24.9 C
Singkawang
More
    BerandaSpiritualTanpa Bekal Baju

    Tanpa Bekal Baju

    | Penulis: Hery Susanto

    Apakah arti dari segala perkara dapat aku tanggung? Apakah artinya mengandalkan Tuhan? Apakah Allah harus bertanggung jawab atas semua hidup kita dan

    perbuatan kita? Sebagai contoh:

    Banyak orang ketika sedang rugi bilang: “Nanti pasti Tuhan akan ganti”.

    Ketika susah bilang: “Nanti ada saatnya Tuhan akan memberi hari-hari yang indah”.

    Ketika sedang dilukai bilang: “Nanti Tuhan sendiri yang akan membalaskannya”.

    Ketika sedang berusaha bilang: “Nanti Tuhan yang akan menyelesaikannya”.

    Ketika semua persoalan hidup dijawab dengan Tuhan, apakah itu berarti imannya sudah kuat kepada Tuhan? Di dalam firman Tuhan dituliskan bahwa segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13).

    Kata “kutanggung” menunjukkan kedewasaan dan tanggung-jawab terhadap diri sendiri. Sedangkan kata “didalam Dia” menunjukkan kerendahan hati bahwa manusia tidak serta

    merta mengandalkan dirinya saja.

    Dalam doa kita bukan lagi meminta dihindarkan dari masalah atau masalah yang kecil saja karena tidak mungkin di dalam hidup ini bisa bebas dari masalah, karena di dalam hidup ini jika bukan kita sendiri yang menyebabkan masalah, orang lainlah yang menyebabkannya. Seringkali masalah muncul sebagai dampak dari ketidaksamaan dari cara berpikir, selera dan tujuan manusia. Itu hal yang mutlak tidak bisa dihindarkan dari hidup manusia.

    Sesungguhnya segala sesuatu yang dirancangkan Allah tentang kehidupan manusia bukan sekedar jawaban dari masalah, ataupun pemenuhan kebutuhan jasmani saja. Tetapi pokok rancangan Allah kepada manusia setelah Adam jatuh dalam dosa adalah mengembalikan imago Dei yang telah dirusak oleh manusia itu sehingga manusia dapat kembali berhubungan erat dengan Allah tanpa ada penghambat.

    Di dalam Injil Matius 5:48, Yesus mengungkapkan,”Karena itu haruslah kamu sempurna sama seperti Bapa yang di surga adalah sempurna”.

    Kata sempurna dalam bahasa Yunani adalah teleios teleios yang berarti utuh, sempurna, dewasa, lengkap. Kedewasaan di dalam Tuhan bukan berarti memiliki nilai setelah seseorang memperoleh banyak hal atau melakukan banyak hal, atau memiliki prestasi-prestasi tertentu. Itu bisa dan boleh. Namun bagi Allah yang terpenting adalah manusianya, subyeknya bukan obyeknya.

    Manusianya bukan apa yang melekat kepadanya. Karena kedewasaan itu berurusan dengan personilnya, pribadi, persona. Pribadi yang dewasa akan lebih berguna bagi orang lain dan dunia ini secara umum. Sedangkan obyeknya, hasil, prestasi, karya dan lain-lain akan mengikuti di belakangnya.

    Karya-karya maupun cara hidup orang yang dewasa di dalam imannya akan memberikan inspirasi dan teladan bagi orang lain. Ketabahan, ketekunan dan ketahanan berdiri di tengah berbagai persoalan hidup membuat keber- gantungan kita kepada Tuhan bukan sekedar sebuah euforia (pelarian kepada hal yang abstrak), tetapi suatu realita yang membangun.

    Baca juga: Handuk Pelayan

    Contoh ilustrasi di atas memang menunjukkan sebuah sikap yang mencerminkan kedewasaan iman seseorang. Tetapi justru kedewasaan iman tidak selalu men –Tuhan-kan segala sesuatu. Iman yang dewasa membawa kepada kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah hidup sesuai dengan realita dengan kesadaran bahwa Allah akan memberikan kekuatan dan menolong dirinya dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan.

    Orang yang dewasa rohani bukan ditunjukkan dengan seberapa sering orang itu menyebut nama Tuhan, atau orang yang ahli tentang ilmu Tuhan. Justru orang itu sangat praktis di dalam menjalani hidupnya.

    Contoh yang sudah sangat jelas adalah Tuhan Yesus sendiri. Yesus tidak pernah membawa bekal, baju, atau apapun sebagai tanda kesiapan pelayanan, karena Dia tahu bahwa Allah turut bekerja di dalam pelayananan-Nya.

    Yesus tetap tenang di dalam menjawab setiap pertanyaan, tuduhan, fitnahan yang bertujuan memojokkan Dia. Yesus tidak terpancing emosinya oleh keadaan yang menakutkan sekalipun itu mengancam nyawanya.

    Rasul Paulus juga mengalami transformasi dalam hidup nya ketika dia mengalami perjumpaan dengan Sang Kebenaran Sejati yaitu Yesus Kristus. Pada awalnya dia adalah orang yang sangat religius dan taat pada semua aturan hukum taurat, tanpa cacat. Namun setelah berjumpa dengan Kristus, hidupnya menjadi seorang misi yang militan di dalam melakukan banyak pelayanan dan pewartaan Injil.

    Salah satu prinsip hidup yang dituliskannya di dalam Filipi 4:12-13,” Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal, dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku. Baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, dalam hal kelimpahan, maupun kekurangan.

    Kemampuan manusia terbatas, tetapi kemampuan Allah tidak terbatas. Ada kekuatan ekstra ketika kita dapat mengarah- kan hidup kita kepada kekuatan Tuhan. Fokus kita bukan lagi kepada seberapa besar masalah, tetapi seberapa besar Tuhan di atas masalah itu.

    Maka terekspresikanlah sebuah doa kepada Tuhan Sang Hidup demikian:

    –Berikan aku kekuatan untuk menanggung dan menghadapi setiap masalah…, mampukan aku mengubah hal yang bisa aku ubah, mampukan aku menerima hal-hal yang tidak bisa aku ubah, dan berikanlah aku hikmat untuk bisa membedakan keduanya. Karena aku mengerti, Engkaulah yang memberi kekuatan padaku untuk menanggungnya. Amin–

    ***

    Sumber gambar: https://i.pinimg.com/originals/a0/9f/72/a09f7231316bcb28d034f2fadaec7c53.png

    ***

    Bionarasi

    Hery Susanto

    Dr. Hery Susanto, M.Th. dilahirkan di Salatiga, Jawa Tengah pada 21 Januari 1973.

    Dosen di STT JKI. Aktif menulis dan berkiprah di bidang teologi dan filsafat.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita