saya dipercaya kawan-kawan dan Yayasan Pendidikan Keling Kumang membuat visibility study – studi kelayakan. Terus terang, risetnya seperti meneliti dan menulis sebuah tesis: 96 halaman.
Sederhana saja perhitungan mendapat dukungan, yang pertama dari mahasiswa.
1. Kantor pelayanan Cu Keling Kumang (62) dan jumlah anggota sebanyak 160.000. Tiap kantor mengirim/ mendapat 3 mahasiswa saja, maka angkatan pertama sudah 180 mahasiswa, atau 2 kelas masing-masing prodi.
2. Daya dukung SLTA di Kab. Sekadau. SMA dan SMK dengan total sekitar 7.000 siswa sangat mendukung bagi berdirinya perguruan tinggi, sementara sejauh ini –sebelum ITKK– belum satu pun perguran tinggi di bumi Lawang Kuari. Jumlah lulusan setiap tahun siswa SLTA di Kab. Sekadau rata-rata 2.000 orang/ tahun. Inilah yang disebut sebagai “potensi calon mahasiswa” sangat besar itu sebab jika 10% saja dari lulusa SLTA setiap tahunnya masuk ITKK maka hal itu sungguh sangat menakjubkan, yakni 200 mahasiswa hanya dari wilayah Kabupaten Sekadau saja.
3. Jurusan / prodi yang dibuka, seksi. Bahkan, amat sangat dibutuhkan masyarakat ke depan.
4. Jumlah siswa SMK Keling Kumang 1.000. Lulusannya per tahun 10 % saja kuliah di ITKK, sudah sangat bagus.
5. Adanya kebanggaan masyarakat setempat akan Institut Teknologi yang menjawab kebutuhan setempat.
6. Fenomena “brain drain”, yakni kuliahnya masyarakat setempat ke Sarawak akan menjadi pertimbangan khusus Pemeritah Indonesia meloloskan institut ini. Pendidikan kebangsaan mesti diutamakan.
Baca juga: Stefanus Masiun Resmi Jabat Rektor ITKK 2021-2025
Dari kiri ke kanan pembaca ketika launching: Dr. Kris Atok, Rupinus (Bupati Sekadau); Musa Narang (ketua YPKK), dan Ir. Dominikus Baen, M.T.
Tapi otak di balik pendirian Institut ini –semula Universitas– adalah enghiong pertama 4-M, Munaldus Nerang alias Liu Ban Fo. Dialah yang pertama melempar gagasan perlunya Keling Kumang Grup mendirikan perguruan tinggi. Selain sebagai legacy, perlunya masyarakat mendapat onderjiws yang terbaik, mencetak SDM unggulan. Hal ini dicatat dalam Wikipedia. Toh Munaldus tidak sendiri. Bahu-membahu bersama 3 saudara yang lain, yakni Musa, Masiun, dan Mikhael; mereka menjadikan mimpi itu. Maka jadilah.
Saya memimpikan suatu waktu, entah bila, ada Universitas Yupai Semaring di Kaltara. Universitas Apang Semangai di Sintang. Universitas Tjilik Riwut di Kalteng. Dan seterusnya.
Lebih dari segalanya, adalah kerja sama Tim. TEAM – together everyone achieve more. Sukses Tim dan restu Dia, sumber Ilmu Pengetahuan.
Ini sebuah awal. Mari bergandengan tangan. Menjadikannya berkualitas dan sempurna.
“Dari Sekadau untuk bangsa” demikian motonya. ITKK bukan hanya kebanggan kaum Iban. Melainkan juga seluruh warga bumi Lawang Kuwari. Dan juga bangsa.
***
Bionarasi
R. Masri Sareb Putra, M.A., dilahirkan di Sanggau, Kalimantan Barat pada 23 Januari 1962. Penulis Senior. Direktur penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD). Pernah bekerja sebagai managing editor dan produksi PT Indeks, Kelompok Gramedia.
Dikenal sebagai etnolog, akademisi, dan penulis yang menerbitkan 109 buku ber-ISBN dan mempublikasikan lebih 4.000 artikel dimuat media nasional dan internasional.
Sejak April 2021, Masri mendarmabaktikan diri menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), Institut Teknologi Keling Kumang.