26.1 C
Singkawang
More
    BerandaSastraKisah-Kisah Seru Anak Pedalaman Kalimantan

    Kisah-Kisah Seru Anak Pedalaman Kalimantan

    detikborneo.com – 28/06/2021, 09.36 WIB

    | Penulis: Amon Stefanus

    Tokoh sentral dalam buku bernama Koling. Oleh gurunya di SD Banyor-Karab Koling disebut anak belantara. Mengapa dijuluki anak belantara?

    Ide penulisan buku ini berawal ketika saya masih mahasiswa di Yogya pada tahun 1993. Ide itu muncul dalam obrolan dengan teman-teman seasrama bersama seorang teman dari Sintang yang bernama Klemen. Pada waktu itu saya sudah 5 tahun berada di Yogya dan tidak pernah pulang ke Kalimantan. Ada kerinduan yang mendalam untuk segera pulang. Namun apa daya, tugas kuliah belum selesai. Sambil santai-santai sore kami bercerita tentang kehidupan masa kecil kami ketika berada di Kalimantan.

    Kami bercerita tentang betapa indah dan asyiknya kehidupan masa kecil kami dulu. Sekolah dari ladang, pergi menyando durian, mencari ikan di sungai, ikut berburu, memanen padi di ladang, bermain di sungai, pergi ke hutan belantara dan sebagainya.

    Kami sepakat bahwa banyak dari pengalaman itu tidak akan dialami lagi oleh generasi setelah kami. Anak cucu kami nanti tidak akan mengalami sebagian besar dari pengalaman ini. Pengalaman itu hanya akan menjadi kenangan dalam memori pikiran kami.

    Kami sepakat, agar pengalaman itu tidak hilang ia harus diceritakan kepada generasi di bawah kami. Idealnya pengalaman itu ditulis dalam bentuk buku sehingga dapat dibaca oleh generasi berikutnya.

    Ide penulisan cerita ini muncul lagi ketika saya sedang menyusun buku Metamorfosis SMP Santo Augustinus tahun 2018. Awalnya saya mendaftar topik-topik yang akan ditulis, kemudian pelan namun pasti saya tulis satu persatu. Memang prosesnya cukup lama, namun akhirnya terwujud juga.

    ***

    Tokoh sentral dalam buku bernama Koling. Oleh gurunya di SD Banyor-Karab Koling disebut anak belantara. Mengapa dijuluki anak belantara? Karena ia dan keluarganya selalu tinggal di ladang yang dekat dengan hutan belantara. Karena sering tinggal di ladang Koling dan adik-adiknya setiap hari harus menempuh perjalanan 1,5 – 2 jam baru sampai ke sekolahnya

    Buku ini terdiri dari dari 32 kisah. Pada awal buku ini Koling bercerita tentang kegembiraannya sebagai anak belantara yang setiap tahunnya hidup berpindah-pindah dari ladang satu ke ladang lainnya.

    “Kehidupan di ladang dan di hutan sangat menyenangkan, apalagi kalau musim panen tiba. Musim panen biasanya bersamaan dengan musim buah. Setiap musim panen tiba kami selalu pindah ke pondok ladang. Tinggal di ladang sungguh membuat hatiku gembira,” demikian pengakuan Koling.

    “Kalimantan di musim buah seperti Taman Firdaus. Segala jenis buah ada. Jenis durian misalnya ada durian, pekawai, malui, sinai, karoek, tamparanang dan taratong. Durian biasanya isinya putih atau kuning, sedangkan pekawai isinya bewarna kuning kemerahan, sinai isinya bewarna merah muda, daging buah tamparanang bewarna merah tua, sedangkan karoek dan taratong daging buahnya bewarna kehijau-hijauan”.

    Pada kisah selanjutnya Koling bercerita tentang kelahirannya. “Aku lahir setelah musim panen, tepatnya pada hari Jumat, tanggal 18 Maret. Tanggal itu adalah pasti karena sebelum ditulis ke buku keluarga, ayahku selalu menuliskan tanggal lahir anak-anaknya di dinding atau regel rumah dengan menggunakan kapur ataupun arang. Aku lahir di rumah betang Lomakng. Sebuah rumah panggung khas Dayak Kalimantan”.

    “Menurut ibu, proses kelahiranku dibantu oleh dua boren beranak (dukun beranak), Nek Lampan dan Kek Jampat. Ketika lahir tali pusatku meliliti leher. Waktu tali pusat dipotong, nenekku memberi nama Koling. Nama ini diambil dari pahlawan yang gagah berani dalam cerita masyarakat Dayak Simpang. Cerita Koling biasanya dituturkan dengan dinyanyikan. Cerita yang dinyanyikan disebut sansangan. Nenekku paling suka menidurkan cucu-cucunya dengan bercerita sambil berdendang”.  Demikian penggal cerita Koling tentang tempat kelahirannya.

    Pada kisah selanjutnya Koling bercerita tentang suka-dukanya sekolah dari ladang. “Kuuut… Kuuut… Kuuut… terdengar lengkingan kalampio di lereng gunung Paet Dolat. “Bangun, Koling bangun. Cuci muka. Siap-siap pergi ke sekolah,” terdengar suara ayah membangunkannku. Dengan enggan aku menyibak selimut kulit kayu kapuak dan bangun sambil menguap.

    Di luar masih kelihatan gelap. Kuambil sebatang buluh penampung air yang berada dekat tungku api dan buru-buru menuju pancuran yang berada di pinggir ladang. Kusibak batang padi yang sudah mulai menguning untuk membuang embun pagi yang terasa dingin menusuk”.

    Pada bagian lain Koling bercerita tentang pengalamannya ikut berburu dengan anjing pemburu. “Kami menanjak menuju punggung gunung Kaleleq. Sesampai di dekat pohon meranti, kelima anjing tersebut mulai menyalak mengejar seekor babi hutan besar. Babi hutan tersebut adalah seekor babi hutan jantan dewasa yang kelihatan kedua taringnya.

    Anjing-anjing itu mulai mengejar babi hutan menuruni bukit menuju terjun Tamiang. Sesampai di samping pohon belian dekat Terjun Tamiang, anjing-anjing pemburu berhasil mengepung babi hutan. Babi hutan itu tertahan dan tidak bisa bergerak. Salah satu anjing mengigit telinga babi dan anjing lainnya menggigit paha babi.” Demikian penggal cerita Koling ketika ia ikut berburu dengan anjing-anjing pemburu.

    Masih banyak pengalaman seru yang diceritakan Koling dalam buku ini. Ada pengalaman menangkap burung dengan getah karet (memulut), pengalaman menangkap belalang padi pada malam hari, memasang bubu penangkap ikan, menuba ikan di musim kemarau, main senapan naje, ketika musim menugal tiba, pengalaman mendaki gunung Juring dan lain-lain.

    ***

    Buku ini sebetulnya semi memoar karena memuat sebagian besar kisah yang pernah penulis alami. Namun demi pertimbangan privasi beberapa nama disamarkan. Namun beberapa nama sengaja saya tulis aslinya sebagai penghargaan terhadap yang bersangkutan.

    Pembaca bisa menyimak pengalaman-pengalaman tersebut dengan membaca buku ini. Besar harapan saya agar buku ini dibaca oleh orang-orang muda, terutama kaum muda di pedalaman Kalimantan. Semoga buku bisa menjadi inspirasi bagi mereka.

    ***

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita